Menu
Menu

Hal-hal yang tidak tuntas datang bertubi-tubi karena memecah konsentrasi hanya akan memberikan kesan bahwa waktu telah melambat, tanpa benar-benar melambatkannya. Pelajaran Menyetir.


Oleh: Albert WiryaPelajaran Menyetir

Seorang peneliti sosial yang memiliki fokus isu kejahatan, kebijakan narkotika, dan kesehatan jiwa. Menulis cerpen di blog pribadinya pelurukosong.wordpress.com. Berdomisili di Jakarta.


Hari demi hari, semakin terang pikiranmu bahwa menyetir mobil adalah perkara memecah-belah konsentrasi. Konsentrasi bekerja selayaknya seekor lalat yang berpindah-pindah dari satu lauk ke lainnya, sekilas pergi tapi tidak sebelum meninggalkan benih-benih kesadaran baru untuk tumbuh di atasnya.

Pertama-tama, kaca depan yang begitu besar dan dekat menyita perhatianmu. Kamu membiarkan matamu terpaku kepadanya, menatap pemandangan berganti seperti layar bioskop. Namun, ini bukanlah bangku busa di mana penonton boleh pasif, mencamil popcorn, menghirup soda sampai mabuk gula lalu terlelap. Sebuah pagar rumah yang kau seruduk setelah terlambat menginjak rem dan gagal membuang setir mengajarimu untuk memperhatikan dengan setara kaki dan tangan.

Ketika kamu telah sukses membagi konsentrasimu ke anggota-anggota tubuh yang lain, sebuah mobil sedan menyabet bagian kanan mobilmu—kamu pikir itu waktumu, tapi itu bahkan belum dekat. Pengemudi itu minta maaf sambil berkacak pinggang, tahu bahwa uang di tabungannya bisa menebus baik bodi mobil maupun rasa traumamu. Mulai dari sana, kamu menghormati kaca spion dengan sepenuh hati. Seperti kebiasaan mengucap doa sebelum makan, kamu tunduk pada refleksinya di setiap persimpangan.

Setelah itu, dengan urutan seperti berikut, perhatianmu mengakar pada dan tercerabut dari: spidometer, takometer, odometer, penanda bensin, wiper belakang, klakson, rak dashboard, kanal radio, termos berisi kopi panas di belakang persneling, sabuk pengaman penumpang sebelah yang belum terpasang, percakapan di dalam mobil, percakapan dengan orang-orang di luar mobil, percakapan yang diulang-ulang sampai terbawa ke tulang rusuk mobil. Tentang pilihan taman kanak-kanak untuk anakmu, tentang keponakanmu yang pengangguran dan selalu meminjam uang, tentang sudah berapa lama kalian tidak keluar dari kota ini sebagaimana yang dulu-dulu selalu kalian bayangkan ketika memiliki mobil sendiri.

Hal-hal yang tidak tuntas datang bertubi-tubi karena memecah konsentrasi hanya akan memberikan kesan bahwa waktu telah melambat, tanpa benar-benar melambatkannya. Ketika kamu melakukan beberapa aksi sekaligus, semisal menstarter mobil sembari mengerling ke kaca spion, melihat petunjuk jalan sambil menggumamkan lagu, parkir paralel di saat mempertahankan percakapan dengan istrimu; waktu tidak tercerai-berai seperti konsentrasimu. Betapapun anggota-anggota badanmu bekerja dengan ritmenya sendiri sehingga kalau kau jumlahkan seluruh durasi operasionalnya mampu menandingi seratus tahun kesunyian, waktu riil berjalan dengan caranya yang otoriter. Inilah sebabnya orang-orang selalu berkata begini sesudah kecelakaan, “Mobil itu tiba-tiba nyelonong…,” atau “Kejadiannya cepet banget…,” atau “Kupikir hubungan kita baik-baik saja…”

Tidak memiliki kemampuan memperlambat waktu, manusia bahu-membahu menemukan hal-hal yang paling tidak bisa menghematnya. Itulah sebabnya kita mengganti istal menjadi garasi, ada pesawat jet dan kereta peluru, dan perusahaan telekomunikasi terus berhitung di depan huruf G. Peradaban terus mencari percepatan, tetapi percepatan tetap memerlukan tahapan.

Kita ambil sebuah contoh: jalan antarprovinsi, dua lajur, kios kelapa hijau di kanan-kiri, sebuah truk pengangkut tabung gas di depan. Klienmu menunggu di sebuah restoran terapung dengan pesanan ikan mujair yang hampir terbakar sempurna. Kamu perlu percepatan. Ini membutuhkan persiapan. Kamu menyisipkan jarak antara mobilmu dan truk itu, kamu mengamati apakah jalur sebelah kanan kosong, kamu menyalakan lampu sein kanan, kamu memperkirakan nilai rpm yang harus ditunjukkan oleh takometer untuk bisa membalapnya.

Percepatan semacam ini juga bukan yang kamu bayangkan ketika membeli mobil? Sekarang kamu tidak perlu ragu lagi untuk mencicil rumah di pinggir kota dekat pintu tol. Kalian bisa menghentikan program KB karena kini kalian bisa menjamin perjalanan aman untuk lebih dari dua orang. Kamu akan tampil prima di kantor sebab tidak ada lagi halangan untuk datang segiat turis pemburu matahari terbit dan pulang ketika jalanan sesepi pantai pada musim hujan. Hidupmu yang dulu niscaya melesat menuju adegan buka puasa di iklan bulan Ramadhan: sebuah keluarga yang lengkap (baik secara umur ataupun jenis kelamin), ramai, hangat, dan memiliki ruang makan yang bahkan masih lega setelah terpisah dari dapur, ruang tamu atau kamar tidur.

Namun, siap atau tidaknya kamu pada percepatan sulit untuk diteliti. Pelajaran fisika hanya mujarab ketika menjabarkan posisi yang relatif di titik koordinat yang arbiter, tapi tidak untuk menjelaskan bagaimana benda-benda itu bertahan, pasrah, atau memberontak terhadap kedudukan mereka. Contohnya, ketika membalap truk gas, kamu baru tahu apakah persiapanmu cukup setelah bibirmu tersenyum lega sebab mampu mengembalikan mobil ke lajur kiri atau setelah kamu kehilangan fungsi tersenyum dari mukamu yang hancur diterjang air bag yang diterjang kaca depan yang diterjang kendaraan dari arah sebaliknya.

Tips 1. Pertanyaan-Pertanyaan Noneksakta Seputar Mengemudi | Pelajaran Menyetir

Kisi-Kisi Rumus: a = Δv / Δt = (v – v0) / t
Contoh soal: A mengendarai sebuah mobil yang bergerak dengan kecepatan awal 17 m/s. Lima detik kemudian kecepatannya menjadi 29 m/s.
Pertanyaan yang selalu diberikan: berapa percepatan mobil tersebut?
Jawaban yang kemudian disampaikan: a = (29-17)/5 = 2,4 m/s2
Pertanyaan yang tidak pernah dipikirkan: jika di dalam mobil, B ikut menumpang, apakah mereka akan bereaksi berbeda dengan percepatan yang sama?
Jawaban yang tidak pernah dibayangkan: Tidak ada jaminan bahwa A dan B sama-sama menghiraukan percepatan itu. Sementara A yang memecah konsentrasinya untuk berhitung bisa berkata, “Barusan kita mencapai percepatan 2,4 m/s2,” B paling banter hanya memandanginya dengan heran dan berkata, “Aku tidak memperhatikan.” Lebih buruk lagi, B bisa berkata, “Padahal aku ingin menikmati pemandangan.”

Sekarang, marilah kita tinggalkan semua teori tentang konsentrasi, waktu dan percepatan. Mari beranjak ke dirimu sang pelajar instruksi sederhana ini. Waktu di kantormu menunjukkan pukul 17.38 dan kamu langsung mendecak karena tahu bahwa sekarang mobil-mobil telah mengerubungi tol Jakarta-Merak seperti pasukan semut yang keluar dari cerak gipsum menuju mayat seorang anak kos. Kamu menyalakan mobilmu, membaca warna pada peta GPS-mu, menghela napas, dan mulai mundur dari parkiran.

Pada levelmu yang sekarang, konsentrasi terbelah begitu mulus dan segera. Kamu mengutuk beberapa pengemudi yang menyerobot jalanmu tetapi dengan segera kamu memaafkan mereka. Radio memutar lagu pop seorang perempuan yang mengajakmu lari ke galaksi lain. Namun, kamu tidak tahu alasannya mengajakmu lari sebab ketika mencoba menerjemahkan liriknya, perhatianmu harus dipecah ke pencarian kartu e-toll. Sesekali kamu mencoba mengingat plat mobil di depanmu lalu membayangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi pada orang-orang di dalamnya. Lalu kamu membayangkan memberikan kesaksian berdasarkan ingatanmu ini kepada pihak berwajib, “Mobil berplat nomor B 2828 MZZ rem mendadak setelah melewati baliho pesanan partai politik. Barangkali dia mencoba membaca gelar sang caleg.”

Pukul 19.48, setelah melewati gerbang tol Karawaci, jalanan di depanmu mulai lengang. Kamu menambah kecepatan dari 30 menjadi 50 km/jam. Perasaan suntukmu melayang dan kamu jadi mempertanyakan siapa dari antara kalian yang menginginkan anak, lalu kamu mengingat bahwa seseorang di dalam dialog berkata belum siap sementara seorang lagi mengulang pesan orang tua tentang kerinduan mereka akan cucu, tapi kamu lupa siapa yang berkata apa.

Jarum spidometer bertengger di angka 80. Mobilmu yang pertama ini masih melaju dengan halus; lalu kenapa istrimu bersikeras menambah satu lagi? Rumah sebesar itu dan anak yang makin bertumbuh perlu ada yang mengurusi; bukankah logis jika yang mendapatkan gaji lebih kecil dan berada di jenjang karir yang lebih terbatas untuk mengalah? Kamu tahu istrimu bekerja segiat dan seapik dirimu; tapi perjalanan kalian, bahkan dengan mobil, terlalu singkat bukan untuk sampai ke zaman di mana kalian bisa setara?

Sekarang kecepatanmu telah menginjak angka 120. Kamu menuduh istrimu. Dia ingin semuanya serba sekejap. Dia ingin mesin ini. Dia mau pergi ke sana. Tiba-tiba, dia ingin berpisah. Istrimu balik menuduh. Kamu marah terlalu sigap. Kamu bebas bergerak. Kamu melupakan hal-hal kecil. Bagimu kecil, tapi bagi istrimu segalanya. Ia bersiteguh tentang akhir. Kamu terdiam. Kamu mendesis, siapa. Istrimu tersentak. Ia bertanya, kamu habis minum atau apa.

Tips 2. Mereka yang Bergerak Lebih Cepat | Pelajaran Menyetir

Satu hal lagi yang perlu kamu pelajari sebelum dirimu menjadi ahli—tentu bukan sebagai pembalap, tapi paling tidak bocah-bocah akan melihatmu sebagai panutan yang berhasil menjaga Zen ketika bergerak zig-zag di antara antrian kendaraan dan bahu jalan—adalah akan selalu ada hal-hal yang lebih cepat dari mobilmu. Hal-hal ini seperti:
a. Mobil sport yang dikendarai penunggak pajak
b. Voorijder pengiring mobil berplat merah
c. Cahaya
Kamu harus berhenti membalap mereka. Kamu harus mengontrol gejolak adrenalinmu dan mengingat sebuah adagium ‘biar lambat asal selamat’ yang sering menghiasi bak truk. Toh terkadang lintasan hanyalah sebuah konvergensi di mana nantinya akan ada perjumpaan lagi: antara kamu dan si penunggak pajak, antara kamu dan si pejabat yang dikawal polisi, antara kamu dan masa depan yang dimampatkan oleh perjalanan cahaya dan dibagikan kepadamu lewat tembakan lampu mobil belakang yang memantul ke kaca spion tengah.

Perpisahan yang terealisasi, bolak-balik sidang, pekerjaan tersisa, rutinitas kosong, anakmu sesekali, aplikasi kencan, tidak sejalan, terlalu beda, terlalu muda, ancaman, pidana, damai, kabur, kerja, ter-pencil, ru-mah, se-be-lah ke-bun, di-te-mu-kan, a-nak-mu, de-wa-sa, du-duk ber-se-be-lah-an, bi-sik-nya cin-ta-nya pa-da-mu ter-le-pas apa-pun ben-tuk-la-ku-se-ja-rah-mu-di-ri-mu ha-nya-ka-

Antara menerawang masa depan itu atau kamu menyadari bayanganku di cermin, sedang membisikkan pelajaran ini kepadamu, atau siapa saja, yang bisa untuk sejenak berada di depan kemudi dan menyetir melewati kesalahan-kesalahan yang sudah terlanjur terjadi. (*)


Ilustrasi dari wikiart.org | Pelajaran Menyetir

Baca juga:
Kasmir dan Kina | Cerpen Afryantho Keyn
Menggantung Mayatmu | Cerpen Nurul Fitroh


Komentar Anda?