Menu
Menu

Kami Tidur di Atas Bekas Pipis Tikus; Istriku Membuat Sepatu dan Tas dari Tali; Apa yang Terjadi Jika Anjingku Tak Pernah Ada; Pelajaran Bahasa; Cerita untuk Ibu; Tetanggaku; Cerita buat Teman Lama di Mojokerto yang Ingin Jadi Penyair.


Oleh: Dadang Ari Murtono |

Lahir di Mojokerto, Jawa Timur. Bukunya yang sudah terbit antara lain Ludruk Kedua (kumpulan puisi, 2016), Samaran (novel, 2018), Jalan Lain ke Majapahit (kumpulan puisi, 2019), dan Cara Kerja Ingatan (novel, 2020). Buku Jalan Lain ke Majapahit meraih Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur serta  Penghargaan Sastra Utama dari Badan Bahasa Jakarta sebagai buku puisi terbaik Indonesia tahun 2019. Buku terbarunya, Cara Kerja Ingatan, merupakan naskah unggulan sayembara novel Basabasi 2019. Ia juga mendapat Anugerah Sabda Budaya dari Universitas Brawijaya tahun 2019. Ia bekerja penuh waktu sebagai penulis dan terlibat dalam kelompok suka jalan.


Kami Tidur di Atas Bekas Pipis Tikus

Aku dan istriku tidur di atas kasur
dengan pipis tikus yang kering tapi bau.
Nyamuk Wolly ternakan orang UGM berdenging
di kuping sepanjang hari,
tokek dan cicak mengancam dengan
mengangkat ekor di langit-langit kamar,
bajing melompat dan membuat genteng melorot,
hujan datang dan sebagian lantai jadi genangan.

Kami membayar satu juta enam ratus ribu rupiah sebulan
untuk rumah kayu tua dengan dua kamar
dan banyak angin-angin.

Di dekat rumah, kami menemukan nasi goreng
17 ribu sepiring, rawon 20 ribu, dan 5 tusuk sate kambing
seharga 32 ribu.

Di kaki Merapi ini, selain UMR istriku, cerita tentang Jogja yang murah
adalah dongeng yang teramat jauh.

Seminggu setelah kami resmi jadi warga baru,
seorang tetangga bertamu membawa besek gudeg
2 hari kemudian tetangga lain singgah dari kebun dengan setandan pisang
dan keesokan harinya seseorang mengantar sekotak kue pasar.

Orang-orang lewat selalu merasa perlu berhenti sejenak di halaman
untuk menyapa anjing kami,
untuk berbincang tentang cuaca dan musim buah
atau sekadar meminjam korek dan menawari tembakau,

untuk memberi kami wajah Jogja yang lebih mahal.

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Istriku Membuat Sepatu dan Tas dari Tali

Istriku membuat sepatu dan tas dari tali
dan ia jadi pendiam semenjak itu.
Ia melupakan kata-kata yang ia kenal.
Ia tak bisa membuat sepatu dan tas dari tali
jika ia berdiskusi bersama ahli tata bahasa
atau penyair.

Aku mencintai istriku yang membuat sepatu dan
tas dari tali
dan aku mencintai caranya membuat sepatu dan
tas dari tali
serta bagaimana ia melupakan kata-kata ketika membuat
sepatu dan tas dari tali
dan aku menampung cinta itu
ke dalam ratusan puisi
yang tak ia mengerti sebab ia telah melupakan
kata-kata.

Dan ketika ia memberiku sepatu dan tas dari
tali,
ketika aku memakai sepatu dan tas dari tali
yang ia buat,
aku merasa cintanya menyertaiku
tanpa kata-kata.

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Apa yang Terjadi Jika Anjingku Tak Pernah Ada

Apa yang terjadi jika anjingku tak pernah ada?
Matahari tetap bersinar
hujan tetap turun
lompong umbi di halaman tetap bersemi
adzan tetap berkumandang
malam tetap tiba.
Singkatnya, semua akan tetap pada jalurnya.

Istriku tetap di kantor delapan jam sehari
dan menghabiskan sisa waktunya untuk membuat kerajinan tali
lalu menonton Youtube atau film penuh sensor di Trans TV,
tidur sebelum pukul sepuluh malam dan bangun pagi sekali.

Dan aku bertanya-tanya
kenapa ia tak pernah lagi tersenyum
serta menolak aku cium?

Apa yang terjadi jika anjingku tak pernah ada?
Aku akan tetap lari dan sembunyi
dari sepi sunyi yang tajam bunyinya
ke dalam puisi-puisi yang tak ada hubungannya dengan hidupku

dan sesekali menebak-nebak cara mati yang paling
tidak sakit
seraya mengutuki kecemasan dan masa depan
yang tak jelas.

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Pelajaran Bahasa

Ketika kita pindah rumah, Istriku
bahasa baru lahir bersama alamat baru,
bersama jalan dan cara berkendara baru,
bersama kuliner dan sapaan baru.

Tetangga kita yang baru bercerita tentang
tetangga baru kita yang lain
yang setahun menunggak iuran sampah dan keamanan
dan tak pernah menaruh uang jimpitan atau membayar
denda ronda.
Dan ia bersumpah atas nama Tuhan yang Maha Kuasa
bakal menagihnya ketika mereka berjumpa.
Ia bahkan menyiapkan sejumlah kata kasar
yang terdengar wagu di kuping Surabaya kita.

Dan malam harinya, Istriku,
ketika kami berkumpul di pos ronda
dan aku bersiap mendengar semacam perseteruan kecil,
aku hanya mendapat candaan dan sapaan ramah
dengan banyak senyum. Tak ada ancaman,
tak ada kata-kata kasar.

Keesokan harinya, ketika tetangga baru kita
bertamu kembali, ia berkata: di Jogja, kami membicarakan
orang lain di belakang, sebab bahasa bekerja memutar,
dan desas-desus akan membawanya ke tujuan.

Dan begitulah, Istriku,
setiap kali pindah rumah
kita belajar bahasa-bahasa baru.

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Cerita untuk Ibu

Selamat malam dari Jogja, Ibu.
Sudah satu tahun berlalu
semenjak terakhir kali aku mencium punggung tanganmu
dan aku masih begini-begini saja,
masih gondrong dan merokok dan melamun di teras rumah
pada sembarang waktu, mengira dengan itu semua aku
akan jadi penyair.
Menantumu masih berangkat ke kantor meski tak
lagi tiap hari akibat pandemi
dan ia juga membeli beras
serta token listrik tanpa meminta uang dariku.

Kami belum kunjung punya anak, Ibu
tapi kami memelihara seekor anjing.
Ia kecil dan menangis setiap kali kami tinggal sendiri,
ia tidur di kamar yang sama dengan kami dan pada awalnya
suka ngompol serta berak sembarangan.
Ia mengotori lantai rumah dan merusak mainan
serta sepatu dengan gigi-giginya yang baru tumbuh.
Dan tiap berapa waktu, kami membawanya ke dokter
untuk imunisasi.

Ia makan banyak sekali
hati dan daging ayam, roti dan es krim,
biskuit dan pisang.
Ia mandi air hangat dan memakai bedak tabur
serta parfum.

Tidakkah ia sepertiku di masa lampau, Ibu?

Dan kami tak menginginkan banyak hal darinya.
Kami tak mengharapkan ia segera tumbuh dewasa,
pergi bekerja enam hari seminggu,
menjaga kami dan menyetor uang bulanan,
membayar uang asuransi dan mengirim kami
ke Puskesmas jika asam urat kambuh.

Kami hanya menginginkannya tambah gembira,
tambah bahagia, bermain sepanjang hari,
belajar memahami apa yang boleh dimakan dan yang tidak.

Kami menjauhkannya dari kutu dan jamur,
memastikannya senantiasa sehat
dan kadangkala, ketika melihatnya melompat-
lompat ceria, kami cemas jika sewaktu-waktu meninggal
dan tak ada yang merawatnya.

Tidakkah kami tengah belajar menjadi sepertimu, Ibu?

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Tetanggaku

Tetanggaku yang tua
bertanya apa pekerjaanku.
Ia tampak kecewa
ketika kukatakan aku pengarang
yang menulis puisi tentang raja-raja Majapahit
dan bukannya pedagang
atau sesuatu lain yang ia pahami.

Tetanggaku yang tua
adalah imam salat Magrib di masjid kampung.
Ia suka membersihkan rumput di pinggir jalan
atau membetulkan genteng bocor orang lain.
Tangan-tangannya yang keriput dan gemetar
pandai menumbuhkan padi dan cabai,
memotong bambu dan menyembelih kambing,
serta pernah membesarkan tiga anak yang kini merantau
ke Jakarta dan membuka tali kafan sewaktu
mengubur istrinya.

Kaki kirinya pincang
setelah jatuh dari bubungan atap Ketua RT
dan ada bekas luka di keningnya
yang ia dapat ketika meringkus seorang maling.

Namun tak ada yang pernah menulisnya dalam sebuah
kisah,
dan ia merasa cukup meski tak ada yang menuliskan namanya
dalam sebuah kisah.

. Puisi-Puisi Dadang Ari Murtono – Pelajaran Bahasa

Cerita buat Teman Lama di Mojokerto yang Ingin Jadi Penyair

Selamat pagi Kawan
sudah berapa lama sejak kita duduk-duduk di pinggir jalan
menatap plastik diterbangkan angin
dan mengira-ngira puisi macam apa yang mesti kita tulis
dan sejak kau melambai dari teras rumah
sewaktu aku menyandang tas dan berpamitan
hendak merantau ke Yogyakarta?

Kau menepuk-nepuk pundakku dan mencemaskan keselamatanku
sebab katamu aku sedang menuju neraka kaum penyair.
Semua orang jadi penyair di Jogja,
semua orang bicara tentang puisi dengan kening berkerut,
semua orang bicara teori dan mengulas buku-buku berat,
semua orang bertengkar demi puisi.

Aku gemetar
namun tetap berangkat.

Di Jogja, Temanku
aku bertemu penyair yang punya teman penyair
yang terbaik atau salah satu yang terbaik,
yang berbicara tentang si anu yang selingkuh,
penyair itu yang terjerat utang
pengarang anu yang baru bercerai
atau si ini yang kena panu menahun.

Dan tak ada yang bicara puisi
atau aneka macam teori
selain di medsos, selain di panel diskusi
dengan hadirin yang ramai membicarakan si
anu yang selingkuh
penyair itu yang terjerat utang
pengarang anu yang baru bercerai
atau si ini yang kena panu menahun.


Ilustrasi: Foto Kaka Ited (diolah dari sini).

Baca juga:
Puisi-Puisi Afryantho Keyn – Sesaat Sebelum Kau Berlabuh
Puisi-Puisi AW Priatmojo – Menunggu Lampu Lalu Lintas
Puisi-Puisi Titan Sadewo – Dari Hamzah ke Hamzah


Komentar Anda?