Menu
Menu

Apa yang dilakukan Komunitas Literasi Bergerak, menjadi salah satu metode menarik untuk mengenalkan literasi.


Oleh: Maria Pankratia |

M a n u s i a


Tentang Mimpi-Mimpi Literasi

Pertama kali memutuskan datang ke Ruteng dan menetap di kota ini, bukanlah sebuah pilihan yang mudah. Tawaran yang hadir bersamaan dengan Ruteng adalah cobaan berat yang cukup sulit untuk dilalui: Jakarta, Raja Ampat, dan kembali menjadi perantauan di Bali. Hingga akhirnya Ruteng menjadi final dari perkara memilah masa depan, saya masih tidak memiliki bayangan apa pun. Apa yang akan saya lakukan di Ruteng? Tempat yang asing dengan kawan-kawan yang menawarkan kesembuhan, katanya.

Hal pertama yang kemudian saya hadapi di Ruteng adalah memulai semuanya dari yang saya sukai lebih dahulu. Bertemu orang-orang dan merayakan literasi sebagaimana biasanya. Klub Buku Petra, salah satu wadah berdiskusi tentang buku yang sudah ada sejak tahun 2013 dan orang-orangnya yang sudah berhimpun selama kurang lebih empat tahun lamanya. Selanjutnya, tentu saja orang-orang lain yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya dengan latar belakangnya masing-masing.

Di Klub Buku Petra juga, saya kemudian bertemu dengan Jeril Ngalong. Anggota baru di Bincang Buku yang bergabung sejak kegiatan ini dilakukan lagi di tahun 2019. Boleh dikatakan, kami seangkatan di Klub Buku Petra. Jeril menghubungi saya ketika ia ingin membeli novelet pertama yang kami bahas di Bincang Buku edisi Januari.

Di pertemuan pertama itulah, kami seperti sedang mencocokkan hal-hal yang sedang kami pikirkan. Hal-hal terkait literasi dan mimpi-mimpi para sarjana yang pulang kampung untuk membangun kampung halamannya, demikian ungkapan beberapa orang ketika kami membahas hal-hal semacam itu.

Jeril yang memang tumbuh di Ruteng lalu merantau ke Bali untuk melanjutkan sekolah, akhirnya memutuskan pulang dan membangun sebuah Rumah Baca yang ia beri nama Rumah Baca Aksara. Salah satu program rutin yang pertama kali ia ceritakan diberi nama Sabtu Bercerita. Adalah sebuah kegiatan akhir pekan bersama anak-anak yang tumbuh di lingkungan sekitarnya. Bersama Jeril yang mendampingi, mereka membaca buku bersama kemudian menceritakannya kembali di hadapan kawan-kawannya. Anak-anak tersebut berada di rentang usia 6-12 tahun.

“Sabtu Bercerita disambut gembira. Bukan hanya anak-anak, para orang tua juga. Hampir setiap hari Sabtu, anak-anak rame-rame ke rumah. Kebetulan sa punya beberapa koleksi buku anak, kami baca sama-sama di halaman lalu mereka ceritakan kembali yang mereka su baca. Kadang ada yang terlalu kreatif, dia maju dan cerita saja yang ada di dia pu kepala. Itu lucu sekali,” demikian tutur Jeril.

Penuturan Jeril ini, saya buktikan dengan mendatangi Rumah Baca Aksara pada suatu sabtu sore. Saya melihat semangat dan rasa percaya diri anak-anak ini di hadapan kawan-kawan mereka. Menuturkan apa yang sudah mereka baca dan mengimprovisasikannya dengan imajinasi yang ada di kepala. Sungguh kesempatan yang menyenangkan.

Sejak itu, saya jadi lebih sering mengunjungi Rumah Baca Aksara. Selain bertemu dengan anak-anak dan, membawakan bahan bacaan anak yang lama berdebu di perpustakaan Klub Buku Petra, saya juga dikenalkan dengan kawan-kawan lain yang kurang lebih memiliki minat yang sama pada dunia literasi dan karya-karya lainnya seperti, melukis, wood painting, bermusik, zain, bahkan menulis.

Selanjutnya: Literasi Bergerak, Mari Berkawan

[nextpage title=”Literasi Bergerak, Mari Berkawan”]

Kesempatan ini saya manfaatkan dengan baik. Bersama Jeril dan kawan-kawan dari beberapa komunitas di Ruteng. Ada Komunitas Sastra Hujan, Manik Art, Manggarai Arts, Scrub Ruteng, dan Buku Bagi NTT Regional Manggarai, kami menginisiasi sebuah gerakan yang kami namakan Lapak #LiterasiBergerak. Kegiatannya berupa menggelar baca dan pinjam buku gratis serta pameran karya seni seperti lukisan dan wood painting di Taman Kota Ruteng.

Kami mengundang siapa saja yang memiliki ketertarikan terhadap buku untuk datang membaca, meminjam buku, serta membagikan pengalaman membacanya. Kami akhirnya bertemu dengan kawan-kawan lain yang justru memiliki bakat luar biasa akan tetapi belum menemukan ruang untuk berekspresi. Kawan-kawan pustakawan, seniman, fotografer dan masih banyak lagi.

Kami melihat ini sebagai peluang untuk mengembangkan potensi yang telah ada di depan mata. Lingkaran ini menjadi lebih besar, juga sebagai pribadi saya pikir, membahagiakan banyak orang.

| Literasi Bergerak di Taman Kota Ruteng


Setelah lima kali menggelar Lapak Buku di Taman kota, oleh karena terbentur izin, kami akhirnya berpindah ke tempat baru. Sebuah garasi mobil milik Kaka Ited, seorang kakak yang rutin hadir dan mendokumentasikan kegiatan #LiterasiBergerak ketika masih digelar di Taman Kota Ruteng. Beliau ternyata memiliki kepedulian besar atas apa yang telah kami lakukan selama ini. Di garasi Kaka Ited, kami memulai lagi kegiatan yang sama, bertemu dengan lebih banyak lagi kawan-kawan dengan visi dan misi yang sejalan.

Hampir dua bulan menggelar buku di garasi mobil, kami akhirnya mendapatkan kesempatan luar biasa untuk mendiskusikan izin lokasi Taman Kota Ruteng dengan Bapak Wakil Bupati Manggarai pada 17 September 2019 yang lalu. Literasi Bergerak dizinkan untuk digelar kembali di Taman Kota Ruteng setiap hari Jumat dan Sabtu.

Pada kesempatan yang sama, kami menegaskan kembali jawaban dari pertanyaan Bapak Wakil Bupati tentang target dari agenda kegiatan Literasi Bergerak; kami bersama kawan-kawan dari sejumlah komunitas dan secara personal dari para seniman menyampaikan bahwa niat kami sungguh sederhana yaitu membangun ekosistem literasi di Kota Ruteng. Dalam hal ini, selain menyuguhkan buku-buku bacaan menarik, kita bisa saling berjejaring menjalin pertemanan sambil membuka peluang untuk saling mendukung, menyatukan ide dan sama-sama mewadahi kreativitas terkait pengembangan agenda kegiatan literasi.

Selain Lapak Buku, Jeril yang sehari-harinya bekerja sebagai wartawan di salah satu media online mengisi waktu dengan mengelola sebuah toko buku online. Pada bulan Agustus lalu, ketika Felix K. Nesi berkesempatan diundang oleh Klub Buku Petra ke Ruteng untuk membahas novel pertamanya Orang-Orang Oetimu, Felix kami ajak mengunjungi Rumah Baca Aksara. Topik yang dibahas tidak jauh-jauh dari literasi. Salah satunya, bagaimana mengelola toko buku online di daerah dengan ongkos kirim yang terbilang tinggi. Sebagai pengelola Toko Buku Fanu yang sudah berjalan hampir tiga tahun, Felix tentu sudah mengecap asam garam yang cukup untuk membagikannya dengan kawan-kawan di Ruteng.

Memulai toko buku online sejak tahun 2018 disebabkan banyaknya permintaan membeli buku dari Ruteng, Jeril menghadapi kendala serius terkait masalah pengiriman. Salah satu kendala peminat buku maupun penjual buku di Indonesia Timur yang hingga saat ini belum juga ada solusinya adalah tingginya ongkos kirim dari dan ke daerah di luar Indonesia Timur. Hal ini yang menjadi alasan mengapa banyak sekali kegiatan terkait literasi menjadi terhambat. Akses terhadap buku begitu sulit untuk dijangkau.

Ketika berbicara panjang lebar, Felix dan Jeril yang baru bertemu siang itu akhirnya tahu ternyata mereka telah sama-sama tergabung dalam Grup Penerbit dan Pedagang Buku Indonesia. Felix kemudian menganjurkan kepada Jeril untuk membangun kepercayaan melalui jalinan pertemanan dengan kawan-kawan penerbitan yang memang memiliki akses sekaligus kebijakan terhadap kehadiran buku-buku tersebut.

Selanjutnya: Selengka Cama Ce’e Rumah Baca Aksara

[nextpage title=”Selengka Cama Ce’e Rumah Baca Aksara”]

Sejauh ini, memang belum banyak hal yang dilakukan. Lapak Literasi Bergerak dan menjual buku-buku secara online hanyalah dua di antaranya.

Kami lebih sering berkumpul untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul sembari bermain musik dan, sesekali membaca puisi bergantian. Di tengah-tengah suasana santai inilah, ide tentang “Selengka Cama Ce’e Rumah Baca Aksara” muncul begitu saja. Selengka cama sendiri secara harafiah berarti duduk bersila (Manggarai, red). Selengka cama yang ingin dibangun dan dijalankan ke depannya adalah sebuah ruang untuk berbagi sekaligus mengapresiasi karya kawan-kawan yang ada di Ruteng. Acara ini diharapkan menjadi agenda bulanan Rumah Baca Aksara yang digelar sebulan sekali.

Sebuah buku kumpulan puisi berjudul “Mengenang Luka” karya Roy Djoat adalah buku yang dibicarakan pada Selengka Cama edisi pertama pada bulan Juli. Acara ini disambut dengan antusias, baik oleh keluarga Jeril yang setiap hari menerima kami datang dan berdiskusi hingga larut malam di rumahnya, maupun juga orang-orang di lingkungan sekitar, serta kawan-kawan lainnya.

Bagi Jeril, ungkapan bahwa kau akan lebih sering ditolak di lingkunganmu sendiri daripada di tempat lain, menjadi tidak berlaku ketika semua kawan-kawan hadir di Rumah Baca Aksara,

“Kita sering sekali membanggakan orang-orang dari luar kita. Artis, penulis, juga musisi. Padahal di sekitar kita, banyak juga yang sebenarnya punya bakat dan bisa menginspirasi kita,” ungkap Jeril

Ungkapan ini kemudian kami buktikan dengan mengadakan Selengka Cama edisi kedua. Kami menggelar Apreasiasi Karya Musik dari Oces Trisaputra Hibur. Oces adalah Mahasiswa Seni Rupa IKIP PGRI Bali yang sedang menjalani liburan semesternya di Ruteng. Dari perjumpaan dan diskusi kami berhari-hari, kami mengetahui ternyata Oces telah banyak menulis lagu untuk mengungkapkan pengalaman maupun juga kegelisahan yang ia alami selama beberapa tahun belakangan ini.

Acara ini kami laksanakan di akhir Agustus yang lalu, di mana kami berkesempatan melibatkan adik-adik SMA yang aktif bermain musik di kesehariannya. Ada Violleta Band dan The Soul Shouts Band yang anggotanya adalah gabungan siswa/i SMA Thomas Aquinas dan SMA St. Fransiskus Xaverius Ruteng. Mereka tentu saja datang membawa kawan-kawannya yang lain, sehingga terjadi banyak sekali pertukaran informasi maupun kegembiraan di malam minggu terakhir bulan Agustus itu.

Di kesempatan ini pula, Rumah Baca Aksara mendapatkan dukungan dari Klub Buku Petra yang selama ini setia bersinergi bersama dalam menjalani program literasi, Denny Creative sebagai pihak yang mendokumentasikan acara, serta UCM Event Organizer Ruteng yang menyediakan keperluan sound system untuk kebutuhan Oces dan kawan-kawan di panggung. Kehadiran Kakak Selvianus Sendo selaku owner UCM dan Romo Amanche Frank yang kebetulan sedang mengunjungi keluarganya di Ruteng menjadikan malam itu sungguh luar biasa. Romo Amanche adalah Kepala Sekolah SMPK Santo Yosep Naikoten Kupang sekaligus pegiat di Komunitas Sastra Dusun Flobamora Kupang.

| Romo Amanche dan pegiat Rumah Baca Aksara


Romo Amanche begitu terkesan dengan geliat literasi dan seni yang berlangsung di Ruteng. Beliau bahkan membacakan sebuah puisi tentang Flores bagi semua yang hadir di Rumah Baca Aksara malam itu. Sementara Kaka Sil menyampaikan sukacita mendalam bagi Jeril dan kawan-kawan, yang telah menginisiasi acara apreasiasi musik seperti malam itu. Hal yang sebelumnya tidak terpikirkan dan belum pernah dilakukan oleh orang-orang di Ruteng.

Romo Amanche dan Kak Sel menekankan hal penting yang kurang lebih sama bahwa, mengapresiasi karya tentu berbeda dengan menentukan selera. Kita harus belajar mengapresiasi karya orang terlebih dahulu, baru kemudian bisa memiliki selera yang bagus.

Selanjutnya: Apa Kata Mereka Tentang Rumah Baca Aksara dan Literasi Bergerak?

[nextpage title=”Apa Kata Mereka tentang Rumah Baca Aksara dan Literasi Bergerak?”]
Beberapa testimoni dari Jeril dan kawan-kawan yang terlibat di Rumah Baca Aksara, baik yang mengawalinya melalui Lapak Literasi Bergerak maupun juga yang datang ketika Selengka Cama digelar telah saya himpun sebagai penutup dari tulisan ini.

Semoga kesan dan harapan mereka berikut ini, memberikan semangat sekaligus suplemen untuk kerja-kerja literasi selanjutnya.

Jeril:

Kerja literasi mestilah digerakkan secara kolektif yang selain memberikan dampak bagi orang-orang banyak, terlebih dahulu harus memberi perubahan bagi siapa pun yang terlibat di dalamnya. Di Rumah Baca Aksara, kami berupaya untuk menjaga semangat kolektif itu. Segala sesuatu dipikirkan bersama-sama, masing-masing individu mempunyai hak yang sama untuk menyampaikan pendapat, juga memutuskan.

Saya melihat, di Ruteng, orang-orang masih memiliki ego yang besar. Ketika melakukan sesuatu, jika dirasa tidak menguntungkan maka dengan sendirinya pekerjaan tersebut akan ditinggalkan. Di Rumah Baca Aksara, kami berusaha mengubah cara pandang tersebut. Setiap orang memiliki porsi yang sama dan mesti tumbuh bersama-sama.

Kawan-Kawan Pustakawan (Waldy, Arin, Luis):

Rumah Baca Aksara ibarat ruang terbuka tempat untuk berkarya, menemukan referensi hidup, maupun juga kawan berdiskusi yang hangat yang secara tidak langsung membantu kita dalam menentukan cara berpikir serta melihat hidup dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai lulusan kepustakaan atau bahasa kerennya pustakawan, dahulu sebelum kembali ke Flores, tujuan kami kuliah hanya satu: kembali ke Ruteng lalu melamar dan bekerja di Perpustakaan Sekolah atau Perpustakaan Kampus atau Perpustakaan Pemerintah.

Pandangan tersebut drastis berubah ketika melihat Ka Jeril pertama kali menggelar buku di Taman Kota Ruteng bersama kawan-kawan Komunitas Kolektif. Kami merasa sangat terganggu. Bukankah seharusnya kegiatan seperti ini muncul dari orang-orang yang mengenyam pendidikan terkait literasi khususnya buku, seperti kami?

Kami memang pernah memiliki ide yang kurang lebih sama, sayangnya kami lama mengumpulkan niat dan semangat untuk melaksanakannya hingga akhirnya sudah keduluan orang lain. Ketika ide untuk membentuk Komunitas Pustawakan muncul, kami coba memikirkannya kembali. Untuk apa membuat komunitas lagi, jika kami bisa terlibat dan bekerja bersama kawan-kawan di Literasi Bergerak?

Kawan-Kawan di Lingkungan Rumah Baca Aksara (Dance, Riki, Vano, Tibo):

ketika diajak bergabung ke sini oleh Ka Jeril, yang sebenarnya sudah lama kami kenal sebagai kakak dan kawan baik, kami seperti mendapatkan tempat untuk berproses. Mengenal potensi yang ada pada diri kami sendiri, yang selama ini kami pikir kami tidak punya. Selain itu, jujur saja selama ini kami hampir tidak memiliki kesibukan apa pun selain bekerja, kami akhirnya bisa berkumpul dengan teman-teman untuk melakukan sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Oces Trisaputra:

Kalau ditanya kenapa saya memutuskan bergabung di Rumah Baca Aksara dan apa yang saya dapatkan setelah bergabung di sini? Pada awalnya, saya sendiri tidak yakin bisa bergabung di sini karena saya bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi. Akan tetapi, setelah berada di sini, saya sadar banyak sekali yang saya dapatkan di Rumah Baca Aksara.

| Salah satu kegiatan di RUmah Baca Aksara


Dari kesulitan untuk bergaul, saya kemudian mendapatkan kawan-kawan yang saling terbuka satu sama lain dan setiap saat bersedia untuk saling berbagi dan bertukar pikiran. Semua di sini sudah seperti keluarga, saling mendukung dan memberi motivasi, juga kritik yang membangun antara satu sama lain. Tidak ada aturan yang mengikat, semua orang bebas untuk berekspresi.

Saya melihat, di Rumah Baca Aksara, tidak ada pemimpin di sini, melainkan suluh – yang memberi penerangan dan rasa nyaman bagi satu sama lain.

Sony:

Sebagai lulusan Sarjana Pendidikan, bagi saya sebagian besar pengajar yang saat ini mengajar di sekolah-sekolah semata-mata karena itu merupakan profesi atau pekerjaan yang harus dijalani demi memenuhi kebutuhan hidup. Apa yang dilakukan Komunitas Literasi Bergerak, menjadi salah satu metode menarik untuk mengenalkan literasi sekaligus meningkatkan minat baca anak-anak hingga orang dewasa yang sebenarnya menjadi bagian dari keseharian para pengajar tersebut.

Indra:

Saya melihat hal positif dari Rumah Baca Aksara adalah, kegiatan yang beragam terkait literasi di sini, memberikan peluang berkembang bagi siapa pun yang ingin terlibat di dalamnya.

Nanda, dkk. (Siswa/i SMAN 1 Langke Rembong):

Kami berterima kasih sekali dengan kehadiran kakak-kakak dari Komunitas Literasi Bergerak, kami yang selama ini lapar dan haus akan bacaan-bacaan bagus dan bermutu akhirnya bisa menemukan tempat membaca dan meminjam buku yang tepat. Hasrat membaca kami terpuaskan. Mudah-mudahan segala niat baik di Program Literasi Bergerak dimudahkan dan dilancarkan ke depannya.

Chika (Siswi SMA Setia Bakti Ruteng):

Saya bersyukur bisa berkenalan dengan kakak-kakak dari Klub Buku Petra, Rumah Baca Aksara dan Literasi Bergerak. Selain mendapatkan buku-buku bacaan yang berkualitas, saya akhirnya bisa datang ke acara-acara bagus yang juga membuka wawasan saya tentang seni dan sastra. Terima kasih.

Umur panjang untuk semua gerakan solidaritas, kerja kolektif, dan tentu juga jalinan pertemanan. Salam hormat untuk semua yang dengan kesadaran penuh ingin terlibat dalam kerja-kerja sukarela. Mimpi-mimpi literasi ini masih harus menempuh jalan yang sangat panjang, maka biarkan api semangat tetap menyala.

Salam Literasi dari Ruteng!

Foto-foto: Dokumentasi Rumah Baca Aksara


  • Jadwal Literasi Bergerak: Jumat dan Sabtu, Pukul 10.00 – 15.00 wita di Taman Kota Ruteng.
  • Alamat Rumah Baca Aksara: Jl. Langgo Kopi, Gang sebelum Pertamina Langgo, Carep.

1 thought on “Rumah Baca Aksara; Kerja Kolektif Literasi Bergerak dan Tumbuh Bersama di Ruteng”

  1. Ino Sengkang berkata:

    Salam Literasi. Rumah baca Aksara Tetap Eksis.

Komentar Anda?