Di Rorotan, insan bersahabat erat dengan alam
Oleh: Irzi |
Lahir di Jakarta, 13 November. Puisi-puisinya tergabung dalam beberapa antologi bersama dan dimuat di sejumlah media, antara lain Mata Puisi, Kandaga, Buruan, Borobudurwriters, dan Koran Tempo. Buku puisi pertamanya Ruang Bicara (2019). Saat ini bergiat di Komunitas Kelas Puisi Bekasi (KPB) dan Komunitas Budaya Betawi Kita.
Tengoklah keluar, sayang—hujan
______Begitu rapat mendekap dahan & ranting pohonan
Dari sini, dari petak pertama kontrakan ukuran 3×3 ini,
Terlihat juga binar kristal, tapi bukan lagi dari luar kamar
______Melainkan sorot haru tatapmu yang pendar.
Tengoklah pula itu, tanah merah lapang yang
Barangkali esok tak bisa kita pandang
______Lagi dengan lega sebab tiang demi tiang
Lekas dipancang sebagai dasar bangunan baru megah tumbuh,
Konon—milik pejabat pajak setempat.
______Kelak anak-anak tak lagi bisa berlari riang,
Main petak umpet pula menghadang teman
Dalam dempet drama gobak sodor tiga babak
______& cinta kasih di antara orang-orang buangan
Macam kita, pasti berakhir gulita.
Tak pernah ada kesempatan kedua
______Sekadar merajut mimpi-mimpi muluk
Menjadi nyata. Apakah ini semacam kutukan
Atas sikap tengil serta pikiran kerdil
______Kita saat dulu meninggalkan desa tanpa pamit
Sebelumnya? Ya, sudahlah, Itu kan sudah lama pula.
Tengoklah lagi, sayang—biar kita membayangkan
______Di sana, ada timbunan salju
Serta sesosok boneka Olaf piaraan Anna & Elsa
Dalam film kartun pergantian tahun,
______& selama mimpi-mimpi belum dibandrol harga tinggi
Selama itu juga—kita berhak bahagia.
2021
.
Di Ci-liwung
______Sekali lagi kutandaskan kenang
Perihal bagaimana dengan tenang—kukecup kau punya kening
Serta air matamu, tergeluncur mengapung lekas berenang
______Bersama gegas deras Katulampa. Barangkali
Tak lantas mengalir menuju hilir
& bermuara di dermaga tua Sunda Kelapa
______—seperti botol bekas
Berisi tiga belas lembar surat cinta.
Di Ci-liwung
______Sekali lagi kubabaskan dendang
Ihwal bagaimana dengan riang—kucucup kau punya puting
Serta rona mukamu, merah kesumba tampak bergelora di rimba asmara
______Menyusur di sekitar bantaran Condet di antara kecipak gabus & riak arus
Tak getas & tangkas lewati aneka limbah—menjelempah
& labuh sejadinya di gigir Teluk Jakarta
______—seperti gugusan ganggang &
Berusia panjang macam trilobita.
2021
.
Jenaka ialah tanda canda pelukis eksentrik Betawi
Serius mengundang sepuluh bintang
Berputar dari malam di Saint-Paul de Mausole
Untuk bertandang ke sini: Bon-Ri
Lalu ia mengajak serta—arwah sang idola
Agar berpose unyu di atas kanvas
Dengan latar belakang sepuluh bintang
Yang dipimpin oleh pijar bulan
Sabit yang mengangkang di sebelah kiri menara,
Barangkali Monas yang disulap jadi tiga
Atau itu cuma efek psikedelik
Setelah perjamuan datang-sambut hantu
Pelukis van Gogh asal Belanda
Di beranda tengah—sebuah kafe Jalan Jaksa
Lewat Tequila, Martini & beberapa botol luber Amer
Sebagai usaha melaknat penat dari efek jet-lag
Pasca penerbangan tak kasatmata. Setelahnya
Ia mentraktir sang maestro
Seratus tusuk sate kambing di emperan
Depan Duta Suara sembari mendengarkan
Interlude saksofon Embong Rahardjo
Pada lagu “Bulan di Atas Asia”
Dengan harapan, semoga
Pasca bertandang ke sekitaran Kebon Sirih
Hantu van Gogh lekas terinspirasi
Untuk melukis magnum opus berikutnya
—The Drunken Starry Night at Bon-Ri.
2021
.
Entah mengapa siang hari di sana
Tak serupa di pelosok Jakarta lainnya
Ada nuansa merah saga layaknya warna cinta
Yang memijarkan cahaya nuraga di setiap raga.
Kulihat pula sesosok nona muda mirip Maggie Cheung
Dengan hidung mancung dan pipi lesung
Melempar sekulum senyum dari depan Kedai Kopi Es Tak-kie
Sembari memegang sekeranjang sedang kue Ni-kwe.
Setelahnya aku salah tingkah
Barangkali karena rasa heran dan setengah kege‘eran
Lekas saja kusamperin dan berkenalan.
Kami bertukar pandang seraya menahan senang
Ditemani dua porsi Rujak Shanghai Encim 68
Yang segurih lirih suaranya dan sesegar megar tawanya.
2021
.
/1/
Hari senin sampai jumat di ibu kota
______Bergulir cair di antara tinggi
Kadar kafein & gelegak hormon oksitosin
Apalagi di zaman kiwari ini
______Kritik pada pemuka negara, baru
Dianggap lumrah asalkan pesan & saran
Dicampur gelitik kapsul analgesik.
______Solusi paling seksi—piknik
Menuju ruang terbuka hijau
Di hari sabtu, meski jarak tempuh
______Telan ongkos dua puluh
Ribu untuk sepuluh kilometer menumpang ojek daring.
/2/
Nasib baik serupa bankir muda yang lima hari menjaja
______Riba, bila kita sampai pada pintu gerbang
Di depan hutan—rasanya persis sepadan
Seperti mengencani pacar rekan sendiri
______Yang baru dua hari lalu jadian, sembunyi tangan
Di sana—aku sangat mau memancing sendirian
Di tepi danau buatan, entah mengail ikan gabus & bersiul cabul
______Tingkahi sembul dada ruah mbak-mbak gaul
Lari cantik di jalur joging nan lumutan
Akan kulafalkan pula—sebuah sajak pendek tentang cinta pada dia
Yang tak marah & malah menghampiri meski agak setengah jengah
“Mencintai gunung jangan kelihatan bingung,
Mencintai mbakyu, mari lekas cari semak rimbun mumpung belum mendung.”
2021
.
Di Rorotan, hujan ialah kawan karib jalan
______Yang permukaannya tak beraturan
Seperti paras rembulan
Para petani di pagi hari cenderung
______Memetik kangkung sembari memunggung
Di tengah ladang, segara hijau membentang.
Beberapa gadis belia berjalan
______Bererot, menyusur liku pematang sawah
Untuk mengantar bakul bekal makan siang
Buat emak & bapak tersayang yang menunggu
______Di tengah ladang, mereka mirip sekawanan itik yang
Tengah menyelisik tutut—santapan paling yahud
Di sisi lainnya, tepi jalan inspeksi
______Sekumpulan bocah penggembala tampak tertib berkumpul
Di bawah rindang pohon trembesi
Rupanya mereka asyik syuting
______Adegan joget spongebob seruling sakti, agar
tak kalah viral dari remaja liberal di Jakarta sentral
Di Rorotan, insan bersahabat erat dengan alam
______tak ada satu pun: sikap intoleran
—jorjoran diperlihatkan demi semu kemenangan.
2021
Ilustrasi: Foto Kaka Ited | Pastoral Rorotan
Baca juga:
– Puisi-Puisi Shinta Febriany – Hantu Tahun Baru
– Puisi-Puisi La Ode Gusman Nasiru – Broadcast Hari Raya
– Puisi-Puisi Irma Agryanti – Trubadur