Menu
Menu

Petrikor; Kalender Hujan; Satu Hari; Oktober; Mendung Pagi; Persiapan-Persiapan Menjelang Musim Hujan; Jalan Air.


Oleh: Alexander Robert Nainggolan |

Lahir di Jakarta, 16 Januari 1982. Bekerja sebagai staf Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPPMPTSP) Kota Adm. Jakarta Barat. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku terpublikasi di media cetak dan online. Bukunya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (kumpulan cerpen, Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012), Sajak yang Tak Selesai (kumpulan puisi, Nulis Buku, 2012), Kitab Kemungkinan (kumpulan cerpen, Nulis Buku, 2012), Silsilah Kata (kumpulan puisi, Penerbit Basabasi, 2016).


Petrikor

ia mencatat kemarau dan debu. derau yang tak utuh pada jejak dan sengat matahari di jangat kulit. hanya kering ranting yang sakit di pelepah mata. tapi air yang memantul tanah, mengusik rindunya. gemericik yang mencubit alam sadarnya. seperti saat diciumnya hitam rambut perempuan atau kepul kopi. dan hujan bergesekan di permukaan menepikan masa remajanya. juga sekelumit luka yang kerap terjerembab jatuh.

2022

.

Kalender Hujan

ia kerap menandai tanggal dalam kalender saat hujan turun dengan berat dan larat, yang acap membuat gegas langkah orang tertahan dalam kemacetan di jalan kota. ia tak lagi bisa menyapa hujan bahkan saat puisi atau prosa dituliskannya, hanya luntur air menebar lingkaran kesedihan yang kembali pada sebuah sudut di genangan matanya.

mengeras di tahun yang terus berganti.

2022

.

Satu Hari

satu hari akan berlalu dengan sendirinya. baik itu menyimpan sedih atau bahagia. dan hari akan berlalu lagi, sesenyap kita kehilangan cakap tentang hujan rindang yang datang saat siang. tapi kita percaya akan ada bekas, bahkan untuk tapak kaki sekalipun sebagai penanda dari jalan waktu.

melingkar jauh bahkan saat dari bayi.

2022

.

Oktober

barangkali oktober adalah sisa kemarau yang tak lagi terpukau. lenyap saat derau hujan berceracau. sehingga jadwal pulang ke rumah menjadi kacau. hanya ada remah basah, seperti genangan di tubir mata saat kehilangan orang tercinta. dan masa lalu tentangnya kerap dibaca dengan napas sengal dan tergesa. menguliti kota dan kata.

2022

.

Mendung Pagi

orang menaiki tangga. mengingat kalori yang tersimpan di badan. hari olah raga. batas jalan, trotoar berwana abu-abu dan semak yang tumbuh liar. aku memanjati lagi kidung di dada. menghitung-hitung usia lewat kata yang bergelambir luka. kehilangan cahaya. kelabu.

2022

.

Persiapan-Persiapan Menjelang Musim Hujan

A. Mantel
ia akan membungkus beberapa bagian: yang tak sempat engkau catat. dan membuatmu tetap terjaga dalam hangat. lalu ikat dengan erat setiap selubung agar tak tertampung hujan. agar kuyup tak sampai pada tubuh. pada gelincir langkahmu.

B. Payung
di setiap warna yang bisa ditempuh cahaya di kornea mata, engkau akan membuka katupnya. tegak lurus ke langit yang muram. membiarkan tumpahannya berserah di tanah dan trotoar. dan setiap gesa langkah yang menyeberang di peron atau zebra cross, menggunting lelahmu. agar engkau tiba di tempat teduh lain. melempar semua jenuh.

C. Pengurasan Saluran
di belikat lumpur, endapan yang penuh tak tertampung. agar deras air mengalir panjang, tak tumpah ke rindumu. dan tahun-tahun mengeras seperti pahit empedu, terus bertumpuk dari musim hujan yang bertalu. tumpah ruah ke lingkar matamu.

D. Tempat Berteduh
mungkin engkau akan berdiri dan duduk berjam-jam. menunggu hujan reda. kelebat cahaya menusuk ingatan, basah lalu-lalang orang dan kendaraan. di sebuah emperan toko atau rindang kafe. sayup-sayup masa lalu memanggil. membuat dingin kerut makin kerdil. juga sebuah lagu lama yang mengudap. bergema mirip lonceng sepeda seseorang yang menembus gigil.

2022

.

Jalan Air

ia akan terus mencarimu, menelusup di celah dan pori. turun dari batas ketinggian dan tak lagi hanif memandang puncak. ia akan menemuimu di ujung dahaga yang minim cahaya, memanjati lekuk alir. Memancarkan seluk yang lembab. ia akan mengikat dengan erat, bahkan saat engkau mengapung menyimpan murung tanpa pelampung. ia tahu jika menunduk adalah hal yang perlu, bahwa suruk langkah adalah mula dunia. hingga engkau percaya jika segala yang rendah punya getas dan tenaga. mampu merenggut dan memecah belah. bahkan di arus deras dan lubuk paling dalam. palung enigma.

2022


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Ricky Ulu – Perempuan Memilih Warna
Puisi-Puisi Arif Purnama Putra – Ingatan Pulang


 

Komentar Anda?