Menu
Menu

Johnny Town-Mouse menyarankan dengan jujur bahwa bantal sofa itu adalah ranjang terbaik, disimpan secara khusus untuk pengunjung. Namun sofa itu berbau seperti kucing.


Oleh: Arya Bisma |

Penerjemah freelance dan musikus, hobinya membaca dan menerjemahkan cerita pendek dan bermain musik. Dapat dihubungi melalui instagram: @aryabismaabe.


Johnny Town-Mouse lahir di dalam sebuah lemari piring. Sedangkan Timmy Willie lahir di kebun. Timmy Willie adalah seekor tikus kecil dari desa yang tidak sengaja datang ke kota dengan menggunakan keranjang seorang tukang kebun. Tukang kebun suka mengirimkan sayuran sekali seminggu melalui kurir; dia membungkus sayuran itu dengan menggunakan keranjang besar.

Tukang kebun menaruh keranjang itu di dekat gerbang kebun, agar kurir bisa mengambilnya ketika mereka lewat. Timmy Willie merangkak ke dalam lubang yang ada di keranjang anyaman, dan setelah memakan sedikit kacang polong, Timmy Willie tertidur.

Ketika keranjang sedang diangkut ke gerobak pengangkutan, Timmy terbangun dengan ketakutan. Lalu ada goncangan dan suara telapak kaki kuda; bungkusan lain tergoncang juga; sepanjang perjalanan, Timmy Willie menggigil ketakutan di antara sayuran yang berantakan.

Akhirnya, gerobak berhenti di sebuah rumah, tempat keranjang-keranjang tersebut dikeluarkan, diangkut ke rumah dan diturunkan. Seorang koki memberikan upah sebanyak enam peni; terdengar suara pintu belakang tertutup, dan gerobak bergemuruh. Namun, tidak ada kesunyian; ada ratusan gerobak lewat; anjing menggonggong; anak lelaki bersiul di jalanan; koki yang sedang tertawa, dan pembantu yang sibuk bolak-balik naik turun anak tangga; dan seekor burung kenari yang bernyanyi seperti mesin uap.

Timmy Willie, yang terbiasa menghabiskan hidupnya di kebun, takut setengah mati. Tidak lama, si koki membuka keranjang dan mulai membuka pembungkus sayuran. Timmy Willie yang ketakutan melompat.

Si koki yang kaget berteriak “Tikus! Tikus! Panggil kucing dan ambilkan pengorek api itu, Sarah!” Timmy Willie tidak menunggu kedatangan Sarah dengan pengorek apinya; dia bergegas sepanjang papan lis sampai tiba di sebuah lubang kecil dan dia pun masuk.

Dia terjatuh sejauh setengah kaki dan mendarat di tengah-tengah pesta makan malam para tikus, dan memecahkan tiga gelas.

“Kamu siapa?” Johnny Town-Mouse bertanya. Tetapi setelah dia kaget dan terkejut, tidak lama dia langsung menunjukkan kembali sikap ramahnya.

Dia memperkenalkan Timmy Willie kepada sembilan tikus lainnya dengan sangat ramah. Sembilan tikus itu berekor panjang dan memakai dasi putih. Sedangkan Timmy Willie berekor pendek. Johnny Town-Mouse dan temannya menyadari hal itu; mereka tidak memberikan komentar, karena mereka dibesarkan dengan baik; hanya salah satu dari mereka yang bertanya kepada Timmy Willie apakah dia pernah terjebak di sebuah perangkap?

Makan malam tersebut terdiri atas delapan hidangan; tidak banyak, tetapi sangat elok. Timmy Willie tidak mengenal semua hidangannya, sehingga dia sedikit takut untuk mencicipinya. Dia sangat lapar, dan sangat cemas untuk bersikap formal. Kebisingan yang terus berlanjut di lantai atas membuatnya gugup, sampai membuatnya menjatuhkan piringnya.

“Tenang saja, mereka bukan bagian dari kita,” kata Johnny.

“Mengapa anak-anak muda itu tidak kembali dengan hidangan penutup?” ada dua ekor tikus muda yang sedang menunggu tikus lainnya pergi, di sela waktu makan, menuju dapur di lantai atas. Beberapa kali mereka berjatuhan, mengeluarkan suara berdecit dan tertawa; Timmy Willie menyadari hal itu dengan rasa ketakutan, bahwa mereka sedang dikejar oleh seekor kucing. Selera makannya tiba-tiba hilang, dan dia merasa akan pingsan.

“Mau mencoba sebuah Jelly?” tanya Johnny Town-Mouse.

“Tidak? Atau kamu ingin tidur? Aku akan menunjukkan padamu sebuah bantal sofa yang sangat nyaman.”

Bantal sofa itu mempunyai lubang di dalamnya. Johnny Town-Mouse menyarankan dengan jujur bahwa bantal sofa itu adalah ranjang terbaik, disimpan secara khusus untuk pengunjung. Namun sofa itu berbau seperti kucing. Timmy Willie lebih memilih untuk menghabiskan malamnya di bawah sepatbor.

Keesokan hari, dengan kegiatan yang sama seperti sebelumnya: sebuah sarapan yang istimewa telah disediakan untuk tikus yang sudah terbiasa memakan daging babi; tetapi Timmy Willie dibesarkan hanya dengan makan umbi-umbian dan sayuran. Johnny Town-Mouse dan teman-temannya membuat kegaduhan di bawah lantai dan dengan berani mengelilingi sepenjuru rumah pada malam hari. Sebuah suara bantingan keras terdengar, disebabkan oleh Sarah yang terjatuh menggelinding ke bawah tangga dengan penampan teh yang dibawanya; ada remah-remah, gula, noda selai berserakan yang harus dikumpulkan terlepas dari kucingnya.

Timmy Willie merindukan sarangnya yang damai di tepi sungai yang cerah. Makanan di sini tidak cocok dengannya; suara-suara berisik di luar membuat dia tidak bisa tidur. Dalam beberapa hari, dia menjadi kurus, bahkan Johnny Town-Mouse menyadari itu, dan menanyakan sesuatu kepada Timmy Willie. Dia mendengarkan cerita Timmy Willie tentang kebunnya.

“Tempat itu sepertinya sangat membosankan, ya? Apa yang kamu lakukan ketika hujan di sana?”

“Ketika hujan datang, aku duduk di dalam sarangku dan mengupas biji-bijian dan jagung yang aku dapatkan dari toko musim gugur. Kadang aku mengintip ke luar untuk melihat burung- burung throstle dan burung-burung berwarna hitam yang berada di ladang dan temanku Robin si Ayam Jantan. Dan ketika matahari kembali terbit, kamu harus lihat kebunku dan bunga-bunga mawarnya yang berwarna merah muda, tidak ada suara kecuali suara burung-burung, lebah-lebah, dan sekumpulan kambing di padang rumput.”

“Kucing itu kembali lagi!” seru Johnny Town-Mouse. Ketika mereka berlindung di dalam gudang batubara, dia melanjutkan pembicaraannya; “Kuakui aku sedikit kecewa; kita telah berusaha keras untuk menghiburmu, Timothy William.”

“Oh ya,tentu kamu sangat baik; tetapi aku merasa tidak sehat,” kata Timmy Willie.

“Itu mungkin karena gigi dan pencernaanmu tidak terbiasa dengan makanan kami; mungkin lebih baik jika kamu kembali ke keranjang.”

“Oh? Kenapa aku harus kembali ke keranjang?” teriak Timmy Willie.

“Tentu saja karena hal tersebut, mungkin kita bisa mengembalikanmu ke kebun minggu kemarin,” kata Johnny agak gusar. “Kamu tidak tahu bahwa keranjang kembali kosong pada hari Sabtu?”

Jadi, Timmy Willie mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman barunya, dan bersembunyi di dalam keranjang yang berisi sepotong kue dan sebuah kubis yang layu; dan setelah melewati banyak guncangan, dia sampai dengan selamat di kebunnya.

Pada suatu waktu di hari Sabtu, dia pergi untuk melihat keranjang yang disimpan di gerbang, tetapi dia sudah tahu dengan baik, untuk tidak masuk ke keranjang lagi. Tidak ada yang keluar dari keranjang tersebut, meskipun Johnny Town-Mouse sudah setengah berjanji akan berkunjung.

Musim dingin sudah usai; matahari muncul kembali; Timmy Willie duduk di dalam sarangnya menghangatkan mantel bulunya yang kecil dan mencium aroma bunga violet dan rumput musim semi. Dia hampir melupakan kunjungannya ke kota. Di sepanjang jalanan yang berpasir, tiba-tiba datang Johnny Town-Mouse yang memakai tas kulit berwarna coklat!

Timmy Willie menyambut dia dengan hangat. “Kau datang di musim yang tepat, kami akan menyajikan puding rumput dan duduk di bawah matahari.”

“Hmm! Di sini agak sedikit lembap, ya,” kata Johnny Town-Mouse, yang sedang memegang buntutnya, untuk menghindari lumpur.

“Suara menakutkan apa itu?” dia memulai dengan kasar.

“Suara itu?” kata Timmy Willie, “itu hanya sapi; aku akan meminta sedikit susu, mereka tidak berbahaya, kecuali kalau mereka tidur di atasmu. Bagaimana kabar teman-teman kita?”

Johnny bercerita lumayan panjang, dia menjelaskan mengapa dia berkunjung pada awal musim; keluarga pemilik rumah tempatnya tinggal sedang pergi liburan Paskah ke tepi laut; si koki sedang melakukan pembersihan musim semi, dia diberikan gaji, dengan instruksi khusus untuk membersihkan tikus. Ada empat anak kucing di sana, dan kucingnya telah membunuh burung kenari.

“Mereka bilang kita berhasil membuat kacau di rumah itu; tetapi aku lebih tahu,” kata Johnny Town-Mouse.

“Suara berisik apa itu?”

“Itu hanya mesin pemotong rumput; aku akan mengambil sebagian potongan rumput saat ini untuk membuat tempat tidurmu. Aku yakin kau akan betah di desa, Johnny.”

“Hmm, kita lihat saja sampai Selasa depan; pengiriman keranjang berhenti sementara saat mereka sedang liburan di tepi laut.”

“Aku yakin kamu tidak pernah ingin tinggal di kota lagi,” kata Timmy Willie.

Tetapi dia kembali ke kota. Dia kembali pada pengiriman sayur selanjutnya: katanya di desa terlalu sepi!

Satu tempat cocok untuk satu orang, tempat lain cocok untuk orang lain. Aku sendiri lebih memilih untuk tinggal di desa, seperti Timmy Willie.[*]


Tentang Beatrix Potter

Beatrix Potter lahir pada 28 Juli 1866 dan wafat pada 22 Desember 1943. Ia adalah penulis, ilustrator, ilmuwan, dan konservasionis berkebangsaan Inggris. Ia dikenal terutama untuk buku anak tentang binatang, seperti The Tale of Peter Rabbit.

Cerita di atas diterjemahkan Arya Bisma dari versi Inggris “The Tale of Johnny Town-Mouse”.


Ilustrasi dari American Literature.

Baca juga:
Rumah untuk Nenek – Cerpen Goh Sin Tub
Tamu yang Tak Diharapkan – Cerpen Connie Rae White


Komentar Anda?