Menu
Menu

Tiga pemenang Lomba Cerpen ODGJ bercerita tentang proses kreatif mereka dan berbagi harapan tentang dunia kepenulisan di NTT serta nasib orang-orang dengan gangguan jiwa.


Oleh: Tim Kerja Lomba |

Nomor HP Narahubung: 082339780887 dan 081339366174.


Sebagai rangkaian akhir dari Lomba Cerpen ODGJ yang diselenggarakan dalam rangka Lustrum Klinik Jiwa Renceng Mose, kerja sama Yayasan Karya Bakti Ruteng dan Klub Buku Petra, Tim Kerja Lomba menghadirkan profil tiga peserta yang karyanya terpilih sebagai pemenang lomba.

*

Silviana Yanti Mesakh, Pemenang Ketiga

Nama lengkap: Silviana Yanti Mesakh
Judul cerpen: Nian Ina Ema Bulakan
Tempat dan tanggal lahir: Fulur, 10 September 1986

Yanti berasal dari Weluli, Belu. Menetap di kampung halamannya, Weluli, sembari mengisi waktu dengan menulis,  membaca buku,  berdagang,  mengurus anjing, dan berkebun.

Kristian Dan Dadi, Pemenang Kedua

Nama lengkap: Imanuel Christianus P. D. Dadi
Judul cerpen: Seru Serangga Dalam Diriku
Tempat dan tanggal lahir: Kupang 22 Desember 1970

Kristian Dadi saat ini berdomisili di Kupang. Pria yang menyukai aktivitas melukis dan bermusik ini, bergiat di sanggar budaya Beta Art dan tergabung dalam komunitas Perupa Kapur Sirih, Kupang.

Marto Ryan Lesit, Pemenang Pertama

Nama lengkap: Yasintus Marto Rian Lesit
Judul cerpen: Nadus dan Sembilan Roh yang Merasukinya.
Tempat dan tanggal lahir: Wae Kesambi (Labuan Bajo), 20 Februari 1994

Marto, yang kini menetap di Labuan Bajo, memiliki beragam kesenangan: menonton film, mendengarkan musik, membaca buku dan komik, menulis, juga jalan-jalan. Saat ini, selain sibuk belajar, Marto bergiat di beberapa komunitas seni, juga aktif menjadi freelance di beberapa lembaga yang bergerak di bidang pengembangan kreativitas di sekolah-sekolah, mulai dari seni pertunjukan (drama, pantomim) hingga kelas menulis (jurnalistik dasar: membuat majalah dinding).

Lebih Dekat dengan Pemenang Lomba Cerpen ODGJ

Berikut wawancara Tim Kerja Lomba dengan tiga pemenang Lomba Cerpen ODGJ.

Ceritakan tentang giat menulis: sejak kapan suka menulis, kenapa menulis, apa saja yang pernah ditulis, dan tulisan pertama?

MARTO: Saya suka menulis sejak masih berada di bangku sekolah dasar tepatnya saat di kelas 5. Waktu itu saya biasa menulis pengalaman liburan, pengalaman berkegiatan selama sekolah seperti pengalaman piknik dan lain-lain. Kebiasaan tersebut membuat saya dipercaya guru untuk mengikuti lomba mengarang pada mata pelajaran Bahasa Indonesia ketika duduk di bangku kelas 6 SD. Saya berhasil lolos sampai ke tingkat provinsi sebagai utusan Kabupaten Manggarai Barat. Pengalaman tersebut menjadi pengalaman khusus dan istimewa yang memotivasi saya untuk terus belajar menulis. Saya percaya bahwa tulisan membantu saya mengabadikan momen penting, unik, dan berharga dalam hidup. Bagi saya, menulis adalah aktivitas yang mengasyikkan. Hingga saat ini saya sudah menulis beberapa cerpen,puisi, esai, opini juga beberapa naskah drama dan teater.

KRISTIAN: Saya mulai menulis sejak SMA. Menulis bagi saya adalah salah satu kesenangan di antara banyak kesenangan lainnya seperti; bermain bola, melukis dan bermusik. Karya cerpen, puisi, esai pendek, dan drama adalah beberapa jenis tulisan yang pernah saya hasilkan. Saking lamanya, saya sudah lupa judul-judul tulisan tersebut. Drama 3 babak Caligula merupakan satu naskah drama yang pernah dipentaskan di Seminari Lalian.

YANTI: Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Walaupun pada saat itu, saya hanya menulis buku harian. Saat ujian akhir di bangku SMA, saya membuat sebuah keputusan besar. Di saat teman-teman saya menjawab soal ujian, saya malah membuat keputusan besar ini. Setelah ujian akhir, saya akan serius belajar menulis hingga saya bisa jadi penulis. Saat teman-teman saya diwisuda nanti, saya sudah harus punya buku. Namun hingga saat ini, saya belum berhasil mewujudkan impian tersebut. Akan tetapi, hal itu tidak membuat saya patah semangat, sebab saya tahu, menjadi penulis itu tidak mudah, saya harus berjuang lebih keras lagi. Tahun 2005, tahun di mana saya mengikrarkan untuk serius belajar menulis. Saya mulai belajar menulis puisi,  belajar menulis cerpen remaja, dan belajar menulis novel. Pada tahun 2013, saya mulai memberanikan diri untuk tidak lagi menulis cerpen yang bertemakan remaja, padahal sebelumnya saya sudah sering katakana pada diri saya, untuk tetap menulis tentang remaja sampai umur berapa pun. Sejak saat itu, saya mulai memberanikan diri untuk menulis tentang banyak permasalahan yang terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal saya. Tulisan pertama yang saya tulis adalah sebuah cerpen yang menceritakan tentang kekasih yang berkhianat, terinspirasi dari cerita teman kelas saya saat masih duduk di bangku SMA.

Siapa penulis favorit?

MARTO: Beberapa penulis favorit saya di antaranya: Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Mohamad, Seno Gumira Ajidarma, dan Joko Pinurbo.

KRISTIAN: Gabriel Garcia Marquez, Alejo Carpentier, dan Mo Yan.

YANTI: Dewi Lestari, Mario F Lawi, Dicky Senda, Felix Nesi, Romo Januario Gonzaga, Fransiska Eka, Sandra Olivia Frans, Maria Pankratia, Afryantho Keyn, Bonnie Bennack, Reinard L Meo, Lucia Priandarini, Ika Natassa, dan Martin Aleida.

Buku (novel/kumpulan cerpen) yang pernah dibaca dan sampai saat ini masih berkesan?

MARTO: Dari sekian banyak buku yang telah saya baca, Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) karya Pramoedya Ananta Toer; Senja dan Cinta yang Berdarah, karya Seno Gumira; Les Miserables karya Victor Hugo, dan Dunia Sophie, karya Jostein Gaarder menjadi beberapa buku yang berkesan bagi saya pribadi.

KRISTIAN: Seratus Tahun Kesunyian, Beautiful Erendira and Other Stories, El reino de este mundo, Red Sorgum.

YANTI: Semua buku Dewi Lestari, Cerpen Pilihan Kompas 2018: Doa yang Terapung, novel 11:11, Cerpen pilihan Kompas 2016: Tanah Air, novel Vegetarian, kumpulan cerpen Kata-kata Membasuh Luka, dan novel Pirgi dan Misota.

Karya apa saja yang pernah dimuat di media, nama media, dan jenis tulisan (cerpen, puisi, artikel atau yang lain)?

MARTO: Ada beberapa karya milik saya yang pernah diterbitkan di beberapa media. Jenisnya cukup beragam. Ada opini, cerpen, puisi, artikel, dan juga berita. Karya-karya tersebut pernah dimuat di Victory News, Flores Pos, Flores Editorial, Jurnal Sastra Santarang, Warta Flobamora, Jurnal Sastra Dala E’la, Majalah BIDUK, dan lain-lain.

KRISTIAN: Tiga cerpen saya yang pernah terbit dalam Antologi Seruling Perdamaian I tahun 2018. Perempuan dan Tiga senyuman, Mengambang, dan Qurban.

YANTI: Cerpen-cerpen saya pernah dimuat di Jurnal Sastra Santarang, Jurnal Sastra Filokalia, dan Majalah Berkat Keuskupan Atambua.

Baca juga: Lomba Cerpen ODGJ – Benarkah Dewan Juri Terpaksa Menentukan Pemenang Lomba?

[nextpage title=”Marto, Kristian, Yanti dan Lomba Cerpen ODGJ”]

Dari mana mengetahui informasi tentang Lomba Cerpen ODGJ dan apa motivasi mengikuti lomba ini?

MARTO: Informasi tentang lomba cerpen ODGJ saya ketahui dari media sosial. Beberapa teman mengirimkan informasi lomba ini via Whatssap grup dan pesan pribadi. Saya tertarik mengikuti lomba ini karena bagi saya isu atau tema yang diangkat menarik. Selanjutnya saya menyadari bahwa lomba ini dapat menjadi salah satu kesempatan belajar yang baik.

KRISTIAN: Informasi tentang Lomba Cerpen ODGJ saya dapatkan dari seorang teman. Mulanya sekedar ingin berpartisipasi dan mengolah tantangan menulis.

YANTI: Saya mengetahui informasi tentang Lomba Cerpen ODGJ ini dari halaman Klub Buku Petra di Facebook. Motivasi mengikuti lomba ini adalah ingin ikut meramaikan, dan, tentu saja berharap cerpen saya dibaca dan lolos kurasi.

Apa yang kalian ketahui tentang ODGJ?

MARTO: ODGJ, Orang dengan Gangguan Jiwa. Saudara-saudari ini mengalami gangguan jiwa, artinya penderita mengalami gangguan dalam fungsi sosial dengan orang lain, serta dalam hal fungsi kerja sehingga tidak produktif. Gangguan jiwa biasanya diikuti gejala misalnya, delusi, halusinasi, paranoid, ketakutan berat yang disebut gejala psikosis. Kebanyakan orang cenderung menyederhanakan pengertian tersebut dengan menyebut penderitanya sebagai gila karena adanya dampak penderita yang cenderung berubah tempramen dalam waktu singkat. Informasi tentang kesehatan jiwa sendiri tidak begitu  berkembang karena kentalnya stigma dalam masyarakat. Orang malas mencari informasi yang benar tentang penyakit ini karena sudah telanjur mencap penderitanya sebagai orang gila. Seringkali saudara-saudari penderita gangguan jiwa ditangani dengan dengan cara tidak manusiawi seperti dipasung, dijauhi secara sosial, dan tidak mendapatkan penanganan yang layak. Padahal dengan pemahaman yang baik dan penanganan yang layak saudara-saudari penderita gangguan jiwa dapat dibantu proses pemulihannya.

KRISTIAN: Puncak gunung es yang telah lama terabaikan.

YANTI: Bagi saya, ODGJ adalah orang yang hidup dalam dunianya sendiri, dan mereka merasa bahagia saat berada di dunianya tersebut.

Ceritakan proses menulis cerpen bertema ODGJ yang akhirnya terpilih sebagai pemenang lomba ini!

MARTO: Cerpen Nadus dan Sembilan Roh yang Merasukinya sebenarnya terinspirasi dari kisah nyata. Pada tanggal 28 September 2019, saya berkesempatan untuk berlibur di Elar, Manggarai Timur. Sehari setelahnya saya bertemu dengan seorang penderita gangguan jiwa yang sering datang meminta makanan di rumah salah satu keluarga saya. Dia sendiri sering tidur di daerah di sekitar rumah bahkan pernah tidur di dalam dumtruk. Dia seringkali tidak diperhatikan masyarakat pun banyak anak muda yang menjahilinya. Kadang ia dilempari dengan plastik makanan dan bungkusan rokok, ia dibuat mabuk, lalu mereka lari setelahnya. Keesokan harinya, tanggal 30 September, seorang pemuda lain di daerah itu tiba-tiba mengamuk menyerang oto kol dan juga warga yang tinggal di sekitarnya. Dia mengklaim bahwa dirinya dirasuki 9 roh: 2 roh Soekarno dan Hatta dan 7 roh lainnya adalah roh jenderal (walaupun pengetahuan tersebut sebenarnya merupakan pengetahuan yang keliru). Peristiwa tersebut menggegerkan warga Elar termasuk saya pribadi. Pengalaman perjumpaan dengan dua penderita gangguan jiwa inilah yang kemudian menjadi bahan utama penyusunan cerpen Nadus dan Sembilan Roh yang Merasukinya. Sebelum menulis naskah ini, cerita tersebut sudah saya ceritakan kepada beberapa orang teman. Merekalah yang kemudian mendukung dan memberi beberapa masukan dalam proses penulisan. Meskipun sudah lama melakukan riset terkait isu ODGJ, cerpen tersebut akhirnya saya tulis dengan terburu-buru karena kelalaian saya sendiri. Alhasil ada banyak hal yang menurut saya pribadi masih kurang, perlu perbaikan dan akhirnya tidak sempat disunting. Saya baru berhasil menyelesaikan naskah cerpen di hari terakhir deadline pengumpulan naskah.

KRISTIAN: Kesenangan mengamati dan pengalaman pernah bertetangga dengan ODGJ selama belasan tahun, juga pembacaan terhadap teks-teks Freud dan M. Foucoult yang akrab memberi kerangka dasar fiksi imaginatif yang kemudian dibangun sehingga menjadi cerpen Seru Serangga Dalam Diriku.

YANTI: Sebelum menulis cerpen yang awalnya belum ada judulnya ini, saya membuat daftar pertanyaan tentang hal apa saja yang harus saya tulis. Lalu muncul jawaban-jawaban seperti: pertama, menulis tentang anak yang mamanya memiliki kelainan jiwa yang kerap di-bully orang; kedua, menulis tentang anak-anaknya yang kehilangan perhatian, kasih sayang, dan kehadiran mamanya karena mamanya kerap bepergian dan jika di rumah pun mamanya tidak bisa mengurus anak-anaknya (kadang ia harus dipasung karena dinilai mengganggu ketenteraman orang lain); ketiga, menulis tentang mitos mengenai kelainan jiwa: (a) karena tidak pernah melakukan ritual adat di mata air maka ia mendapat kutukan dan mengidap kelainan jiwa, (b) karena melupakan salah seorang kerabat yang sudah lama meninggal sehingga ia mendapat kutukan dan mengidap kelainan jiwa; keempat, menulis tentang keluarga yang setelah pergi ke orang pintar dan melakukan penerawangan mulai melakukan ritual adat berupa membawa hewan ternak seperti babi ke kuburan, rumah adat, atau mata air untuk melakukan ritual adat supaya orang yang mengidap kelainan jiwa ini bisa sembuh; kelima, menulis tentang bahagianya anak-anak melihat mamanya sembuh dan bisa menjalani hidup seperti dulu walau tetap ada rasa khawatir penyakit mamanya bisa kumat kapan saja. Setelah mendapat jawaban-jawaban tersebut, saya mulai menulis cerpen yang paragraf pertamanya dimulai dengan jawaban yang kelima. Sebelum menulis Nian Ina Ema Bulakan, saya telah membaca banyak artikel tentang ODGJ, cerita pengalaman keluarga yang mendampingi ODGJ, dan juga cerita pengalaman ODGJ sendiri yang telah sembuh dari beberapa sumber terpercaya di internet, yang pada umumnya berada di luar NTT.

Ceritakan tentang mimpi atau cita-cita terkait dunia kepenulisan yang telah dijalani?

MARTO: Saya memiliki mimpi kecil terkait kegiatan menulis yang selama ini telah saya jalani, bahwa dengan menulis saya mampu mengabadikan peristiwa penting, unik dan berharga dalam kehidupan saya secara pribadi, juga dalam kehidupan masyarakat luas. Dalam hal ini masyarakat yang ada di NTT, bahwa dengan menulis saya mampu menyuarakan banyak hal.

KRISTIAN: Bisa terus menulis karya-karya sederhana yang layak untuk dibaca.

YANTI: Cita-cita sejak awal menulis adalah ingin membuat buku, baik itu novel, kumpulan cerpen, atau buku kumpulan puisi. Namun menulis puisi bukan hal yang mudah bagi saya, maka saya telah melupakan cita-cita untuk membuat buku kumpulan puisi. Saat ini saya masih berjuang agar suatu saat nanti bisa membuat buku kumpulan cerpen dan novel.

Harapan untuk dunia kepenulisan di NTT?

MARTO: Harapan saya bagi dunia kepenulisan di NTT adalah semakin banyak orang giat membaca dan menulis. Selain itu, semakin banyak penulis NTT yang menulis banyak hal tentang NTT, baik hal-hal positif, maupun menulis ketimpangan-ketimpangan sosial politik, ekonomi, dan lain-lain. Bahwasanya menulis membantu para penulis sendiri dan banyak orang di NTT menjadi lebih bebas hak-haknya, dan mampu mengekpresikan banyak hal.

KRISTIAN: Semoga dari tahun ke tahun lahir Dicky Senda, Mario F. Lawi, dan Felix Nesi yang lain dari Nusa Tenggara Timur.

YANTI: Semoga makin banyak bermunculan penulis-penulis muda dari NTT dan semakin banyak orang yang tertarik untuk menulis dan berkarya.

Bagaimana dengan harapan terhadap pengarusutamaan isu ODGJ dan penanganannya?

MARTO: Saya berharap Isu ODGJ akan menjadi percakapan yang luas. Adalah lebih baik jika semakin banyak orang mengakrabi isu tersebut sehingga setiap orang memperoleh tambahan pemahaman tentang ODGJ. Seperti yang telah saya ungkapan sebelumnya, pemahaman yang baik akan membantu para penderita ODGJ mendapatkan perhatian sehingga stigma yang sebelumnya berkembang dalam masyarakat tidak membuat ODGJ  dipandang sebelah mata lagi.

KRISTIAN: Semoga suara mengenai mereka bukan lagi bisikan dari pinggiran, melainkan teriakan lantang yang diamini semua elemen masyarakat.

YANTI: Semoga semakin banyak pihak yang peduli pada ODGJ dan tidak lagi melakukan diskriminasi terhadap ODGJ. Dan juga, semoga semakin banyak Klinik Jiwa yang dibangun untuk menangani pasien yang mengalami gangguan jiwa, sehingga keluarga ODGJ tidak lagi memasung pasien dan membuang banyak biaya untuk melakukan kesia-siaan seperti memakai dukun untuk menyembuhkan pasien. (*)


Baca juga: SIAPA YANG MENYURUHMU MASTURBASI?

Kirim tulisan ke: [email protected].

Komentar Anda?