hujan datang tengah malam/ kau masih terjaga/ sendirian di temaram beranda
Oleh:Lailatul Kiptiyah |
Lahir dan besar di Blitar, Jawa Timur. Puisi-puisinya disiarkan di berbagai media nasional maupun lokal juga tergabung ke dalam antologi-antologi bersama. Pernah lama bekerja di Jakarta sebelum tahun 2014, sekarang menetap di Mataram dan turut menjadi keluarga di Komunitas Akarpohon Mataram-NTB.
hujan datang tengah malam
kau masih terjaga
sendirian di temaram beranda
kau pandang riciknya yang tertata itu
putih, terselubung
serupa derai kerudung
menghijabimu dari kabung mendung
lantas kau membayangkan
sebelum subuh tiba
kelopak-kelopak membuka
dan embun-embun jatuh
seperti apa dentingnya?
sedang di dusun-dusun jauh
di barak-barak jauh
anak-anak dan orang-orang tua berhimpun
dalam radang basah,
pneumonia menahun
baru hari lalu kusimpan percakapan dengan ibu
rindu berdenting di musim yang menjatuhkan ranting
seperti dapat kucium aroma ternak
dari ladang yang jauh
yang lenguhnya merebak
di alur dangkal sungai disambut
tawa kanak yang pecah
“oh, cinta yang tak berkesudah.”
sorenya ada aroma teh terseduh
meruap ke ambang ruang
ada sejumput puisi kujemput-kukenang
dari tingkap yang jauh
mata ibu yang temaram
aku ingin pergi menuju timur
pergi dalam ziarah
kuusap kubersihkan nisanmu
sebuah nama yang diberkati bumi
mencairkan kesedihan pagi
aku juga ingin pergi menuju barat
dengan agama yang memelukku hangat
mengunjungi sebuah nisan baru
yang namanya disembunyikan
jauh di jantung ingatan
setelah tangan-tangan dan
sebilah gergaji
ringan mematahkan
Blitar, 21 Desember 2018
ah, betapa ringkasnya umur sebuah puisi
pikirnya sambil mematut-matut diri
di hadapan selembar kaca sempit itu
bayangan kesedihannya kian meninggi
ia nyaris takut kalau-kalau sampai
menyentuh puncak
melankoli
ah, bukankah di sini tak akan pecah
sebutir ginko atau guguran merah
daun-daun momiji?
pikirnya sambil tetap mematut-matut diri
sementara di belakangnya jarum jam
terus-terusan memukul-mukul
dada masehi
Januari 2018
sebagai pengantin
aku tiba padamu
rumah dengan pagar terbuka
di sela-selanya sulur-sulur bunga rambat
selentur jemari tangan ringan terulur hangat
mendekap
halamanmu jantung yang lapang
di mana sebatang pohon menopang
perasaan-perasaan sedih
singgah menyinggah
sedang akar-akarnya tabah memberi
serunduk pelupuk malam
memberat oleh puisi
sebagai yang baru
aku memasukimu
segirang burung-burung kecil
menyoja senja yang sembada
ke arahmu, aku dan kata
berebut pintu dan jendela
Blitar, 24 November 2018
Foto ilustrasi: Kaka Ited