Menu
Menu

di momen itulah/ ayahnya bukan lagi benang/ ibunya bukan lagi jarum


Oleh: M. Allan Hanafi |

Lahir di Ampenan, Lombok, 29 Februari 1996. Bergiat di Komunitas Akarpohon Mataram, NTB. Telah menerbitkan buku puisi berjudul Supersonik (2024).


Semata Kain

pernah suatu ketika
ia diterbangkan angin
jauh ke angan

tak jarang juga
ia terkungkung malam
dengan harum jurang
memanggil nama masa kecilnya

saat sebuah jarum
(yang biasa dipakai ibunya
untuk menambal baju koyak ayahnya)
tak sengaja ia telan

alarm terdengar

membuatnya ingat lagi suatu kidung
yang membungkus bayinya
manakala orang-orang berkabung

seperti dengung lebah
keluar dari rongga jantungnya

di momen itulah
ayahnya bukan lagi benang
ibunya bukan lagi jarum

sedang dirinya semata kain
terombang-ambing angin
untuk jatuh ke dasar angan

15/17/23

. Puisi-Puisi M. Allan Hanafi – Ayahnya Bukan Lagi Benang …

Api Biru

aku memimpikan melati yang sewarna api
biru

tidak lagi putih
(mirip waktu—yang ragu-ragu berdetak)

tangkapkah kau suaranya?

kupandang biru sejauh padang
yang ditaburi guntingan kertas
burung-burung terbang saling silang
seakan mengamuk pada mimpi yang sekilas

gerimis pun turun begitu sinis
hanya saja aku tak suka
menangis atau mengais
kenangan yang mampu menguatkan

aku memimpikan melati yang sewarna api
biru

tidak lagi putih
(mirip kau—yang ragu-ragu mengelak)

tangkapkah kau maksudku?

kugenggam api biru itu di padang ini
tubuhku kian mengeras dan hendak menetas
sebagai dingin pada cakar burung
yang menukik ke arah mimpi yang kian bias

(22/03/16-24)

. Puisi-Puisi M. Allan Hanafi – Ayahnya Bukan Lagi Benang …

Tabik

“Cepat pula kau pulih
Setelah sakit akibat peletku
Tabik, sekarang akan kukirim santet
Yang bergelayut di jiwamu
Yang hanyut di telaga putih
Seputih tipu pada kesat kafan.”

“Tabik, aku telah fitrah
Entah apa atau siapa
Yang menyuruh atau mengarahkan
Aku agar berujar
‘Laa a’budu maa ta’budun’
Seperti mengubah angin menjadi darah
Seperti lesatan suaraku
Menabrak dan mencabik kafan
Yang kau kenakan
Di liang penuh
Dengan tiupan tipu
Dari nafas ular itu.”

(05/02/16-24)

.

Kremasi

pada malam gerimis
dokter memvonisku
hidup tak lebih seminggu

lalu bolpoin membopongku
untuk berumah
di dalam buku
yang berisi puisi;

“jika hari keenam tiba
dari minggu kelam ini

biarkan aku tenggelam
di putih malam.”

di puisi itulah bolpoin
meletakkanku
tepatnya pada kata
tiba
di atas kata kelam

lalu kekasihku datang
sebagai malam
yang mengkremasi buku itu

abunya ia campur dengan gerimis
untuk melukis kata
putih
di bawah kata tenggelam

(2015-24)

. Puisi-Puisi M. Allan Hanafi – Ayahnya Bukan Lagi Benang …

Pawang Api

kunfayakun

huruf-huruf itu pun bergerak
mirip merah semut
kerumuni bangkai
si pawang hujan

sebab langit adalah aib baginya

satu juta taifun
sepuluh miliar api hitam
berkobar, meledak-ledak menantinya

kunfayakun

huruf-huruf itu pun berkerak
mencampakkannya

bibir si pawang hujan biru

seakan ada yang hendak ia katakan
adalah siapa yang selama ini ia sembunyikan

31/01/16-23

.

Ahlulkubur

rintik hujan hari ini
buat berlumpur
jalan ke arah makam

terdengar suara
para ahlulkubur
tercekik

bunga-bunga kamboja jatuh

detik terjeda
berkat hikmat tasbihnya

kemudian kita temukan
sesuatu yang lebur
seperti gembur
tanah yang terinjak-injak anjing

kala bunga-bunga itu mengering
dan jadi debu
bagi waktu yang telah buntu

13/01/16-23


Ilustrasi: Hand and the Eye of Needle (Abidin Dino), dari Wikiart.org.

Baca juga:
Puisi-Puisi Ilham Rabbani – Membaca Perbatasan
Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah – Hujan Malam
Puisi-Puisi Saddam HP – Nakama


9 thoughts on “Puisi-Puisi M. Allan Hanafi – Ayahnya Bukan Lagi Benang, Ibunya Bukan Lagi Jarum”

  1. rul berkata:

    bagus, sungguh puisi yang benar-benar menyentuh hati

  2. Sari berkata:

    Puisinya benar-benar bagus,puisinya juga menyentuh sampai ke relung hati.
    Mantap lah pokoknya

  3. Nuryanti berkata:

    Puisi nya bagus mengandung arti yang sangat dalam pemilihan katanya juga sudah bagus dapat di pahami juga maksud nya

  4. ayca berkata:

    feel sedihnya dapet bgt, mengharukan dan menyentuh hati

  5. Nabila berkata:

    puisinya cukup bermakna dan kata kata yang digunakan cukup bagus dan mudah dipahami oleh para masyarakat yang awam

  6. Anisa berkata:

    Puisi ini sangat mengharukan, sangat menyentuh hati saya

    1. Reza berkata:

      Puisi sangat menyentuh hati kita semua
      Saya suka dengan puisi nya

  7. Fia berkata:

    puisi yang sangat bagus , kata kata nya sangat mudah dimengerti

    1. Anisa berkata:

      Puisi benar benar menyentuh hati

Komentar Anda?