Menu
Menu

Sehari sebelum kematiannya, Arami membersihkan beberapa barang tak terpakai, termasuk pencukur Gilette milik kekasihnya, yang nampak mulai patah.


Oleh: Yudhi Herwibowo |

Menulis cerpen dan novel. Buku terbarunya: Cara Terbaik Menulis Kitab Suci (Penerbit Banana) dan kumpulan cerpen Terkutuk (Elex Media Komputindo)


Seorang perempuan jelita ditemukan mati mengenaskan!

Tubuhnya ada di dalam drum aspal yang telah dilas semua sisinya, hingga hanya menyisakan sebuah lubang kecil saja. Jelas sekali pembunuhnya ingin menenggelamkannya. Namun sebelum air terisi penuh, mereka nampaknya terlalu yakin kalau drum akan tenggelam, sehingga meninggalkannya begitu saja. Ternyata tidak. Air ternyata baru terisi setengahnya, hingga membuat drum mengapung dan terdampar di pantai, untuk ditemukan penduduk setempat.

Saat jenazah dibawa ke rumah sakit, Letnan Polisi Maju Jaya yang bertugas, berkata, “Nama korban Arami. Ia seorang model majalah dewasa, dan beberapa hari lalu baru saja ditangkap karena kasus prostitusi online. Hmm, apa mungkin pembunuhan ini ada hubungannya dengan kasus itu?”

Letnan Polisi Dono Sakti yang berdiri di seberangnya, hanya mengangguk. “Tapi yang membuatku heran, ada tujuh benda yang juga ditemukan di dalam drum.” Ia menunjukkan tujuh benda yang telah dimasukkan dalam plastik satu per satu. Sebuah kaktus mini dan potnya, cincin emas 10 gram bermata berlian, pencukur Gillete yang mulai patah, buku berjudul Baca Buku Ini Saat Kau Ingin Bunuh Diri, kartu kamar hotel Babilon bernomor 69, jam dinding bergambar Spongebob dan dasi bergambar sketsa kupu-kupu.

“Apakah ini benda-benda milik korban?” Letnan Polisi Dono Sakti mengerutkan kening. “Bagaimana bisa benda-benda ini ada bersama korban di dalam drum? Atau jangan-jangan… ini adalah petunjuk?”

Letnan Polisi Maju Jaya menggeleng, “Kupikir benda-benda ini hanya dimasukkan secara acak. Pembunuhnya hanya ingin mengacaukan penyelidikan saja.”

***

Kaktus Mini Beserta Potnya

Setiap memiliki waktu, Arami sering dengan sengaja melewati lantai dua apartemennya. Di situ ada satu kenalannya, seorang gadis pemilik warung kopi langganannya, yang hobi memelihara kaktus mini. Di kafenya ia memajang ratusan kaktus, dalam berbagai pot yang lucu-lucu. Namun ternyata itu belum seberapa, di rumahnya, ada ratusan kaktus lainnya yang ditata di dalam rumah bahkan sampai di lobi lantai dua.

Arami bisa berkawan dengannya, karena gadis itu tak banyak bicara. Perkawanan mereka hanya sebatas satu dua kalimat basa-basi saja. Tentu, awalnya hanya perihal kaktus dan kopi.

“Baru pertama kali melihat kaktus seperti ini.”

“Semoga kopiku membuatmu bersemangat.”

Setelah lewat setahun, kalimat-kalimat itu pun berubah.

“Kau cantik sekali dengan lipstik warna itu.”

“Suka dengan bajumu. Membuatmu nampak anggun.”

“Aku dari luar kota, dan aku bawakan oleh-oleh untukmu. Mungkin kau suka.”

“Aku sedang belajar memasak masakan Jepang. Kalau kau mau, kau bisa mampir.”

Sampai akhirnya, keduanya pun kerap menghabiskan waktu bersama. Mereka mulai menceritakan banyak hal. Bahkan di ulang tahun Arami, gadis itu memberikan satu kaktus yang selama ini dipajangnya di dekat mesin kasir.

“Ini cukup langka. Kuhadiahkan untukmu.”

Kaktus itu kemudian di simpan Arami di samping pembaringan sebagai tanda persahabatan mereka.

Cincin Emas 10 Gram Bermata Berlian

Cincin emas 10 gram bermata berlian itu adalah cincin terindah yang pernah dimiliki Arami. Tak heran ia selalu memakainya di acara-acara penting. Kekasihnya, lelaki lembut bermata teduh, yang dulu memberinya. Waktu itu ia sedang merajuk karena kekasihnya itu hampir dua bulan tak mendatanginya, dan untuk meminta maaf, kekasihnya itu melamarnya.

Arami sebenarnya tahu beginilah nasibnya. Kejadian seperti itu sudah dibayangkannya berkali-kali. Bahkan sejak pertemuan pertamanya, saat laki-laki yang sudah memakai cincin emas di jari manisnya itu meminta nomor ponselnya di satu acara pesta.

Kekasihnya itu dipenuhi pesona yang sempurna. Ia lembut dan tindak-tanduknya sangat berbeda dengan laki-laki genit yang selama ini mendekatinya. Jadi sama sekali tak ada alasan bagi Arami, untuk tidak membuka pintu kontrakannya setiap kali ia datang.

Walau kemudian kekasihnya membelikan satu apartemen di pinggiran kota, Arami tetap tak sepenuhnya yakin dengan keadaannya. Ia punya beberapa kawan yang bernasib seperti dirinya. Saat pasangan mereka mendapat kekasih baru, dengan mudah mereka akan ditinggalkan. Kawan-kawannya selalu ada dalam posisi kalah. Setidaknya uang yang kemudian diberikan, sedikit menghibur mereka.

Namun semakin lama, Arami meyakini kekasihnya tak akan berlaku seperti itu. Jelas sekali kekasihnya begitu mencintainya. Buktinya ia tak ragu menikahinya beberapa bulan berselang. Walau hanya secara siri, Arami meyakini itu salah satu bentuk keseriusan kekasihnya pada dirinya. Apalagi saat itu ia memberikan sebuah cincin berlian yang mahal.

Pencukur Gillete yang Mulai Patah

Satu yang paling disukai Arami adalah saat mencukur kumis kekasihnya. Kekasihnya bukan tipe lelaki berkumis ataupun berjenggot, bulunya jarang-jarang. Maka itu Arami sering merasa geli bila kekasihnya menciuminya saat lupa memotong kumis atau jenggotnya. Jadi ia akan menghentikan gerakan kekasihnya, dan menarik tubuh kekasihnya itu ke sofa. Di situ, ia akan duduk di pangkuan kekasihnya, dan mulai mencukur pelan-pelan, sementara kekasihya tak sabar menggerayanginya. Hanya butuh beberapa kali sapuan saja sebenarnya Arami bisa menyelesaikan itu, tapi ia suka menunda-nundanya untuk menggoda kekasihnya. Tentu sambil tak henti menggesek-gesekkan tubuhnya ke tubuh kekasihnya.

Sehari sebelum kematiannya, Arami membersihkan beberapa barang tak terpakai, termasuk pencukur Gilette milik kekasihnya, yang nampak mulai patah.

Buku Berjudul ‘Baca Buku Ini Saat Kau Ingin Bunuh Diri’

Kekasihnya pernah datang ke apartemen Arami sambil membawa buku berjudul: Baca Buku Ini Saat Kau Ingin Bunuh Diri.

“Tumben kau membeli buku,” Arami melihat sekilas buku itu.

Kekasihnya tersenyum. “Aku sedang jengkel saja tadi. Kau tahu banyak sekali seri buku seperti ini: Baca Buku Ini Saat Kau Patah Hati, Baca Buku Ini Saat Kau Putus Asa, Baca Buku Ini Saat Kau Ingin Bangkit. Seakan-akan semua masalah perlu satu buku untuk menyelesaikannya. Herannya penerbit mau saja memproduksi semuanya. Benar-benar tidak kreatif. Nah, saat itulah kulihat buku ini. Kupikir buku ini adalah puncak bagi buku-buku motivasi sejenis itu!”

“Dan kau sampai membelinya?”

Kekasihnya hanya tersenyum. “Yaaaa, setidaknya ia berani mengambil tema  paling puncak. Seorang yang ingin bunuh diri, tentu sudah mengalami masa terberat, tak bisa disamakan seperti patah hati, putus asa, atau yang lainnya.”

Arami hanya mengangkat bahu.

Namun kemudian ia menyadari kalau kekasihnya itu tak pernah benar-benar membaca buku itu. Ia hanya meletakkannya di rak bukunya, seakan-akan … ia yang membeli buku itu.

Kartu Kamar Hotel Babilon Bernomor 69

Aku di Surabaya, datanglah ke hotel Babilon esok hari.

Kadang pesan singkat seperti itu datang di ponsel Arami begitu mendadak. Bila kekasihnya sampai mengirim pesan seperti itu, artinya ia ada di luar kota dan ingin ia menemaninya. Kekasihnya akan menguruskan semua kebutuhannya, dan ia hanya perlu berangkat saja.

Akhir-akhir ini, kekasihnya memang agak berhati-hati. Itu setelah ia bercerita kalau istrinya mulai mencurigainya. Sebenarnya itu membuat Arami marah.

“Bukankah itu saatnya kau menceritakan tentang aku?” ujarnya.

Ya, sejak mereka menikah siri, kekasihnya sudah berjanji akan mengungkapkan perihal hubungan mereka pada orang tuanya, dan juga pada istrinya. Tetapi tentu laki-laki itu mempunyai alasan yang kuat untuk tidak melakukannya sampai sekarang.

“Tidak semudah itu, Sayang. Kau tahu, aku harus mencari waktu yang tepat. Kalau tidak karirku juga akan hancur.” Arami pun selalu mencoba memahami kekasihnya. Bukankah cinta berarti memahami?

Maka itulah saat kembali mendapat pesan singkat itu, Arami langsung saja datang. Ia menumpang pesawat paling pagi, dan sudah membayangkan akan menghabiskan waktu bersama kekasihnya beberapa hari ke depan.

Arami tidak pernah menyangka bila itu adalah hari terburuk baginya. Saat ia masih menunggu kekasihnya dengan pakaian seksi terbarunya, beberapa petugas polisi menggerebeknya.

Jam Dinding Bergambar Spongebob

Seminggu yang lalu, kekasihnya datang sambil membawa jam dinding bergambar Spongebob. “Lihat aku sedang beruntung, hanya membeli kuota di konter yang ada sebelah apartemen ini, aku dapat hadiah jam dinding.”

Namun Arami hanya cemberut. Ia tidak suka film kartun, jadi ia tidak membahas lagi soal jam dinding itu. Keesokan harinya, saat kekasihnya pergi, Arami memberikan jam dinding itu pada satpam apartemen.

Satpam apartemen memasang jam dinding itu di ruangannya.

Dasi Bergambar Sketsa Kupu-kupu

Arami ingat, setahun lalu ia datang ke sebuah butik pada hari menjelang senja. Besok kekasihnya akan berulang tahun dan ia berencana membelikan sesuatu yang istimewa untuknya.

Awalnya ia berencana membelikan kemeja, tetapi saat melihat-lihat kemeja yang berderet, ia menyadari kalau kekasihnya telah memiliki banyak sekali kemeja. Rasanya hampir seluruh warna telah dimiliki. Saat itulah Arami melihat sebuah dasi terpajang di lemari kaca. Ia sempat ragu. Rasanya membelikan dasi terlalu sederhana. Tetapi saat ia melihat harganya, ia merasa ini tidaklah sederhana.

Arami suka sekali dengan dasi itu. Warnanya biru dongker, dengan goresan warna biru yang lebih muda seperti goresan-goresan acak, yang bila diperhatikan ternyata adalah sketsa dua kupu-kupu. Tentu itu membuat Arami senang; jarang sekali ada dasi laki-laki bergambar kupu-kupu. Terlebih dengan desain artistik seperti ini.

Arami pun membeli dasi itu.

Ia tak pernah tahu, sehari setelah ia dibebaskan setelah penggerebekan itu, berkat upaya pengacara yang dibayar kekasihnya, ia bertengkar hebat dengan kekasihnya di apartemennya.

“Kau harus mengatakan tentang diriku sekarang!” teriaknya.

“Sayang …, itu tak mudah!”

“Kau ingin aku menanggung semua ini sendirian? Gara-gara penggrebekan itu, semua orang menganggapku pelacur. Bahkan orang tua dan kawan-kawanku. Apa kau tetap berpikir hanya ingin berdiam diri saja?”

“Sayang… ini juga tak mudah buatku…”

“Kalau kau tak mau melakukannya. Biar aku yang akan melakukannya. Di penyelidikan berikutnya, akan kusebut namamu di depan para wartawan!”

“Sayang!”

Arami masuk ke kamarnya dan menangis. Kekasihnya yang panik hanya bisa membayangkan hidupnya sebentar lagi akan hancur.

Namun ia menolak untuk hancur. Pelan-pelan ia melepas dasinya, lalu mulai mendekati Arami yang masih menangis. Iblis benar-benar telah menang, saat ia mulai menjerat leher Arami dengan dasinya…

Semuanya berlangsung dengan cepat.

***

Laki-laki gendut yang sering dipanggil Ikan Buntel itu mengelap keringatnya, sama seperti yang dilakukan kawannya, laki-laki kerempeng dengan bibir dower. Mereka baru saja memasukkan tubuh seorang perempuan ke dalam travel bag berukuran besar.

“Ayo!” Kawan kerempengnya nampak tidak sabar. “Sebelum banyak orang yang datang.”

“Tenang, tangga darurat di apartemen ini jarang digunakan. Kita akan aman,” sahut Si Ikan Buntel. “Dan jangan lupa pesan bos, kita juga harus mengacaukan petunjuk-petunjuknya. Cepat, ambil beberapa barang miliknya.” Ia menyuruh kawannya yang segera mengambil cincin dan kartu kamar hotel yang ada di meja rias. Ia sendiri mengambil secara acak sebuah buku di rak buku yang ada di sebelahnya. “Sudah cukup. Barang-barang lainnya akan kita ambil di tempat lain.”

Saat keduanya mulai membawa travel bag itu ke bawah, keduanya sempat mengambil kaktus mini dalam pot yang berderet di lantai dua. Si Kerempeng bahkan sempat menyuruh kawannya mengambil jam dinding di pos satpam yang kosong. Sementara ia sendiri mengobrak-abrik tempat sampah untuk mendapatkan sebuah dasi dan pencukur Gillete.

Si Ikan Buntel tersenyum. “Perempuan ini memang tak akan ditemukan lagi. Kau tahu kita punya cara sempurna untuk melenyapkannya. Namun kalau pun sampai ditemukan, polisi pastilah akan keriting memikirkan hubungan barang-barang ini.“

Keduanya terkekek.

***


Ilustrasi: Madam Butterfly, 1980, dari Wikiart.org.

Baca juga:
Kisah Kematian Ben dalam Tiga Babak
Nyanyian Maut


Komentar Anda?