Menu
Menu

Maka katakan kepada Bani Alawy:/ “Doamu menjadi dedalu/ yang kan gugur satu tumbuh seribu.” – Royyan Julian


Oleh: Royyan Julian |

Tinggal dan bergiat di Madura. Menulis buku puisi, prosa fiksi, dan nonfiksi. Buku mutakhirnya berjudul Madura Niskala (2022). Menerima sejumlah penghargaan sastra. Terakhir, karyanya, Korpus Ovarium menjuarai Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2021 dan bukunya, Ludah Nabi di Lidah Syekh Raba menerima Hadiah Sastra nongkrong.co 2021.


Ratapan Hantu Nipah

Di tepi tanggul Nipah
kami duduk dan menangis
saat terkenang pada Sampang,
Sampangku yang berdarah

sebab di sanalah kami hanyutkan
harum Fatiha kepada pitarah.

“Wiridkanlah bagi kami
restu untuk barzakh!”

Tetapi bagaimana mungkin
kami madahkan berkah
dari lidah arwah Nipah?

Maka katakan kepada Bani Alawy:
“Doamu menjadi dedalu
yang kan gugur satu tumbuh seribu.”

Dan berbahagialah
putra-putri bangsaku yang berseru:
“Robohkan! Robohkan!”

Di tepi tanggul Nipah ini, Gusti,
kami duduk dan menangis
saat terkenang pada Sampang,
Sampangku yang berdarah.

2022 – Royyan Julian

Catatan: Puisi ini berutang kepada Mazmur Daud.

.

Tajul Muluk (2)

Di selat ini, Imam,
tak ada tiang api
yang menuntun kami
ke padang manna dan salwa.

Seekor ular lahir dari perut bumi
dan nabi palsu menggoresi
dahi dengan seutas namamu.

Rindu pun menjelma batu
sementara masa lalu
tumbuh sebagai cendawan.

Maka, datanglah, Imam
—sebab waktunya telah tiba

bersama Isa yang kan mengubah
kanal darah jadi sungai anggur
barisan nisan jadi lembah roti
dan api yang melalap rumah kami
jadi mawar saron.

Di pengasingan ini
dendam hangus oleh panas cinta
yang berkabut dalam bokor malam
dan menyepuh selembar kafan
yang membalut tubuh kami
untuk kaubangkitkan
di ufuk Hari Pembalasan.

2022 – Royyan Julian

.

Tirtanagara & Saot

Malam itu Hujan memeluk
dan berbisik di tengkuknya,
“Letakkan takhtamu
di pundakku.”

Peluh menggenangi ranjang
dan dari celah jendela,
guruh menyiulkan sebuhul nama:

Inkubus… Inkubus… Inkubus…

Dan fajar menetes
di kedua pahanya.

Maka, sebuah kereta turangga
melesat ke arah sabana
dan wanita itu berlutut
di hadapan Mimpi,
“Kutanggalkan kehormatanku
di hadiratmu, Tumenggung.”

“Bukan Tumenggung, Denayu.
Hamba hanya pria gembala
yang ditunggangi bini
dan anak-anaknya.”

Tetapi ia berkata-kata,
“Tidak, Tumenggung.
Kau iblis jantan yang menetakkan
maut di leherku malam itu
maut di leherku malam itu.”

2021 – Royyan Julian

.

Kepada Sang Hyang Tunggal

Kutepis musim kawin
untuk ranumkan rahim.
Tajimu bukan sabda
yang menggaungkan
muasal segala.

Di matamu aku perawan tua
tetapi kau tak tahu
betapa lembap gua garbaku.

Aku tak cuma meneguk sendangmu,
memetik lintang di langitmu.
Kukunyah pula sirih tanah liyan.
Darahku lumpur:
tirta dan buana bercampur.

Kupahami kesunyianmu, Rama,
sebab aku gadis sunti
yang menangkis para jaka.

Di halaman masa depan
kucatat takdirku sendiri.
Takdir seekor dara
yang menjahit hidup
sebatangkara.

2021 – Royyan Julian

.

Arius Maculatus

: Asief Abdi

Di muara ini kujumpai
diri yang hilang
dari dunia yang ditemukan
saat kaunikahkan
dua benih batu bundar.

“Kuharap sebelah netramu
adalah aku yang kan masap
di jangat gadis itu.”

Kau berkaca di riak mata ikan.

Jasadmu pecah
menjadi setampah ratna
dan malih seekor kedukang
yang dibakar di bara api sultan.

Di lima abad lalu
ia bangkit dari abu kematianmu.

Kuburan telah melahirkannya
kembali sebagai perempuan.

2021 – Royyan Julian


Ilustrasi: Photo by Kagan Bastimar from Pexels.

Baca juga:
Puisi-Puisi Boy Riza Utama
Puisi-Puisi Ayu Ruhyuni


1 thought on “Puisi-Puisi Royyan Julian – Ratapan Hantu Nipah”

  1. puanrinai berkata:

    Bacaannya Mas Royyan ini jenisnya apa yaa? 😀

Komentar Anda?