Menu
Menu

Pemuatan ganda tidak sama dengan plagiasi. Bagaimana sikap kita?


Oleh: Armin Bell |

Pemimpin Redaksi.


Selain soal resolusi, tahun baru hampir pasti membawa serta hal lain (yang rasanya ingin sekali dibuang tetapi sulit sekali melakukannya): cerita lama.

Dalam dunia tulis menulis, cerita lama yang dibawa adalah tentang plagiasi, tentang tulisan-tulisan yang kehilangan nyawa, tentang media-media yang masih kurang teliti sehingga menyiarkan tulisan yang sesungguhnya sudah disiarkan media lain beberapa waktu sebelumnya. Yang terakhir ini biasa disebut pemuatan ganda atau pemuatan berulang.

Hari terakhir tahun 2019 kemarin, bacapetra.co yang belum genap berusia setahun ini, tiba-tiba masuk dalam pusaran cerita lama itu, tepat di bagian pemuatan ganda/berulang. Saya sedang menyiapkan beberapa hal untuk malam pergantian tahun—topi dan kain songke juga sopi sebab akan ikut acara adat téing hang (memberi makan para leluhur)—ketika saya ditandai seorang kawan di facebook: cerpen yang kami siarkan tanggal 17 Oktober 2019 di bacapetra.co disiarkan kompas.id edisi akhir Desember ini dengan judul yang berbeda. Rasanya tidak enak sekali bahwa hal-hal demikian masih terjadi padahal sebentar lagi tahun baru.

Namun begitulah. Dan memang begitu. Kau harus tetap menyiapkan diri untuk kemungkinan bahwa hal-hal yang ingin kau tinggalkan di tahun yang lama karena mereka tidak cukup baik, sebagian akan tetap ‘menemanimu’ di tahun yang baru. Meski tidak sebanyak gulma di musim hujan, kau pasti tahu kalau dengan setitik saja nila tetap mampu merusak susu sebelanga. Tentu saja perihal pemuatan ganda/berulang tadi tidak seganas nila pada susu daya rusaknya, tetap saja dia membuat sedikit keruh hari terakhir saya di 2019 itu.

Saya punya pilihan-pilihan termasuk mengabaikannya peristiwa itu. Toh bacapetra.co adalah media pertama yang menyiarkan cerpen itu. Bahwa ada media lain yang melakukannya kemudian, itu salah mereka. Hanya saja, rasanya tidak baik mengabaikan hal-hal demikian; tidak ada yang benar-benar selesai dengan pengabaian, bukan? Harus ada usaha meluruskan cerita itu agar tidak berujung pada tudingan-tudingan, diskusi-diskusi tak produktif, dan jika mungkin menghentikan perulangannya di hari-hari yang akan datang. Maka saya ikut berkomentar. Di kolom komentar akun facebook seseorang yang pertama kali menyiarkan kabar pemuatan ganda itu. “wah… kok penulisnya bisa begitu ya? sayang sekali.” Saya menulis begitu.

Penulis cerpen itu, yang di bacapetra.co disiarkan dengan judul “Parasit”, segera menghubungi saya. Mengabarkan kisah sesungguhnya di balik pemuatan ganda itu.

Secara singkat begini: dia mengirim cerpen itu ke kompas.id pada bulan Juli 2019. Saat itu, judul cerpen itu adalah “Kombinasi Antara Sepucuk Pistol dan Sebuah Nasib Buruk” (ketika disiarkan di kompas.id pada tanggal 28 Desember 2019 menjadi “Kombinasi Antara Sepucuk Pistol dan Sebuah Nasib Buru”). Selama tiga bulan, penulisnya menunggu kabar nasib cerpennya itu, hingga pada bulan Oktober 2019 dia segera berpikir bahwa karyanya ditolak kompas.id. Dia lalu memutuskan mengutak-atik lagi cerpen itu (termasuk mengganti judul menjadi “Parasit”) dan mengirimnya ke bacapetra.co. Naskah itu, yang kemudian dipilih redaktur bacapetra.co untuk disiarkan pada tanggal 17 Oktober 2019, adalah yang telah diperiksa kembali oleh penulisnya.

Selanjutnya? Ya, begitu. Di bacapetra.co, ilustrator mengerjakan bagiannya, cerpen “Parasit” disiarkan, penulis dihubungi tentang pemuatan itu, honor ditransfer beberapa hari berikutnya, Tim Redaksi kemudian melakukan tugas-tugas mereka yang lain: memeriksa tulisan lain, memilih yang sesuai untuk media kami ini, lalu kita tiba di tanggal 31 Desember 2019.

Pemuatan ganda tidak pernah dipercakapkan dalam rapat daring Tim Redaksi. Ya, kami melakukan rapat dalam jaringan sebab para redaktur tinggal di kota-kota yang berbeda, dan dalam rapat-rapat itu, yang dibahas adalah karya-karya yang lolos kurasi, karya-karya yang jika boleh dibenahi lagi oleh penulisnya sebelum naik di bacapetra.co, karya-karya yang dikirim pulang, juga karya-karya yang masuk di folder ‘dipertimbangkan’. Pemuatan ganda tidak dibahas karena siapakah yang mengirim tulisannya ke bacapetra.co ketika tulisan yang sama sedang dikirim ke media lain? Kami pikir begitu, dan dalam kasus pemuatan ganda yang sedang saya ceritakan ini memang begitu. Penulis cerpen tersebut tidak dengan sengaja mengirim satu cerpen (meski dengan judul berbeda) ke beberapa media yang berbeda. Dia telah cukup sabar menunggu dan merasa bahwa waktu tiga bulan telah cukup (untuk memastikan bahwa naskahnya tidak diterima kompas.id sehingga mengirimnya ke media yang lain).

Pemuatan Ganda

Pemuatan ganda bukanlah perkara baru dalam dunia tulis-menulis. Kalau sedang rajin mencari di internet, akan ditemukan banyak sekali kisah serupa. Satu cerpen dari seorang penulis bahkan pernah dimuat di empat media berbeda pada tahun 2014 silam. Sejak tahun itu hingga sekarang, setelah ratusan diskusi tentang topik itu terjadi di berbagai ruang, pemuatan ganda tetap saja ada. Sehingga menjadi sesuatu yang biasa. Biasa? Seharusnya tidak!

Maksud saya, semestinya, pemuatan ganda tidak perlu lagi terjadi pada zaman secanggih ini: (1) ada teknologi yang memungkinkan seseorang, tentu juga seorang redaktur, memeriksa paragraf-paragraf yang mungkin copy-paste—itu bisa jadi pintu pertama untuk mencegah pemuatan ganda untuk membantu penulis yang ‘lupa tarik naskah’; (2) ada teknologi bernama surel yang memungkinkan seseorang, juga seorang penulis, mengirim surat dengan cepat, seperti jika hendak membatalkan sesuatu termasuk niat menyiarkan cerpen.

Saya, setelah mengetahui cerita sebenarnya, melihat bahwa kasus pemuatan ganda yang bacapetra.co ada di dalam pusarannya itu terjadi oleh dua hal tadi: media (kedua) yang kurang teliti dan penulis abai menarik naskahnya. Sebuah kekeliruan semata. Meski tidak kita kehendaki.

Sebagai Pemimpin Redaksi Bacapetra, saya menyesalkan hal pemuatan ganda ini dan berharap tidak akan terulang lagi. Tetapi siapa yang bisa menjamin? Kekeliruan bisa terjadi kapan saja. Tugas kita, juga kami di bacapetra.co, hanya meminimalisir kemungkinan berulangnya hal serupa. Bahwa kami kemudian menyepakati beberapa hal dan kepada penulis “cerpen ganda” tadi telah disampaikan hal itu, itu murni kebijakan redaksi; tidak sebagai jaminan bahwa kekeliruan semacam itu tidak akan pernah terjadi di pihak kami.

Sebagai penulis? Saya kerap kurang sabar menunggu nasib tulisan saya di meja para redaktur tetapi berusaha sedapat mungkin menulis surat penarikan tulisan jika batas kesabaran itu sudah tercapai atau jika saya sendiri merasa tulisan itu telah kacau dan untuk itu perlu dibenahi lagi dan atau dikirim ke media yang lain. Saya kira, kita semua perlu berlaku begini. Siapa saja. Ada yang bilang soal attitude. Saya sependapat. Dan, melakukan sesuatu dengan ‘modal asumsi’ belaka tentu tidak lagi tepat; berapa banyak kebijakan publik yang gagal karena dibuat berdasarkan asumsi para pembuatnya dapat kita lihat di sekitar kita.

Sebagai pembaca, saya tentu saja kesal jika melihat hal-hal demikian. Tetapi menimpakan tuduhan (juga dengan modal asumsi) bahwa seseorang dengan sengaja ‘menebar jala’ untuk menguji peruntungan tulisannya barangkali terlampau terburu-buru. Ruang tanya-jawab dapatlah digunakan terlebih dahulu agar vonis yang tepat dapat ditimpakan. Saya percaya bahwa masih ada hal-hal lebih besar yang harus diselesaikan dalam dunia tulis-menulis yakni dua cerita lama pertama di bagian awal tulisan ini: plagiasi dan tulisan-tulisan yang kehilangan nyawa.

Saya berterima kasih kepada penulis yang segera menghubungi dan menyampaikan klarifikasinya dan berharap dia terus menulis (untuk media selain bacapetra.co selama setahun ke depan) sambil mengingat peristiwa ini sebagai pelajaran yang baik untuk semua pihak. Untuk teman-teman yang ingin berpartisipasi mengirim tulisannya ke media mana saja, pastikan baca dengan baik syarat dan ketentuan di media itu. Di bacapetra.co, batas waktu tunggunya adalah dua bulan, dan Sekretaris Redaksi kami, akan memberi kabar kepada siapa saja tentang nasib tulisannya di meja kami. Kirim tulisan ke: [email protected].

Salam


Catatan: Beberapa bagian tulisan ini telah disiarkan di akun facebook pribadi saya.

Tulisan Armin Bell yang ada di JANGKA.


Ilustrasi: Photo by Emre Kuzu from Pexels.

Komentar Anda?