Menu
Menu

Kegiatan bersama Klub Buku Petra dan Seminari Pius XII Kisol.


Oleh: Gregorius Santur |

Siswa SMA Seminari Pius XII Kisol. Ketua Kelompok Minat Bengkel Kata Sanpio (BEKAS).


Meja-meja kelas sudah tertata rapi, jam dinding di sudut ruangan juga bertik-tok dengan teratur. Dua puluh enam seminaris yang tergabung dalam kelompok minat sastra BEKAS (Bengkel Kata Sanpio) Seminari Pius XII Kisol dengan sabar menyiapkan hati dan pikiran, menunggu kedatangan lima anggota Klub Buku Petra yang akan hadir memandu acara Bincang Karya dan Kelas Berbagi bersama para seminaris penyuka sastra.

Tepat pukul 10.00 Wita, kelima anggota Klub Buku Petra tersebut menginjakkan kaki di ruangan kelas XI Sosial yang digunakan sebagai ruang pertemuan. Romo Kristo Selamat dan Frater Boy Doreng yang sebelumnya menyambut di halaman depan, ikut mendampingi serta memberikan kesempatan kepada kakak-kakak anggota Klub Buku Petra untuk berkenalan dan memoderasi seluruh rangkaian acara.

Kegiatan dilanjutkan dengan perkenalan dari kakak-kakak anggota Klub Buku Petra. Mereka adalah orang-orang yang telah cukup lama berkecimpung dan menekuni dunia satra dan kesenian. Ada Maria Pankratia, Lolik Apung, Gregorius Reynaldo, Beato Lanjong, dan Marto Rian Lesit. “Kami datang ke tempat ini untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan yang kami dapat selama ini dari kegiatan bincang karya yang kami jalankan sebagai anggota Klub Buku Petra,” ujar Ka’e Lolik pada awal perkenalan. Sebagai ketua kelompok minat BEKAS, saya kemudian memperkenalkan sejarah singkat serta dinamika yang sudah terjadi di dalam kelompok minat BEKAS.

BEKAS berdiri pada tanggal 08 Februari 2015 oleh RD Yoris Dampuk dengan Mensi Arwan sebagai ketua pertamanya. Tapi kelompok minat ini baru mulai eksis sejak tahun 2016. Kelompok minat ini berfokus pada upaya meningkatkan minat sastra dan seni teater pada anggotanya. BEKAS juga rutin melakukan kegiatan penerbitan majalah dinding tiap sebulan sekali dan melakukan pertemuan singkat pada waktu yang ditentukan bersama yaitu pada Kamis malam. Selain itu, kelompok minat ini juga aktif mengisi acara Malam Kelompok Minat dengan menghadirkan teater singkat, musikalisasi puisi, dan deklamasi.

***

Kegiatan yang berlangsung pada hari Minggu, 19 Desember 2021 ini memakan waktu kurang lebih 7 jam dan berbicara seputar dunia cerpen. Mulai dari Bincang Karya Cerpen Kasmir dan Kina karya Afryantho Keyn yang pernah ditayangkan di Bacapetra.co di ruang kelas XI Sains untuk kelompok pertama, dan cerpen Sekotak Kartu karya Yuan Jonta yang juga pernah ditayangkan di Bacapetra.co di ruang kelas XI Sosial untuk kelompok kedua. Dalam kegiatan pertama ini tiap seminaris diminta untuk membaca cerpen lalu mengutarakan refleksi dan pandangannya terkait cerpen yang dibaca. Kegiatan bincang cerpen ini dipantik oleh kakak-kakak anggota Klub Buku Petra. Ka’e Beato untuk cerpen Kasmir dan Kina. Ka’e Marto untuk cerpen Sekotak Kartu.

Dalam kelas Sekotak Kartu, hal yang paling sengit diperdebatkan adalah judul cerita. Ada yang menganjurkan agar judul cerpen itu diganti sebab tidak sesuai dengan tubuh cerita. Namun, hal ini mendapat tanggapan dari teman-teman yang lain, di antaranya judul cerpen itu tetap tepat sebab keseluruhannya sudah bercerita tentang perjudian-perjudian hidup yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita. “Judul itu merupakan judul tersirat dan ia tidak perlu dihadirkan dalam tubuh tulisan,” kata salah seorang siswa yang bernama Sakti.

Cerpen berjudul Sekotak Kartu ini sendiri bercerita tentang seorang bernama Marungge yang sering mengalami pasang surut dalam hidupnya. Baginya, menilik dari filosofi kartu ayahnya, hidup ini adalah saat ‘berjudi’ di mana tiap orang harus berani melangkah dan mengambil risiko.

Sedangkan dalam kelas Kasmir dan Kina, perbincangan mengenai konflik antara laki-laki dan perempuan menjadi yang paling dominan. Oleh Kina, Kasmir dianggap tidak cukup mampu menjadi suami yang baik secara ekonomi. Hampir semua peserta bincang buku yang notabene laki-laki, tidak melihat kekeliruan pada Kasmir, sebab Kasmir sudah berusaha semampu tenaga, hanya saja dia belum beruntung karena harus bertarung dengan alam laut yang sulit diprediksi. Diskusi menjadi makin menarik ketika Ka’e Maria Pankratia, satu-satunya perempuan di dalam ruangan itu ikut mengutarakan pendapatnya. Ia kurang setuju jika Kina sebagai tokoh perempuan di dalam cerita ini terus disudutkan. Sebagai seorang perempuan, selalu ada beberapa alasan ketika mereka menekan (memaksa) pasangannya untuk melakukan sesuatu. Salah satu pertimbangannya adalah juga untuk menjaga dan mempertahankan posisi pasangannya sehingga tidak diremehkan oleh keluarga atau orang-orang di sekitarnya.

Cerpen Kasmir dan Kina sendiri bercerita tentang hubungan antara suami istri yang diwarnai konflik hanya karena masalah yang bagi sebagian besar orang mungkin sepele. Kisah cinta mereka yang manis menjadi retak lantaran sang istri-Kina-memaksa Kasmir untuk pergi mencari ikan di laut padahal cuaca sedang tak baik-baiknya. Kasmir yang terlampau cinta dengan istrinya mau tak mau pergi melaut tetapi pada akhirnya ia pulang juga dengan tangan kosong. Hal ini membuat istrinya yang sudah cerewet bertambah cerewet dan membuat Kasmir pusing sendiri menghadapinya.

Setelah kegiatan Bincang Karya, para peserta diberi kesempatan untuk beristirahat sambil menikmati santap siang. Kegiatan lalu dilanjutkan dengan belajar dan latihan menulis cerpen dalam Kelas Berbagi. Dalam kegiatan ini, anggota Klub Buku Petra membagikan pengalaman tentang kiat-kiat dan strategi-strategi dalam menulis cerpen. Kegiatan berjalan seru dan menyenangkan yang diselingi dengan guyonan singkat dari kakak-kakak pemateri serta kudapan manis nan nikmat yang disiapkan Sie Konsumsi BEKAS yang menjaga mata senantiasa melek dan otak terjaga.

“Saya sama sekali tak menyesal dan malah merasa terhormat bisa mendapatkan ilmu langsung dari ahlinya,” ujar Peten Lagut, salah seorang anggota BEKAS saat dijumpai seusai kegiatan. “Lewat kegiatan ini saya akhirnya tahu bagaimana cara membuat cerpen yang baik dan menarik lewat tips-tips membuat pembuka yang baik yaitu dengan strategi Tiga Kata. Kami memilih tiga kata untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah paragraf pembuka yang tidak klise, cara menceritakan yang menarik seperti dengan show, don’t tell dimana kami diarahkan untuk lebih terperinci menjelaskan bukan sebatas bercerita, dan tak lupa menambahkan indra dan mengurangi dialog yang tak perlu. Saya juga belajar bagaimana penutup yang tak mudah ditebak membuat cerita menjadi lebih menarik dan berkesan. Bukan hanya itu, lebih jauh saya akhirnya tahu bahwa cerpen bukan sekadar media untuk menghibur tapi untuk menyuarakan isi hati, kritik dan aspirasi kepada sesama,” kata seorang seminaris yang bernama Prima.

Sayang seribu sayang, kegiatan ini harus berakhir tepat pukul 17.00 WITA. Kami bersama-sama menghantar pulang ka’e-kae dari Klub Buku Petra dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Meskipun singkat, pertemuan ini terasa meninggalkan sesuatu yang bermakna. Sesuatu yang bermakna itu pun sulit dijelaskan.

Cerpen punya makna dan bahkan tugas yang penting, bukan sebatas media untuk menghibur hati yang gundah-gulana. Seperti kata penulis termahsyur Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, menulis berarti menjadikan diri dan apa yang kita tulis abadi, sebab menulis adalah bekerja untuk keabadian. Kegiatan semacam ini adalah kegiatan yang harus terus diadakan, bukan hanya di Seminari Pius XII Kisol tetapi di seluruh tanah Manggarai dalam rangka meningkatkan minat dan budaya literasi. Semangat terus para pegiat sastra! Pada mulanya adalah kata.


Baca juga:
Flores Writers Festival: Meja Cerita dan Masa Depan
Merayakan Perjumpaan Melalui Literasi Bergerak

Yayasan Klub Buku Petra membuka ruang bagi sekolah-sekolah yang ingin bekerja sama meningkatkan minat baca siswa melalui program Bincang Buku Sekolah. Hubungi kami via Facebook, Instagram, Twitter: Klub Buku Petra.


Komentar Anda?