Menu
Menu

Tak Pernah Kulupakan; Ladang Gandum; Vaugirard; Badai Salju; Malam Berbintang.


Oleh: Prima Yulia Nugraha |

Lahir di Semarang. Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia kini bekerja sebagai guru IBDP Indonesian A: Language & Literature di salah satu sekolah swasta di Tangerang Selatan. Puisinya termaktub dalam bunga rampai Empat Amanat Hujan (2010).


Tak Pernah Kulupakan

Tak pernah kulupakan malam itu
di satu rumah tua yang temaram.
Tak ada orang yang lewat di jalan
hanya angin yang menghembus.

Lampu di beranda sekadar terang
menyamarkan wajah dan pertemuan.
Kemudaan dara datang kepada dia
membungkus ranum tubuh perawan.

Menguar aroma gandum pada tengkuk
dan gestur tubuh itu seakan menyerah.
Dan malam seperti pelayaran terakhir
mengarungi pulau-pulau tak bernama.

Tak pernah kulupakan malam itu
di satu rumah tua yang temaram.
Bulan tenggelam di rumpun ilalang
dan terdengar dengus napas lembu.

2022

. Prima Yulia Nugraha – Malam Berbintang

Ladang Gandum

Kerumunan burung gagak telah pergi
dari ladang gandum yang tiba panen.
Langit memucat dengan warna hitam
berpadu biru tua, biru muda, dan putih.

Di pematang tanah-tanah kering dusun
seorang lelaki peladang pulang ke rumah.
Dituntun lapar dan aroma harum dapur
isterinya menyiapkan kudapan poffertjes.

Ladang gandum seperti sketsa kasar
yang dicoretkan di dinding gua purba.
Maka tak terlihat batang, daun, dan bulan
pada mata burung hantu yang rabun.

Di ladang gandum tak ada ujung dan tepi
hanya kelebat ilusi pada dimensi malam.
Dan gagak-gagak yang telah jauh pergi
datang lagi serupa merjan-merjan hitam.

2022

. Prima Yulia Nugraha – Malam Berbintang

Vaugirard

Sebuah kota dari abad yang lalu
dibangun dari goresan kuas.
Ada sebuah lanskap terpotret
dengan komposisi hijau dan biru.

Garis-garis dan pohon-pohon
dan gerak waktu jadi berhenti.
Barangkali ada yang tertinggal
pada rumah berbatas tembok.

Mungkin juga seorang lelaki tiba
mengajak bicara si tuan rumah.
Tapi mungkin tidak terjadi apa pun
pada rumah itu, hanya deja vu.

Vaugirard seperti mesin waktu
yang diawetkan pada kanvas.
Ia seperti cerobong asap abadi
yang membakar kayu-kayu oak.

2022

. Prima Yulia Nugraha – Malam Berbintang

Badai Salju

Badai salju memutihkan bumi
dan pohon-pohon ceri menggigil.
Kiamat seakan tak pernah ada
di dusun yang diam dan sepi.

Rumah-rumah kayu tertimpa salju
seperti beruang yang tidur panjang.
Di sepanjang jalan tak ada tamu
yang tak menyebutkan nama lagi.

Di getar tangan seorang pelukis
tertoreh pendar pigmen bianglala.
Dan pada sungai yang membeku
tak ada lagi pantulan objek-objek.

Badai salju seperti gumpalan kapas
yang dikepalkan tangan perawan.
Lalu warna-warna senja terserak
memenuhi cakrawala musim dingin.

2022

. Prima Yulia Nugraha – Malam Berbintang

Malam Berbintang

Akar-akar bidara dari langit ketujuh tumbuh
ketika bintang berpendar dan malam cerah.
Bukit-bukit seperti ombak yang bergulung
menelan permukiman berwarna pastel.

Sebuah menara tegak menantang langit
di antara merjan-merjan yang gemerlapan.
Lalu sapuan kuas membentuk gelombang
seperti angin musim dingin dari selatan.

Bulan sabit menandai jam hening malam
dan daun-daun di pohonan tak bergerak.
Hanya terdengar tik-tok dentang jam tua
seperti arus sungai yang menghanyutkan.

Dari atas bukit beberapa lampu benderang
ketika penduduk di dusun itu tidur panjang.
Lalu terdengar gerisik daun-daun bidara
seperti doa semesta yang sampai ke langit.

2022


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Irma Agryanti – Trubadur
Puisi-Puisi Deri Hudaya – Kepada Fatimah Vlogger
Puisi-Puisi Galeh Pramudianto – Parseltongue


Komentar Anda?