Menu
Menu

Siapa di antara mereka/ Yang paling bahagia/ Menceritakan kesedihan?/ “Itu pekerjaan yang sia-sia!” 


Oleh: Sulaiman Djaya |

Lahir di Serang, Banten. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media cetak dan daring, antara lain di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, Basabasi, Biem, dan Buruan. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Kerapkali menjadi pemateri dan narasumber di forum-forum dan acara-acara kebudayaan, kesusastraan dan keagamaan di Banten dan luar Banten.


Kota Lama

Apa yang dicatat kota?
Ketika kuning senja
Bersandar di gedung tua.

Di Café Batavia
Kau nyanyikan
Selagu jazz lama

Tapi tetap saja sepi
Seperti bisu kopi.
Dan kukira

Tak ada sejarah
Kecuali catatan sepihak
Para penakluk.

Barangkali tiap orang
Tak benar-benar
Mengingat hidupnya.

Dan di Merlynn Park
Rambut coklatmu
Seumpama figur samar

Seniman pemula
Di kanvasnya
Saat kukatakan

Negeriku bukan Eropa
Sebab gerimis
Bukan bulir-bulir salju

Yang kubayangkan
Menyerbu matamu
Sedingin rindu.

(2024)

.

Kotak Catur

Di kotakmu yang hitam-putih, sayang,
para pengungsi melangkah
dan telah lama kehilangan nasib mereka.
Seorang tiran membayangkan diri
sebagai kekasih tak setia.

Melangkahlah hati-hati
dan pelan saja
saat giliranmu tiba-tiba jadi resah.

Aku masih teringat
saat kau tertidur
hujan tengah merapikan penderitaan
dan seorang prajurit
mengibar-ngibarkan bendera.

Aku gambar kenangan,
derak jendela
dan lanskap-lanskap tua
ketika seorang perwiramu
menebaskan pedang:

Adakah aku Hamlet negeri Eropa
atau Majnun dari Persia
yang berpura-pura mengenakan mahkota?

Sementara, sebentar lagi,
senja akan menutup layarnya.
Diam-diam, kita memang senantiasa
jatuh cinta pada yang tak dikenal.

Seperti salah-seorang
prajuritmu yang tersungkur
dan hancur.

Tapi sebelum itu,
kubuatkan secangkir teh kesukaanmu
agar kau bisa
menasehati menterimu

yang dungu itu
atau menghukum seorang penujummu
yang mandul
—dan tentu
kita akan kembali bermain catur
di kotak-kotak hidup.

(2024)

.

Puisi Politik

Sebelum menulis puisi,
Kutanya dulu kumpulan kata
Yang tengah riang bermain umpama
Siapa di antara mereka
Yang paling bahagia
Menceritakan kesedihan?
“Itu pekerjaan yang sia-sia!”

Ujar kata kerja
Karena pernah saat kuaduk kopi
Terbayang nasib seorang petani
Yang tersisih regulasi
Yang dibuat oleh mereka
Yang makan dari kerja nasibnya
Yang perih. “Biar aku saja!”

Ujar beberapa kata keterangan:
Kesedihan adalah negeriku
Yang lambat belajar
Dari masa lalu.
“Kamu tak boleh menghakimi politisi
Dan para birokrat!”
Entah muncul dari mana, tiba-tiba

Kata benda yang semula diam saja
Seketika garang membentak
Saat pemimpin partai yang jadi menteri
Dikritik pelawak yang menyamar
Jadi dai selebritis. “Tuhan
Tak berkuasa di sini,” kilahnya
“Ini wilayahnya uang dan World Bank!”

Tentu saja aku tertawa
Melihat mereka berdebat
Sebab menyadarkanku pada para penguasa
Di negeriku yang lucu ini
Kala mereka lupa jadi pemimpin
Dan lebih suka bikin undang-undang
Yang bertentangan.

(2021)

.

Ketika Kau Membaca Puisi

Ketika kau membaca puisi,
anggaplah kau sendiri
yang menulisnya.

Kau boleh menyusun ulang
setiap susunan kata
dan kalimatnya.

Bila puisi yang kau baca
terlampau sulit
untuk kau pahami.

Ubahlah tema
dan hapuslah penyairnya.
Sebagaimana kau

belajar menggambar
saat masih sekolah dasar.
Kau tak harus

mempercayai
apa yang ditulis penyair
bila kau merasa

bahasa yang ia gunakan
tidak lagi menyatakan
apa yang tidak bisa

kau nyatakan.
Bila puisi yang kau baca
tak membuatmu gembira

Pastilah penulisnya
belum bisa membaca
apa yang ditulisnya.

(2024)

.

Jika Kau

Jika kau bayangkan dirimu kupu-kupu
Atau para capung di bawah langit soreku
dan mengangankan sepasang sayap tumbuh
di punggungmu, datanglah kepadaku

yang tengah menggambar
hujan lalang dan hamparan rembang:
Aku adalah kanak-kanak
yang riang bebas bermain cuaca

di pematang-pematang pengembaraan.
Aku adalah kegembiraan
yang tak pernah bosan
mencandai kesedihanmu.

Aku akan mencintai hatimu
bila kau resah dan gundah,
menemanimu berjalan-jalan
bila kau tiba-tiba jadi tak paham

dengan apa yang tengah kau rasakan.
Aku adalah burung-burung terbang
dan keriangan unggas-unggas liar
dalam lanskap gerimis petang.

Aku adalah sepasukan kunang-kunang
dengan nyala biru di tubuh mereka:
datanglah kepadaku
mereka yang termenung.

Jika kau membayangkan dirimu
seekor burung yang ingin bebas sesukamu
datanglah kepadaku.
Aku adalah diam-sunyi

yang terbentang, langit biru untukmu.
Aku adalah jari-jemari angin
yang akan membantu sayap-sayapmu
terbentang. Aku adalah padang sabana

tempat cahaya bercermin
di matamu. Aku akan bahagia
berganti-ganti warna
cakrawala yang ingin kau gambar

di dalam batinmu.
Aku adalah keluasan semesta
yang ada dalam hatimu. Semesta yang kau arungi
dengan sampan-sampan sepimu sendiri.

(2024)

.

Gerimis Saatku Bangun

Di beranda senjakala
Di sudut rumah bahasa
Di saat aku terbangun
Dengan nyala api

Di hatiku
Gerimis adalah kata-kata
Dan derai daun-daun
Adalah perumpamaan

Maut yang menyapa
Mataku yang lembab
Kembali membara
Oleh gairah riang kanak-kanak

Yang dulu Kau titipkan
Yang kini kugenggam
Dengan pandangan merembang
Yang kadang membuatku

Tak dapat melihat mereka
Yang padam bila hatiku
Terlampau membara
Karena cinta

Gerak dan langkah
Keriangan yang tak pernah lelah
Menyulut gairah siang-malamku
Melagu dan merindu.

(2024)


Ilustrasi: Newspaper with Coffee Mill (Juan Griss), dari Wikiart.org.

Baca juga:
Puisi-Puisi Puji Pistols – Memori Mario Ruoppolo
Mencoba Memahami Jakarta Melalui Wesel Pos
Antologi Puisi ‘Sesudah Zaman Tuhan’


16 thoughts on “Puisi-Puisi Sulaiman Djaya – Mereka yang Paling Bahagia Menceritakan Kesedihan”

  1. Nilla berkata:

    Sang penulis mampu menunaikan apa yang ingin ia sampaikan

  2. mnc berkata:

    rate puisi nya menurut ku 9/10 bagus, pemilihan kata nya sangat pintar engga terlalu berat bahasa nya, jadi gampang di pahami

  3. Penikmatkata berkata:

    Bagus sekali

  4. Lilisnawati berkata:

    Puisi yang keren, unik, saya suka dengan puisi

  5. Emeyy berkata:

    Banyak yang bahagiaaa

  6. Yoga berkata:

    Puisi nya menyentuh hati

  7. Yoga berkata:

    Puisi nya menyetuh hati banget

  8. rara berkata:

    sip

  9. lucci berkata:

    menggambarkan tentang kehidupan manusia disaat sedang susah, senang, romantis dan lain sebagainya

  10. M FAREL NAZIFI berkata:

    Puisi bukan hanya sekedar karya,tapi juga menuangkan perasaan si penulis

  11. Salfa berkata:

    Bagusss

  12. Salfa berkata:

    Kisahnya sungguh sangat bagus dan alurnya pas

  13. Nata berkata:

    Puisi yang keren, penggunaan kata juga bagus setiap kalimatnya keren banget

  14. Ahmad Hasan berkata:

    Hatur nuhun

  15. Ahmad Hasan berkata:

    Unik

  16. Yuds berkata:

    Hebat, sangat romantis

Komentar Anda?