Menu
Menu

Kematian Seorang Pemburu Muda; Batu Dakon; Kobori; Bende Wuta; Lukisan Perahu.


Oleh: Mariati Atkah |

Lahir di Barru, Sulawesi Selatan. Ia menulis puisi, esai, cerpen, dan cerita anak. Emerging writer di Makassar International Writers Festival (MIWF) tahun 2013. Buku puisi tunggalnya berjudul Selama Laut Masih Bergelombang (Gramedia Pustaka Utama, 2020).


Kematian Seorang Pemburu Muda

di bawah lima butir batu
seorang perempuan meringkuk
serupa bayi dalam garba ibu,
bersarung tanah, berlindung
dari lembapnya udara tropis
Wallacea

ia datang dari nyala
api unggun prasejarah
di mana waktu terpenggal
di mana dosa asal
belum lagi dikenal

pada usianya yang belia
kematian memapasinya begitu saja
tanpa ada yang tahu mengapa,
mengirimnya ke ritual
perkabungan di teras gua, berbekal
tulang babi dan mata panah bergerigi
menuju hutan perburuan abadi
penuh kabut,
sebelum dipagut wahyu zaman baru
menggiringnya ke celah kosong
enigma pohon evolusi:
jejak moyang Denisovan
dari lanskap dingin Siberia selatan

dalam mati,
ditambalnya riwayat manusia
yang tak utuh, yang selamanya
panjang dan berliku

2022

.

Batu Dakon

mereka semua mendengar sumpah serapah
musim yang salah

dengus angin, gerutu hujan, siklus
kegelapan, lidah api menembus sesekali

lain waktu, langit meludahkan kerak
matahari, menyepuh soga di daun-daun padi

lempung kering terbelah, pecah, embun
patah bahkan sebelum pagi

semua warna padam sebelum saatnya,
segala sesuatu berputar dalam prasangka

tetapi mereka mulai belajar melerai mala,
menghitung ritme cuaca

menatah 49 lubang yang tampak bagai
ceruk mata orang mati

tujuh bertemu tujuh, terdengar
bisik lubang-lubang itu: sabar, tunggu

tujuh bertemu tujuh, dan musim yang meracau
terkurung pada sebongkah batu

2022

.

Kobori

yang maha ada tengah mengawasi dunia. derai-
derai cahaya membuka segala: yang menepi,
yang menyepi, yang berdiam dalam mimpi, sampai
kutemukan lagi waktu yang tercuri

di Kobori, ketika itu
langit sedemikian biru

2022

.

Bende Wuta

Latoranga tak ingin membayangkan
darah pribumi Wondulako
tumpah menggelapkan tanah
selagi ia disebut panglima perang Mekongga

ia celupkan tangan ke gumpal lempung,
merancang benteng, mengatur pasukan
Tamalaki dan menambang doa
bagi yang mungkin tak akan kembali

sebab lelaki sejati perlu mengotori jari-jari
agar bunga dan rerumputan tumbuh jadi puisi

2022

.

Lukisan Perahu

seseorang di buritan
berdiri membelakangi linggi,
digili-gili sunyi
berulang kali

langit hitam dikulum
badai, sebentar lagi.
sebentar angin menerpa,
lantas tubuh terurai

dingin menjerat.
dengan benak berkarat
ia pandangi sekutu
di tengah perahu

“siapa yang selamat,
siapa akan terjebak
ketika nasib buruk
tiba-tiba menyengat?”

dingin makin terasa.
malam melipat cahaya
tapi tak ada apa-apa
selain keheningan yang biasa

sesudah itu, tafsiran zaman
meniup perahu dan awaknya
ke seberang lautan
yang tak diinginkan

2022


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Pradewi Tri Chatami – Variasi Kesendirian
Puisi-Puisi Ilham Rabbani – Membaca Perbatasan
Puisi-Puisi Ng. Lilis Suryani – Enigma Tubuh


Komentar Anda?