Menu
Menu

“aku minta maaf,” sebuah broadcast hari raya tidak dikirim ke mana-mana.


Oleh: La Ode Gusman Nasiru |

Lahir di Bau-Bau, 18 Juni 1989. Aktif menulis di media massa, seminar, dan jurnal ilmiah. Puisi-puisinya dimuat dalam antologi bersama Distopia (UGM Press); Di Jantung Taman Sari (FKY, 2014); Jurnal Sastra No.03/2014; dan Menapak ke Arah Senja. Beberapa lainnya juga dimuat di media lain, di antaranya Basabasi.co, Batam Pos, Harian Global, Radar Banjarmasin, Harian Fajar,Dinamika, Kendari Pos, dan Rakyat Sultra. Tahun 2019 ia lolos dalam program International Forum for the Advancement of Culture (IFAC), Ditjen Kebudayaan. Kini ia mengajar di Fakultas Sastra UNG dan menetap di Kota Tengah, Gorontalo.


patah hati

patah hati adalah asin tambang di bawah langit lima belas malam bulan.

ikan-ikan dilemparkan lautan yang lesu ke atas buritan yang papan-papannya dilumuti nasib baik seorang nelayan.

gurita dan cumi menjulurkan kenyal masa kanak-kanak yang meniup balon dari busa sabun yang dibeli bapak di warung seorang lelaki setengah waras yang istrinya tewas di arab saudi, hangus terpanggang api yang membekap jerit kesakitan.

patah hati adalah roda bus yang menyalip maut di setiap persimpangan, memunggungi ajal di setiap liukan. dan kematian adalah pecundang yang berlari-lari di antara deru knalpot dan detak jantung pak supir yang menenggak minuman penambah stamina. ia orang yang sama yang ditemukan kaku di atas perut seorang pelacur dalam losmen murah di lajur sempit gang. mulutnya berbusa setelah memanggil-manggil nama tuhan dan menyerahkan janji pengabdian.

patah hati adalah desing mesin pesawat dan jadwal flight berantakan dari sebuah maskapai murah dan menjengkelkan. kokpit menayangkan tombol dan panduan, sekaligus mengenalkan nama-nama malaikat yang siap menggaruk badan pesawat dalam cacahan halus menjadi keping-keping pasir di pantai yang tengadah di atas punggung seorang pribumi miskin yang dilumat turis asing pada sebuah resort biasa saja di daerah padat wisatawan.

pramugari mengumumkan jadwal kematian yang selalu lebih cepat sampai di telinga sanak famili. orang-orang membaca surat-surat di kitab suci hanya demi menghindari takdir dan menipu tuhan sekali lagi. di bawah kursi ada pelampung dan sepaket dusta yang kelak ditiupkan ke langit saat takbir pertama hari raya memukul daun pintu dan jatuh di dasar sandal lebaran.

patah hati adalah pulang kampung setelah dikhianati seseorang yang bukan kekasih pada sebuah video call yang tiba-tiba tanpa persiapan saat ia sedang mengunyah roti dan menenggak anggur di malam pertama bulan ramadan.

patah hati adalah perjalanan, yang pada setiap tikungannya ada nyawa yang meregang dan arwah gentayangan.

Makassar, April 2021

.

hal-hal yang sudah semestinya

sudah kubilang tentang sendiri dan sepi adalah berkat
ia yang mengambil tempat merenungkan sekali lagi
kunci jawaban atas segala pertanyaan dan kesedihan-kesedihan
tetapi diriku yang di lain waktu selalu ingin berdiskusi
mengulang lagi deretan kesimpulan
yang tak jarang berubah dan berjeda

tembok itu telah lama menelan air mata dan tinju yang teredam
mengelupas cat yang tak pernah diganti sejak awal
seseorang berbicara dengan alasan-alasan
dan sisa kewarasan yang menggelinding seperti langkah dan panggilan-panggilan

seseorang mengampiri lantas menepuk belasungkawa di punggungnya
bahunya meranggas dihela angin musim gugur
ia yang terbiasa berbagi
kini belajar untuk hidup sendiri sekali lagi

Kendari, Mei 2021

.

senandika

di dalam hati para kekasih aku mencari-cari diri
mendapati markah, traffic light, taman, gedung-gedung yang pernah dilewati
tapi arah dan jalanan seperti yang sudah-sudah
aku hanya menemukan cinta yang pernah
dan sampai pada garis yang sudah seharusnya selesai

mungkin memang semestinya berhenti sejenak
duduk dulu untuk sementara waktu
biar sadar, menemukan diri kadang jalannya cukup terjal
harus sabar, biar nanti bertemu cinta yang bukan sekadar

seseorang menemukanku sedang bersembunyi di sudut kafe
melarikan patah hati yang tidak selalu harus ditangisi
tapi putus cinta selalu membawa mimpi buruk
dan kesedihan-kesedihan tidak selamanya bisa dijadikan kiasan

seseorang yang menemukanku mengajak bicara
seraya sesekali mengernyit dan menggeleng
tapi ia banyak tersenyum dan mengangguk
menggenggamku dan berkata ini akan kembali baik seperti biasa
tapi aku ingin diam saja
membiarkan ia menyeka air mataku
yang jatuh dari kedua matanya

Makassar, April 2021

.

lebaran

takbir menjajal gendang telinga sejak subuh pertama disiram getar lagu parkit, dan kabut menyapukan tangannya yang tua ke wajah matahari yang sama setiap pagi. selalu begitu sampai-sampai seseorang tersandung tungkainya sendiri karena tergesa mempercepat langkah demi menggenapi panggilan panitia sembahyang yang selalu bernada ganjil di bawah mimbar yang lebih tua dari usia kakeknya.

ia sebenarnya bertanya-tanya, dalam sehimpun umpatan yang ditelan kerongkongannya sendiri sebab menjaga kesucian lisannya: apakah surga adalah rumah ibadah, dan mengapa gunung, pohonan, dan sungai konon ikut memuja sementara mereka tidak beragama? mereka justru akrab dengan istiadat dan kebijaksanaan para moyang yang tidak diturunkan nabi dari negeri-negeri yang membara dan panas oleh matahari muslihat.

tahmid dan tahlil berganti-ganti, bersahut-sahut, berjingkat di antara dandang dan kuali yang memerdekakan orang-orang dari nista lapar dan dahaga. sepanjang jalan menuju lapangan pemujaan, orang-orang fakir di jalanan masih menengadahkan tangan lalu pulang ke dalam kesedihan mereka masing-masing yang tak mengenal kitab suci dan mantra-mantra dari orang-orang sakti penuh mukjizat yang tak pernah mereka kenali, tak pernah benar-benar menghapus perang dan kemiskinan dalam buku sejarah dan halaman-halaman riwayat yang tumpang tindih dengan gelombang wabah, sabda azab, dan kutukan yang menjelma badai kematian.

Kendari, Mei 2021

.

broadcast hari raya

seseorang menjilati lahar dari perut kekasih yang pernah dilebatkan belukar cinta di ladang-ladang yang subur disirami hujan air mata perpisahan oleh pertemuan yang sejenak tetapi cukup meninggalkan bekas yang sayup-sayup di dada dan leher yang kemerah-merahan.

siapakah ular yang tak meninggalkan apa-apa kecuali jejak gigitan dan bisa yang langsung menyebar mematikan empati dari seseorang kepada orang lain yang dikipasi janji-janji dan harapan, padahal mereka hanya dua orang asing yang bertemu pada satu dua flirting di antara jadwal kencan dan selingkuh di hari minggu selepas pulang dari ibadat. ah, ia bukan ular yang dikecam nenek moyang bani israel dalam ruang persekutuan jemaah sinagog. bukan, ia ular yang lain.

“aku minta maaf,” sebuah broadcast hari raya tidak dikirim ke mana-mana. sebab ucapan hanya peranti membuka keran masa lalu, membuka luka yang tidak benar-benar diperban dan disembuhkan amoxicilin dalam dosis sesuai petunjuk dokter.

dalam kerangka hari raya, ia bingkai segala pemakluman dan ia biarkan kepalanya dihujani penghakiman-penghakiman serupa “berhentilah menjadikan dirimu korban atas kegilaan-kegilaan orang lain yang tidak menempatkan cinta sebagai dasar saling bertukar kabar.”

lantas kau menjelma ular, yang mencium lehermu sendiri dengan bisa dan membiarkan dirimu mati keracunan.

Gorontalo, April 2021


Ilustrasi: Photo by Julia Volk from Pexels

Baca juga:
Puisi-Puisi Tjak S. Parlan – Piknik
Puisi-Puisi Ayu Ruhyuni – Intimina
Cerpen Udiarti – Terpidana Nomor 19394

Komentar Anda?