Menu
Menu

Oleh: Anton Kurnia | Louise Glück

Lahir di Bandung, 1974, dan sempat menempuh pendidikan di jurusan Teknik Geologi ITB meski kini lebih dikenal sebagai penulis, penerjemah, dan penyunting. Ia telah menulis 10 buku (selengkapnya di bagian akhir puisi-puisi ini).


Terbang Malam

Inilah saat kau melihat lagi
beri merah di pohon sorbus
dan di langit kelam
burung-burung terbang malam.

Aku jatuh sedih saat terpikir
yang mati tak akan melihat mereka lagi—
segala tempat kita bersandar ini,
seakan sirna.

Lalu apa yang bakal menghibur jiwa?
Kukatakan pada diri mungkin jiwa tak butuh lagi
kesenangan macam ini;
mungkin sekadar tiada sudah cukup,
sesuatu yang sulit dibayangkan.

.

Persimpangan

Tubuhku, kini kita tak akan lagi berkelana bersama
Baru kurasakan kelembutan terhadapmu, begitu kasar dan tak dikenal,
Seperti yang kuingat tentang cinta ketika aku muda—

cinta yang kerap bodoh dalam tujuannya, tapi bukan pada pilihannya, atau maksud-maksudnya.
Terlalu menuntut pada awalnya, terlalu banyak hingga tak bisa dijanjikan—

Jiwaku pernah begitu takut, begitu gentar:
memaafkan kebrutalannya.
Seolah itu jiwa, tanganku merabamu
dengan hati-hati,

tak ingin menyerangmu
tapi ingin meraih perasaan inti:
bukan bumi yang kurindukan,
kaulah yang kurindukan.

.

Bunga Iris Liar

Di ujung deritaku
kutemukan pintu.

Dengarlah aku: kuingat apa yang kausebut
maut.

Suara-suara, desing bising, gemerisik dahan pinus.
Lalu sunyi. Matahari berkedip lemah
pada tanah kering.

Betapa berat bertahan
saat kesadaran
terkubur dalam bumi kelam.

Lalu semua usai: yang kautakutkan,
menjadi sukma yang tak mampu bicara,
berakhir tiba-tiba, tanah yang kaku
dan melekuk. Dan yang kuraih ternyata
burung-burung yang mendarat di belukar rendah.

Kau yang tak ingat
perjalanan dari dunia lain
kukatakan kepadamu aku bisa bicara lagi: apa pun
yang kembali dari keterlupaan akan datang
untuk menemukan suara;

dari pusat hidupku muncul
mata air raya, bayangan biru tua
pada samudra biru muda.

***

Tentang Louise Glück

Seorang perempuan penyair Amerika Serikat pemenang Hadiah Nobel Sastra 2020. Louise Glück yang dinobatkan sebagai Poet Laureate (semacam sastrawan negara) pada 2003-2004 juga pernah meraih National Critics Circle Award kategori puisi 1985 untuk buku puisi Triumph of Achilles, Hadiah Pulitzer kategori puisi pada 1993 untuk The Wild Iris, dan National Book Award 2014 untuk kumpulan puisi Faithful and Virtous Night.

Louise Glück lahir di New York, 1943, dan kini tinggal di Cambridge, Massachussetts. Selain menulis puisi dan esai, Louise juga guru besar di Yale University. Puisi-puisinya kerap berisi perenungan tentang kematian seperti puisi-puisi yang diterjemahkan oleh Anton Kurnia di atas.

Tentang Anton Kurnia (lanjutan)

Anton Kurnia telah menulis 10 buku, antara lain kumpulan esai Menuliskan Jejak Ingatan (2019) dan Ensiklopedia Sastra Dunia: Pengantar Menjelajah dan Kawan Membaca (2019), serta kumpulan cerpen Insomnia (2004) yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan bahasa Arab. Buku terjemahannya yang sudah terbit berjumlah lebih dari 60, antara lain Cinta Semanis Racun: 99 Cerita dari 9 Penjuru Dunia (2016).

Sesekali ia menjadi narasumber dalam diskusi dan lokakarya tentang penulisan, penerjemahan, dan perbukuan di dalam dan luar negeri, antara lain di Frankfurt Book Fair 2019.

Ia pernah bekerja di dunia penerbitan sebagai Manajer Redaksi Penerbit Serambi, Jakarta, dan Direktur Penerbit Baca, Tangerang Selatan. Ia juga sempat aktif sebagai Koordinator Program Penerjemahan Sastra di Komite Buku Nasional yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Ilustrasi: Photo by Lisa Fotios from Pexels

Baca juga:
Puisi-Puisi Jahan Malik Khatun – Semalam, Cintaku
Puisi Ovidius – Amores, 1.9
Puisi-Puisi Wisława Szymborska – Autotomi

Louise Glück

Komentar Anda?