Menu
Menu

25 Maret 2021, perpustakaan digital yang diberi nama Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng diluncurkan. Apa itu?


Oleh: Gregorius Reynaldo |

Pustakawan Klub Buku Petra dan Penyiar Radio Manggarai


Pandemi Covid-19 sudah berlangsung lebih dari setahun dan sampai hari ini kita masih bertanya-tanya: kapan pandemi akan selesai? Mungkin tahun depan, beberapa tahun lagi, atau mungkin kita akan mengalami ini seumur hidup; memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan setiap kali beraktivitas di luar rumah.

Sekolah jadi sepi. Sebagian kegiatan komunal dilarang. Sebagiannya lagi diizinkan tetapi dengan pembatasan yang ketat. Sebagai gantinya, sekolah dan ruang kerja dipindahkan ke rumah. Kelas yang dulunya dilaksanakan tatap muka kini dialihkan ke sejumlah platform pertemuan daring seperti zoom meeting, google classroom, atau whatsapp group.

Pandemi ini memaksa sekolah-sekolah berinovasi dan mencari cara untuk tetap terhubung dengan siswanya melalui kelas daring dan menjamin kelas daring ini sama efektifnya dengan luring.

Salah satu inovasi tersebut dilakukan oleh SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng, yang pada 25 Maret lalu merilis perpustakaan digital yang diberi nama Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng dan kelompok literasi Lodok Gejur de Saverian.

Saya bertemu Romo Martin Wilian selaku Kepala Sekolah SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng dan Ocha Suwandini sebagai Pustakawati sekaligus yang mengoperasikan perpustakaan digital ini, dan bertanya kepada mereka soal proses membangun perpustakaan digital dan bagaimana kinerja perpustakaan ini setelah sebulan berjalan.

Bagaimana ide awal membangun perpustakaan digital ini?

RD Martin Wilian: Ide untuk bikin perpustakaan digital ini sebenarnya sudah muncul sejak lama. Selama pandemi ini, siswa harus belajar dari rumah dan tidak ada kegiatan belajar mengajar tatap muka di kelas. Jadi, semua online. Kita hadirkan perpustakaan (digital) ini supaya anak-anak tetap bisa mengakses buku-buku dari rumah mereka masing-masing.

Berapa lama waktu dibutuhkan untuk membangun perpustakaan ini dan bagaimana prosesnya?

Ocha Suwandini: Setelah dengar arahan dari Romo Martin, kemarin kita persiapkan perpustakaan ini dua minggu sebelum launching tanggal 25 Maret kemarin, dan kita beri nama Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng. Untuk aplikasinya, kami bermitra dengan PT. Enam Kubuku Indonesia.

Bagaimana cara perpustakaan digital ini bekerja?

Ocha: Secara sederhana, di perpustakaan digital ini, sekolah menyediakan        e-book yang bisa dipinjam oleh anggota perpustakaan dengan jangka waktu satu hari untuk satu buku. Untuk keanggotaan sendiri, belum bisa diakses untuk publik. Digilib ini hanya bisa diakses siswa, para guru dan pegawai SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng. Siswa bisa mengunduh aplikasinya di playstore dan login menggunakan email dari Kemendikbud. Nantinya, siswa yang sudah mengunduh aplikasi dan masuk menggunakan email Kemendikbud masih harus melewati tahap konfirmasi yang dilakukan oleh admin sebelum benar-benar mengakses perpustakaan digital ini.

Buku apa saja yang tersedia di perpustakaan digital ini?

Ocha: Sebagian besar masih buku-buku pelajaran yang dibutuhkan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, baik oleh para siswa/i maupun para guru. Sepuluh besar per kategorinya yaitu, Ilmu Pengetahuan Umum 273 koleksi, Sosial 258 koleksi, Bahasa dan Sastra 256 koleksi, Sekolah Menengah Atas (SMA) 125 koleksi, Ekonomi 117 koleksi, Matematika dan Sains 112 koleksi, Kesehatan 100 koleksi, Sejarah 84 koleksi, Pendidikan 78 koleksi, dan yang terakhir Studi dan Pengajaran 65 koleksi.

Sementara itu, untuk 10 besar per sub kategorinya, Ilmu Pengetahuan Umum 136 koleksi, Sekolah Menengah Atas (SMA) 125 koleksi, Olahraga 100 koleksi, Sejarah 84 koleksi, Bahasa Indonesia 73 koleksi, Pendidikan 70 koleksi, Geografi 63 koleksi, Ekonomi 63 koleksi, Biografi 61 koleksi, dan Sosiologi 61 koleksi.

Kita semua tahu bahwa keuntungan perpustakaan digital seperti ini memudahkan orang-orang untuk mengakses. Kira-kira apalagi keuntungan yang didapat anggota perpustakaan dari aplikasi ini?

RD Martin: Selain perpustakaan yang bisa diakses setiap waktu dan dari mana saja, pengguna aplikasi Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius juga bisa menggunakan akun yang sama untuk mengakses perpustakaan lain seperti perpustakaan digital daerah dan perpustakaan provinsi. Hal ini tentu saja membantu siswa untuk mendapat lebih banyak referensi buku untuk dibaca. Perpustakaan digital ini juga punya lebih banyak pilihan buku dibanding perpustakaan fisik. Selain itu, aplikasi ini juga memudahkan kami untuk memantau dan melakukan perhitungan harian jumlah kunjungan dan peminjam buku di perpustakaan.

Kalau kelemahannya?

Ocha: Sampai saat ini kami masih kekurangan buku untuk mengimbangi jumlah anggota perpustakaan. Pada awal perilisan, ada 295 judul buku dan 305 eksemplar yang kami siapkan untuk anggota perpustakaan. Sampai saat ini, jumlahnya sudah bertambah menjadi 393 judul buku dan 408 eksemplar. Jumlah ini pun masih belum cukup, mengingat anggota perpustakaan sampai saat ini sudah berjumlah 683 anggota aktif. Ini juga belum semua. Total, ada sekitar 1200 siswa, guru, dan pegawai yang akan menjadi anggota perpustakaan. Ini juga yang menjadi alasan kenapa aplikasi digilib ini belum bisa kami buka untuk publik.

Apa harapan ke depannya setelah perpustakaan ini hadir?

RD Martin: Kami sedang berusaha untuk menambah koleksi buku untuk perpustakaan digital ini ke depannya. Juga secepatnya semua siswa dan guru sudah menjadi anggota aktif di perpustakaan digital.

*

Di sela-sela obrolan, kepada saya diperlihatkan tampilan aplikasi digilib tersebut. Sekilas, aplikasi itu mirip dengan aplikasi milik Perpustakaan Nasional dan sejumlah perpustakaan digital yang dikelola oleh sejumlah kampus.

Kelompok Literasi Lodok Gejur de Saverian

Lodok Gejur de Saverian adalah nama yang dipilih untuk Kelompok Literasi Sekolah di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng. Kelompok literasi ini resmi berdiri sebagai bagian dari sekolah setelah diresmikan oleh Bupati Manggarai, Hery Nabit, bersamaan dengan peluncuran Perpustakaan Digital (Digilib) SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng pada tanggal 25 Maret 2021.

Nama Lodok Gejur de Saverian diambil untuk menunjukkan bahwa literasi membutuhkan bukan hanya kerja keras tetapi juga kerja kolaboratif. Dalam masyarakat Manggarai, lodok adalah pusat lahan yang dari sana ditentukan batas-batas lahan garapan yang dikerjakan dan dimiliki oleh tiap-tiap kepala keluarga. Setiap insan Saverian tentu saja perlu bekerja keras meningkatkan minat baca sekaligus bekerja sama membangun suatu budaya literasi di sekolah. Filosofi lodok juga menggambarkan betapa literasi menjadi pusat peradaban sekolah. Selain lodok, kata gejur yang juga dipilih dari bahasa Manggarai mengandung arti rajin dan penuh semangat kerja.

Mengapa Perlu Ada Kelompok Literasi di Sekolah?

Sejak tahun 2015 silam, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakkan Program Literasi Nasional di Sekolah. Dasar hukum program ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015, tentang Penumbuhan Budi Pekerti melalui Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Pilihan untuk mengadakan program literasi di sekolah konon adalah strategi untuk menanggapi keadaan darurat literasi, di mana Indonesia selalu berada di posisi buntut dalam pemeringkatan Programme for International Students Assessment (PISA). PISA adalah pemeringkatan internasional prestasi belajar siswa sekolah menengah dalam bidang literasi membaca, numerasi, dan sains di 70-an negara. Setelah program literasi nasional dicanangkan tahun 2015, pada tahun 2019 prestasi pelajar Indonesia dalam bidang literasi membaca tetap berada di posisi 72 dari 77 negara. Selain itu, skor numerasi dan sains pelajar Indonesia masih berada di posisi 72 dan 70 dari 78 negara.

“Data-data pemeringkatan PISA ini menunjukkan betapa rendahnya kualitas membaca pelajar Indonesia. Kita perlu menyadari bahwa sebagai bagian dari Indonesia kita tentu memberikan kontribusi bagi rendahnya peringkat itu. Kita memang sering membaca, tetapi bahan bacaan kita adalah potongan status curahan hati orang-orang patah hati di media sosial,” papar Frater Anno yang merupakan pendamping dari kelompok literasi ini.

Ditambahkannya, dengan kesadaran, kemauan, tekad, dan keberanian yang masih merangkak, mereka membentuk Lodok Gejur de Saverian, sebuah komunitas literasi yang merangkul setiap orang yang ada di dalam lingkungan Saverian. “Dalam bayangan kami, komunitas ini akan menjadi unsur yang mendorong tercapainya budaya literasi sekolah di lingkungan Saverian. Target utama kami adalah semua insan Saverian mencintai buku dalam berbagai bentuknya serta menyukai koran dan majalah. Target lain adalah pencapaian siswa dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), yaitu prosedur penilaian pengganti Ujian Nasional,” pungkasnya.

Harus diakui, masa darurat penyebaran Covid-19 menjadi kendala paling besar dalam menjalankan program-program literasi di sekolah. Namun demikian, LG d Saverian punya cara tersendiri dalam menjalankan programnya. Kegiatan literasi selama ini dilaksanakan secara daring.

Setiap awal bulan, siswa diberikan satu buku atau artikel bacaan atau soal analisis numerik oleh guru pendamping melalui aplikasi Google Classroom dan Google Meet. Siswa diminta untuk menganalisis teks-teks tersebut dan membuat teks baru berdasarkan pemahaman dan gaya bahasa mereka. Proses pengerjaannya dibimbing oleh seorang guru melalui Google Meet selama 2 kali pada pertengahan bulan. Pada akhir bulan, teks yang mereka hasilkan dikumpulkan dan dipresentasikan secara daring di hadapan guru pendamping. Untuk sementara, teks-teks tersebut disimpan untuk kemudian dipublikasikan dalam bentuk majalah dinding dan Tabloid.

Di akhir kunjungan, saya diajak melihat-lihat perpustakaan fisik milik SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng yang hampir satu tahun tidak lagi terbuka untuk kunjungan siswa. Selama pandemi, perpustakaan itu hanya dikunjungi guru dan pegawai yang membutuhkan referensi dan buku penunjang pelajaran. Jalur menuju perpustakaan melewati sejumlah ruang kelas yang terkunci. Di dalamnya, kursi dan meja tersusun rapi, debu memenuhi permukaannya. Setahun terakhir, wabah mengurung kita di rumah masing-masing. Sekolah sepi, perpustakaan apalagi.(*)


Foto: Peresmian Digilib dan LG d Saverian oleh Bupati Manggarai (Dok. Prokopim Manggarai).

Baca juga:
Sudah Dua Tahun Pesta Tak Mampir ke Rumah
Dari Rumah Kertas ke Rumah Sendiri yang Kokoh

1 thought on “Mengunjungi Digilib SMAK St. Fransiskus Saverius Ruteng”

  1. Jefrry. berkata:

    Apakah sampai sekarang masih berlaku google class room?

Komentar Anda?