Menu
Menu

Peziarah Datang ke Sebuah Kota | Potret | Toboali dan Apa-Apa yang Tak Lagi Ada | Kutukan Dapur | Kutukan Bagi yang Hidup ||


Oleh: Jemi Batin Tikal |

Kelahiran Indonesia, Oktober 1998. Lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari sebuah kampus di Yogyakarta. Sedikit tulisannya berupa puisi dan esai-esai pendek tersebar di media cetak dan media daring. Bergiat di komunitas sastra Jejak Imaji dan Kebun Kata.


Peziarah Datang ke Sebuah Kota

Ingatan dari hulu sungai sampai pada muara
segala batas yang menawar-asinkan kemungkinan
gelombang repas menghantam sunyi pesisir

Jauh di masa silam, kapal-kapal Cina
tenggelam di luas laut
serpih guci-guci di kedalaman
mengutuhkan kisah yang pecah belah

Di kejauhan
punggungmu ditelan lengang pelabuhan
kepergian dan kedatangan dibawa pelayaran demi pelayaran
lampu mercusuar Tanjung Kalian
jadi penunjuk-penerang arah pulang

Di lain laut, pulau-pulau jauh tak mampu kusentuh
pada batu-bata bisu Benteng Kute Seribu
sejarah terpendam di dinding kusam
juga catatan-catatan usang
dan peta-peta tak terbaca

Kota Muntok lelap
jalan dan lorong-lorong telah sepi
tak ada lagi yang mengunjungi
jejak-jejak para peziarah dihapus malam.

Yogyakarta, 2020

.

Potret

: Toboali

Angin sakal menjegal kapal-kapal
kandas digiring ke karang runcing

Toboali, kota yang kini tak lagi kukenali
di Simpang Lima ada Kantor Wedana yang dilupa
berjalan gemetar ke arah pasar
potret retro toko-toko Tionghoa dan
wajah kuyu anak-anak Melayu
melangkah ragu ke arah tak menentu
sepanjang jalan berdebu

Pelabuhan tua Sadai kadang disapa badai
nelayan berandai-andai hari esok yang entah
camar-camar enggan hinggap
pada lapuk papan dan besi karatan
yang tak menawarkan apa pun
akar bakau beringsut meninggalkan
Pantai Kelisut yang kusut

Ke arah selatan, ke batas lautan terbentang
meruwat kuburan keramat
awal mula riwayat kota yang pucat.

Yogyakarta, 2020

.

Toboali dan Apa-Apa yang Tak Lagi Ada

Hanya batu bisu jadi penanda
pembaringan abadi yang tak lagi dikenali
nisan tak bernama itu kenangan, kuburan segala ingatan
peziarah datang dan berlalu, meninggalkan masa lalu

Kota direka dari tubuh sejarah yang luka
parit-parit dan tambang timah
laut semakin kalut
penambang berdatangan
umpama sekawanan camar lapar
berebut seekor bangkai ikan

Kapal-kapal tak kukenal silih berganti berhenti
anak-anak kumal mengais sisa masa kolonial yang tertinggal

Aku berdiri di mercusuar dengan kaki gemetar
memandang segala yang samar dan memudar
Toboali tak meninggalkan apa pun, kecuali
pilu yang menikam jantung

Nama-nama serupa jalan panjang
mengantarkan pada banyak kenangan
kukemasi ingatan, barangkali di puisi ini nantinya
seseorang mengerti, tak ada yang sia-sia
meski waktu membikin mati.

Yogyakarta, 2020

.

Kutukan Dapur

1/
Atas daging merah
terkenang penjajah dan penjarah rempah
meneteskan darah di selembar sejarah
moyang yang terhunus pedang
atau tertembus mata peluru dan mesiu
di mataku dendam menyala-nyala
dan pedas lada di lidah amat terasa

2/
Aku risau di hadapan mata pisau mengkilat
mana dulu yang mesti dikerat?
sepotong daging, dendam,
atau keinginan yang terus tumbuh

3/
Atas batu bawah bumbu
kemiri hancur bagai debu
sebongkah garam sebutir asam
berbutir bawang selembar daun limau-salam
kenangkanlah, sumpah serapah
dan ludah leluhur di dapur
di dalam belanga
kata-kata mendidih lalu menguap

Pertanyaan untuk perempuan:
bawang merah atau laki-laki
yang sering membikin tangis?

Bangka-Jogja, 2021

.

Kutukan Bagi yang Hidup

: Ira Esmiralda

Matahari di balik punggung
perlahan tenggelam
sebelum cahaya padam
kau berkata

Dengarkan deru ombak itu yang menenangkan

Lalu kita sama membisu
memandangi muka laut serupa kaca
ditimpa cahaya
desau angin kadang meningkahi
sesekali sunyi menyergap
membuat dada terasa berat
tapi kita tak tahu itu apa

Tak ada kejutan
kita sama mengerti bahwa kesedihan
takkan mampu ditampung luas-dalam lautan

Kita pun sama paham: harapan, kehilangan,
dan penantian adalah kutukan bagi yang hidup

Kau memeluk seluruh sepi di dadaku
dan suaramu menjelma deru ombak itu.

2021


Ilustrasi dari wikiart.org.

Baca juga:
Puisi-Puisi Raudal Tanjung Banua – Cerita Dua Tanjung
Puisi-Puisi Tjak S. Parlan – Piknik
Puisi-Puisi Cinta Victor Hugo


 

Komentar Anda?