Menu
Menu

Aksilarasi: aksi, selaras, dan sinergi.


Oleh: Adrianus Prima Putra |

Lahir di Poka – Manggarai Barat. Pernah kuliah Filsafat di Ledalero, selesai tahun 2015. Sekarang bekerja sebagai pemandu wisata di Labuan Bajo. Salah satu Peserta Program Aksilarasi Labuan Bajo oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  Republik Indonesia, Subsektor Penerbitan. 


Aksilarasi: Melengkapi Kekurangan Narasi

Dalam beberapa diskusi bersama para pelaku wisata di Labuan Bajo, isu yang selalu dibahas adalah soal narasi, baik itu narasi sejarah dan budaya maupun narasi alam dari destinasi wisata yang ada di wilayah Pulau Flores dan secara spesifik di Labuan Bajo. Ditemukan bahwa, narasi yang ada belum optimal dalam menjelaskan objek; kurang memengaruhi wisatawan untuk tinggal lebih lama di Labuan Bajo. Selain itu, beberapa situs spesifik di dalam kota seperti tempat ibadah, rumah khas suku-suku yang mendiami kota, serta sejarah di balik nama jalan juga tidak memiliki kisah yang kuat.

Lalu tibalah suatu hari di bulan Agustus 2020, Boe Berkelana –seorang kawan sesama pemandu wisata –mengajak saya untuk terlibat dalam program aksilarasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia menjelaskan tahapan kegiatan ini yang diawali dengan proses penggalian data dari para narasumber. Beberapa minggu kemudian, saya dan Boe pun bersama-sama mengumpulkan data untuk persiapan penulisan narasi. Pengumpulan data ini juga dilakukan oleh beberapa teman lain di wilayah Labuan Bajo, Lembor, dan Ruteng.

Pada pertengahan bulan September 2020, tahapan prainkubasi Aksilarasi pertama dimulai. Ini adalah tahap awal di mana semua anggota tim bertemu dan saling mengenal. Perjumpaan dengan seluruh peserta menjadi momen interaksi yang sangat bermanfaat karena ada kesempatan saling belajar. Komposisi peserta yang datang dari latar belakang berbeda seperti guru, dokter, pemandu wisata, pelajar, pegiat kuliner, penulis buku, dan pustakawan sungguh memperkaya satu sama lain.

Aksilarasi sendiri merupakan akronim dari aksi, selaras, dan sinergi, sebuah program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia di Labuan Bajo yang meliputi beragam sektor. Pengumpulan data dan penulisan narasi menjadi tugas utama dari Subsektor Penerbitan.

Kegiatan utama selama prainkubasi ini adalah mempelajari materi-materi penting yang diberikan para narasumber secara daring.  Para mentornya yakni Wiwin T. Wiyonoputri memberikan materi tentang Jalur Jelajah Berbasis Penceritaan, Farid Mardiyanto dari Jakarta Good Guide yang memaparkan seluk-beluk Walking Tour, dan Windy Ariestanty yang memberikan materi tentang Elemen Dasar Storytelling. Selain itu ada juga Felix K. Nesi; penulis novel Orang Orang Oetimu yang membagikan materi tentang Menulis Fiksi dan Dicky Senda dari Komunitas Lakoat Kujawas yang lebih banyak membicarakan semangat dan agenda-agenda komunitas. Windy Ariestanty dan Dicky Senda juga merupakan pendamping kami selama program Aksilarasi ini.

Selain kegiatan belajar bersama secara daring, selama masa pra-inkubasi kami mulai mengumpulkan bahan untuk tulisan. Bahan-bahan dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber serta membaca buku atau tulisan yang berkaitan dengan tema tulisan. Kami diminta menggali kembali berbagai kisah tentang tradisi dan budaya, adat istiadat, serta lingkungan sosial masyarakat Manggarai (khususnya di Manggarai Barat), baik yang berada di pegunungan maupun di pesisir. Juga tentang cara hidup, pengolahan makanan dari hasil alam yang ada di sekitar, kesenian dan keterampilan yang berkembang dari masa ke masa, kepercayaan yang melekat dan masih dipertahankan hingga kini, dan masih banyak lagi. Kopi, sopi, songke, ikan cara, adalah sebagian dari topik-topik penting yang kami kerjakan.

Proses menjadi menarik sebab setiap peserta diberi kesempatan untuk belajar mengolah bahan yang digali menjadi tulisan yang sesuai dengan outline/kerangka tulisan yang telah disepakati bersama pada pertemuan awal bersama tim kreatif. Tulisan-tulisan tersebut kemudian diteruskan kepada Kak Windy dan Dicky untuk dievaluasi. Bahan evaluasi tim kreatif tersebut juga dibahas bersama dalam setiap pertemuan daring.

Tim kreatif terus mendampingi proses selama pra-inkubasi ini hingga tulisan dikirim kepada tim editor. Dari tangan editor, tulisan-tulisan yang telah dicermati satu per satu mendapat berbagai catatan rekomendasi untuk perbaikan. Tulisan kemudian dikembalikan kepada kami untuk selanjutnya disunting menjadi lebih bagus dan layak dibaca. Revisi tulisan ini dibahas bersama secara daring yang sudah diagendakan untuk mendengarkan masukan dari sesama anggota penulis. Proses ini memperkaya sesama anggota tim sebab selalu ada masukan-masukan yang positif dan perbaikan mendasar tentang topik-topik yang tengah dituliskan oleh masing-masing peserta.

Awal bulan November 2020, masa inkubasi dimulai. Tim kreatif dan para narasumber lokakarya, yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda di Indonesia, datang ke Labuan Bajo untuk melaksanakan agenda inkubasi bersama tim kreatif lokal dan para peserta. Tim penulis lokal yang berjumlah 30 orang dibagi menjadi dua kelompok. Dua kelompok ini melaksanakan lokakaryanya di dua tempat berbeda yakni Lembor dan Labuan Bajo. Ada 10 orang peserta dari Ruteng dan Lembor yang mengikuti lokakarya di Lembor Selatan. Lokakarya ini mengupas teknik dan metode penulisan kreatif yang diberikan oleh Fatris M.F., penulis buku perjalanan berjudul Kabar Dari Timur.

Jadwal lokakarya untuk peserta di Labuan Bajo dilaksanakan di Watu Langkas, 5 kilometer jaraknya ke arah timur di luar kota Labuan Bajo bersama pemateri Fatris M.F dan Farid Ardian. Farid membagikan pengalaman seputar walking tour yang telah ia geluti di Jakarta Good Guide. Dua lokakarya ini sangat bermanfaat untuk penulisan narasi dalam buku dan peta.

Pada salah satu sesi okakarya, kami diajak untuk melakukan uji coba virtual tour berdasarkan narasi yang ada di dalam peta yang tengah kami kerjakan. Para peserta yang menulis tentang peta berperan aktif dalam menyiapkan virtual tour. Antusiasme para peserta dalam mengikuti seluruh proses lokakarya menjadikan kesempatan ini sebagai wahana belajar bersama yang menggembirakan.

Hasil kerja dan proses dalam selama pra-inkubasi dan inkubasi ini ditampilkan dalam uji publik secara daring bersama subsektor lainnya yang telah melewati proses inkubasi Aksilarasi Pertama. Tim kreatif pusat dan lokal yang diwakili oleh Dicky Senda dan Boe Berkelana membagikan kepada publik seluruh proses yang dilalui oleh seluruh peserta dan tim penulis. Uji publik ini disaksikan oleh pejabat dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Pemda Manggarai Barat, dan masyarakat umum dari berbagai wilayah nusantara. Video virtual tour yang menjadi salah satu hasil penting dari proses penggalian narasi, ditampilkan juga dalam uji publik ini. Selain itu, tulisan-tulisan dan peta yang telah digarap dalam Tiga Buku Seri Labuan Bajo (Labuan Bajo Labuhan Warisan, Labuan Bajo Labuhan Rasa, Labuan Bajo Labuhan Nusa dan Laut) dan Lima Peta Jelajah (Peta Jelajah Jalur Kota Lama, Peta Jelajah Jalur Utara, Peta Jelajah Jalur Komodo, Peta Jelajah Jalur Rinca, dan Peta Jelajah Situs Penyelaman) yang masih harus melewati beberapa tahapan lagi, juga didesain dalam bentuk dummy buku dan peta untuk dipresentasikan pada kesempatan ini.

Kegiatan uji publik ini menjadi tahap akhir dari program Aksilarasi Pertama Labuan Bajo. Para peserta dan tim kreatif tetap menjalin komunikasi untuk memperbaharui informasi terkait perkembangan narasi dalam buku dan peta.

Tiga bulan setelah Aksilarasi Pertama berlalu, bulan Maret 2021, kami dihubungi kembali untuk menanyakan kesediaan mengikuti tahapan Aksilarasi Kedua dari Subsektor Penerbitan. Agenda penting dalam aksilarasi yang kedua kali ini adalah penyuntingan Seri Buku Labuan Bajo dan Lima Peta Jelajah.

Setelah mendapatkan konfirmasi dari peserta, masa prainkubasi kedua pun dimulai. Prainkubasi dilaksanakan selama satu bulan. 1 Maret – 31 Maret 2021. Selama prainkubasi kedua, para peserta, tim kreatif, dan editor melakukan perjumpaan secara daring untuk memeriksa kembali tulisan dan peta yang telah dikerjakan selama aksilarasi yang pertama, serta mengidentifikasi data-data yang membutuhkan penelusuran lebih jauh dan validasi dari para narasumber. Sesi Penyuntingan ini didampingi oleh Gita Ramadona dan Widyawati Oktavia selaku editor. Keduanya merupakan founder dan co-founder Penerbit SigiKata. Untuk menunjang tahapan ini, kami juga diberikan lokakarya tentang Pengkurasian Foto bersama Marrysa Tanjung Sari; seorang street photographer.

Baca bagian selanjutnya: Menarasikan Tradisi

[nextpage title=”Menarasikan Tradisi”]
Setelah sebulan pra-inkubasi selesai, selama dua pekan (6 – 20 April 2021) para peserta dipertemukan di Labuan Bajo untuk melanjutkan proses penyuntingan, sembari belajar memperdalam materi swasunting secara luring dengan kedua editor.

Lokakarya ini dilaksanakan di dua tempat, yakni di Bintang Flores dan La Boheme. Dua hotel ini dijadikan ‘sekolah’ bersama oleh seluruh peserta selama dua pekan.

Para peserta juga dibekali materi tentang Public Speaking yang dimentori oleh Theoresia Rumthe. Kemampuan berbicara di depan umum menjadi salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh para penulis, sebab menulis dan berbicara adalah dua kemampuan penting yang saling berkaitan, yang harus dikuasai oleh siapa saja yang ingin berkecimpung dalam bidang penerbitan. Ada banyak latihan dan tugas selama lokakarya ini yang harus kami kerjakan, yang juga menjadi tantangan menyenangkan bagi seluruh peserta.

Pada masa inkubasi ini, kami juga diajak mengunjungi Dapur Tara dan Pulau Papagarang, dua lokasi yang menyimpan cerita yang perlu digali dan dinarasikan kembali dalam kerja-kerja penulisan yang tengah berlangsung.

Di Dapur Tara, kami bertemu Kaka Liz dan Komunitasnya yang memberi kami kesempatan untuk melihat langsung proses pengelolaan beberapa makanan khas tradisional Manggarai, di antaranya, nasi kolo, nasi bongkar, ute lomak, manuk suing, kue cucur, serabi, serta penganan lainnya. Setelah melihat langsung prosesnya, bersama tim kreatif, para peserta duduk melingkari meja yang telah berisi menu-menu tersebut, kemudian dengan menggunakan kelima indera, masing-masing mulai mengidentifikasi warna, berbagai bumbu dan rempah yang terdapat di dalam makanan melalui aroma yang tercium oleh hidung, tekstur dan rasa setiap makanan yang muncul ketika makanan tersebut dikecap. Identifikasi ini dilakukan sebagai salah satu cara membantu para peserta dalam menuliskan warisan para leluhur berupa makanan dan minuman yang diolah dari beragam hasil bumi, kekayaan alam tanah Manggarai.

Para peserta juga menghabiskan satu hari penuh menjelajahi salah satu pulau yang masuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Komodo, Papagarang. Menggunakan Ojek Perahu Motor yang merupakan transportasi massal masyarakat setempat, kami menempuh kurang lebih dua jam perjalanan hingga tiba di Papagarang. Tiba di lokasi, kami bertemu dengan Bapak Kepala Desa, yang juga adalah Kepala Desa  termuda di Kabupaten Manggarai Barat saat ini. Beliau membagikan banyak cerita terkait pulau yang pernah memiliki tradisi pangamandeang atau ngamande ini.

Ngamande adalah sebuah tradisi musiman yang mengandung kebijaksanaan lokal yang perlu diabadikan, salah satu cara menangkap ikan dengan kamande (buah tuba). Dahulu, setiap memasuki bulan kelima atau bulan keenam dalam sistem penanggalan masehi, adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh warga Papagarang. Pada masa-masa ini kumpulan ikan bulawis memenuhi laut Papagarang. Sebelumnya seluruh warga bersepakat untuk menunda penangkapan selama beberapa bulan hingga tiba periode untuk melakukan penangkapan ikan bersama dengan cara ini. Sampai hari ini, ngamande masih tetap dijalankan di desa nelayan Papagarang, meski tak seramai masa lalu, sebab yang masih melakukan aktifitas ini hanya segelintir orang yang memiliki peralatan lengkap.

Hasil dan Tindak Lanjut

Selama inkubasi, para peserta yang menggarap narasi peta jelajah bersama tim kreatif, kedua editor, dan tim kementrian, juga melakukan uji coba walking tour berbasis narasi dari salah satu peta yang sedang dikerjakan, yaitu Peta Jelajah Kota Lama. Dalam walking tour ini, diukur kesesuaian antara narasi dengan kondisi situs spesifik serta estimasi waktu yang dibutuhkan. Evaluasi untuk memperkaya narasi disampaikan oleh tim kreatif dan editor.

Akhir dari seluruh proses inkubasi selama dua minggu, para peserta dan tim pendamping mempresentasikan hasil kerja sejak proses pra-inkubasi hingga inkubasi selesai. Tiga Seri Buku Labuan Bajo dan Lima Peta Jelajah Labuan Bajo diperkenalkan di hadapan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat.

Hadir pada kesempatan ini; Bapak Dr. Mohamad Amin selaku Direktur Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan, Ibu Linda Suryani selaku Koordinator Industri Kreatif Penerbitan dan Jajarannya—yang juga menemani para peserta berproses selama dua minggu inkubasi di Labuan Bajo—dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Bapak Agustinus Rinus. Presentasi ini sekaligus mempraktikkan materi public speaking yang telah dilaksanakan saat inkubasi.

Program Aksilarasi yang dilakukan selama enam tahun ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan pariwisata Labuan Bajo. Diuraikan oleh Pak Amin, manfaat Aksilarasi ini mencakup tiga faktor yakni, pertama outcome; berapa jumlah produk/karya kreatif unggulan yang tercipta, kedua intermediate outcome; berapa jumlah sociopreneur yang tercipta, ketiga ultimate outcome; dampak produk/karya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Uraian tahapan Aksilarasi yang dilakukan enam tahun tersebut adalah sebagai berikut: tahun pertama adalah tahap penjajakan bentuk dan model pengembangan. Tahun kedua hingga kelima merupakan tahap pengembangan karya. Lalu tahun keenam, adalah tahun untuk menilai sejauh mana aksilarasi memberikan manfaat bagi kemandirian ekonomi masyarakat.

Tiga seri buku Labuan Bajo dan Lima Peta Jelajah adalah karya bersama para peserta yang dihasilkan selama berproses di tahun pertama dan kedua. Selanjutnya masih ada kerja yang dilakukan untuk menyempurnakan karya-karya ini sehingga secara tidak langsung memberikan berbagai manfaat bagi para peserta dan masyarakat secara umum dalam kaitannya dengan kerja-kerja penulisan dan penerbitan.  Sebelum buku dan peta dicetak, seluruh tim masih harus terus bekerja untuk meyempurnakan semua narasi yang telah terkumpul agar dapat menjadi karya yang dapat memberikan dampak baru bagi perkembangan pariwisata Labuan Bajo, sekaligus mengisi kekurangan yang selama ini tidak pernah menjadi perhatian kita, kisah-kisah warisan leluhur yang harus terus dinarasikan turun temurun bagi anak cucu kita.(*)


Baca juga:
Mengunjungi Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng
Merayakan Perjumpaan Melalui Literasi Bergerak

Komentar Anda?