Adalah cara lain cinta memanggilmu pulang
Ke tempat teduh dan sepi yang kaulupakan: pelukku puisi derry saba
Oleh: Derry Saba |
Seorang pastor dari Keuskupan Atambua. Menulis puisi dan cerpen. Belajar di Komunitas Leko Kupang dan Dusun Flobamora. Kini sedang membagi pengalaman menulis dalam Komunitas SANE di Manufui. puisi derry saba
Yang kulihat
Waktu terbang seperti kupu-kupu
Terburu-buru dan tak menentu. Sebentar
Hinggap pada pepucuk hijau. Sebentar
Pergi lagi seolah segala akan segera berlalu
Hilang dan tak dapat ditemukan seperti semula
Yang kuhirup
Doa-doa menguap bersama aroma tanah
Masuk ke lubang hidung sapi hingga sepi matanya
Mata itu satu-satunya sumber air paling tabah
Bertahan pada musim kemarau yang diciptakan negara
Dan penguasa yang puitis menamakannya kesedihan
Yang kudengar
Pertikaian bertiup dari mulut ribuan kodok
Yang percaya jeritan adalah cara paling tepat
Kaum tertindas merayakan nikmat dan rasa sakit sekaligus
Diam dan pura-pura tegar hanyalah cara paling tidak bijak
Mereka menulis hari kematian sendiri
Yang kusentuh
Kulit pucat pundakku sendiri
Bibirmu pernah melekatkan kecupan yang khianat
Di situ. Seperti Yudas kepada Guru yang mencintainya
Atau negara kepada rakyat yang memujanya
Yang kukecap
Kue Natal dan hiruk pikuk dari kotamu
Manis seperti potongan-potongan janji penguasa
Namun berbisa dan mematikan di kerongkongan anak bangsa
Manufui, 2020
.
Di tepi perapian, percakapan itu dimulai
Perempuan mengenakan lidah ular yang pernah
Membelit rasa lapar liangnya. Sementara lelaki—
Seperti biasa—menyembunyikan kesepian maha dingin
Di balik panas api kata-kata mulutnya.
“Kesepian mana lagi yang akan terbit
Esok pagi di atap rumah kita?” kata lelaki lirih.
Setengah berbisik. Seperti gemericik Eufrat dan Tigris.
Pison dan Gihon.
Kata-kata lelaki selalu menjadi angin
Bagi gemerisik daun telinga puannya. Maka puisi paling
Lembut dan licik itu gugur dari desah bibir puannya:
“Berikan buah dari pohon tubuhmu. Cukuplah dua—
Satu untuk lapar liang sempit pikiranku. Selebihnya demi
Kita dan kata-kata ini tak pernah akan mati.”
Malam menjadi lebih dingin. Perapian memadamkan diri.
Tetapi lelaki mungkin lupa, kata-kata perempuan adalah
Belaian paling hangat dan menenangkan. Maka perempuan
Memenangkan pertempuran.
Lelakinya yang kesepian itu, diajaknya memasuki liang liar
Surganya. Terperangkap dan lupa jalan pulang. Di sana gemericik
Eufrat dan Tigris, Pison dan Gihon terdengar lagi. Lirih seperti
Bisikannya sendiri.
Kesepian mana lagi yang akan terbit
Esok pagi, di atap surga ini?
Demikianlah lelaki mendekap erat
Puannya sepenuh gemas
Sepenuh cemas
Manufui, 2020
.
Di antara desau angin
Dan desir pantai di bawahnya
Akan kunyanyikan lagu paling rindu
Untuk kujatuhkan ke senja kotamu
Kabel listrik dan jalan-jalan lengang kotamu
Toko kue dan rumah pejabat di sebelahnya
Adalah cara lain cinta memanggilmu pulang
Ke tempat teduh dan sepi yang kaulupakan: pelukku
Kau tahu? Di sini pantai pernah menjadi mata lelahmu
Yang mengedipkan ombak ke mata-kaki-rinduku
Lantas doa-doaku terbenam seperti matahari
Dan hanya ingin terbit lagi di setiap kelopak pagimu
Jangan tanyakan seperti apa angin bertiup di sini
Ia menyerupai kehilangan yang kualami: lembut dan amat dingin
Suara kucing dan piring kotor di rumah dan gagang pintu
Kelambu berlubang yang gagal menjaga mimpi-mimpi
Adalah satu-satunya selimut untuk menjaga kenangan tentangmu
Tetap hangat dan menyakitkan. Tetap berdarah dan menyiksa
Namun percayalah, doa dan masa depan yang diaminkan
Akan menghantar kau pergi dan menemukan diriku ini
Di jalan-jalan sepi kotamu, kabel-kabel listrik
Toko kue dan rumah pejabat di sebelahnya
Manufui, 2020
.
Pada batas suatu waktu
Apabila air kasihmu tak lagi bisa
Kuteguk dari bibir gelas ini
Berjanjilah untuk mau menyegarkanku
Lewat alir sungai-sungai
Pada batas suatu masa
Apabila cinta tak lagi bisa
Kurasakan dalam hangat pelukanmu
Berjanjilah untuk mau mendekapku
Lewat musim-musim semi
Manufui, 2020
.
Tubuhnya memelihara masa lalu: saudara yang gagal diselamatkan
Dari tangan malaikat kematian, iblis dalam tubuh ayahnya memberinya
Segala kepahitan, juga Asperger—tangan lain dari tubuhnya
Yang menolak hangat sebuah pelukan. Pagi termanis dalam hidupnya
Adalah apel hijau yang dilahap Lea. Kota yang kacau dan kesedihan
Yang meleleh di mata setiap pasien adalah siang paling luka baginya.
Sementara di ujung hari, ia akan bersua lagi mata malam dan masa lalu
Yang tak pernah tidur.
Manufui, 2020
Catatan:
Terinspirasi dari tokoh dr. Shaun Murphy, dalam The Good Doctor—sebuah serial televisi drama medis Amerika Serikat yang didasarkan pada serial pemenang penghargaan tahun 2013 dari Korea Selatan, dengan judul yang sama.
.
Setelah lelah bertualang, kau pernah menyembunyikan
Tubuh malangmu ke dalam tumpukan buku-buku. Kau biarkan
Puisi membenamkan kecemasanmu. Ke dalam larik-lariknya
Yang sepi kau serahkan kegaduhan kota dan seisi dadamu.
Kau hapus tanda-tanda baca yang hanya akan menciptakan
Intonasi dan pertikaian, meski telah kau saksikan sendiri hidup
Selalu menekuk kita sebagai lengkung-lengkung pertanyaan
Dan doa sajalah seruan jawaban yang menegakkan kembali kepala kita.
Di situ kau memahami, Tuhan menciptakan rindu dari sunyi pada
Spasi kata-kata, supaya hanya angin yang berembus dan kita bisa memilih
Siapa yang pantas kita hirup; dan lantas kita harap.
Manufui, 2020
.
Anak anjing berwarna malam yang tengah
Bermain-main pukul 00.30 itu adalah puisiku
Yang belum selesai menulis kau
Sebagai rembulan
Sementara langit seumpama jubah penyihir tua
Yang mengutuk semesta menjadi benda mati
Sedang namamu satu-satunya yang hidup
Dan bernafas di dadaku
Jangan salahkan puisi, jika malam ini, kita
Menyatu dalam satu sajak paling sedih yang kutulis:
Aku ibarat sepotong halo yang lupa kau deringkan
Dari bibir doamu sebelum tidur malam ini
Cinta memang kadang begitu: kau harus tetap tersenyum
Di depan pintu kantor setiap pagi, meski kau tahu,
Sepanjang malam, negara menjadi kanak-kanak dan pensil barunya;
Belajar menulis kepedihanmu dan menghapus kegembiraanmu
Maka sampai di sini, kau perlu tahu, anak anjing berwarna malam
Yang bermain-main pukul 00.30 itu, negara yang kanak-kanak beserta
Pensilnya yang tajam dan lucu itu, dan halo yang lupa kau aminkan
Di telingaku malam ini, adalah upaya puisi ini mencari kau
Segenap rindu
Segenap sendu
Manufui, 2020
Ilustrasi: Photo by Maria Orlova from Pexels puisi derry saba
Baca juga:
– Puisi-Puisi Ilham Wahyudi – Bahwa Ia
– Puisi-Puisi Khoer Jurzani – Maharani
– Puisi-Puisi Giovanni A. L Arum – Di Ruang Pengakuan