Menu
Menu

Kenapa nenek-kakek banyak menanam,/ dan kita banyak menebang? – Okta Saputra


Oleh: Okta Saputra |

Lahir dan tinggal di Lahat.


Tes Wawasan Kebangsaan

Jawablah 5 (lima) pertanyaan di bawah ini:

1. Di antara dua hal berikut, mana yang
1. lebih gaib: humanis pada jargon yang
1. dipajang di kantor-kantor bapak-ibu
1. polisi, atau wafer jambon pada kaleng
1. biskuit itu?

2. Bila segala yang tak sesuai kebiasaan
2. kota (juga segala laku buruk) disebut
2. kampungan, sebutan apa yang pas
2. untuk orang kota yang heboh sendiri
2. menyaksikan bentangan sawah atau
2. kerbau yang sedang buang hajat di
2. jalanan desa?

3. Kenapa nenek-kakek banyak menanam,
3. dan kita banyak menebang?

4. Di dalam pidato terbarunya, Presiden
4. menegaskan pentingnya menjaga harga
4. diri bangsa. Menurut ketentuan terkini,
4. berapakah harga per buah diri untuk
4. luar Pulau Jawa dan Bali?

5. Pada struk pembelian seporsi tteokbokki
5. seharga hampir seratus ribu rupiah, kau
5. melihat dua nama: Wati dan Khezia.
5. Dalam kepalamu, nama mana yang
5. serta-merta muncul sebagai pembeli?

2021 – Okta Saputra

.

Percaya Tidak Percaya

Aku mendengar sebuah kabar dari
seorang kawan di parkiran kantor yang
mendengar kabar ini dari seorang sopir
ojol yang mendengar kabar ini dari
salah seorang penumpangnya yang
mendengar kabar ini dari orang asing
yang ditemuinya saat sama-sama
sedang menanti kedatangan kereta
yang mendengar kabar ini dari seorang
penjual rokok di depan stasiun yang
diam-diam menyimak obrolan telepon
seorang polisi, bahwa:

Manusia dalam bahaya. Hindari pohon-
pohon. Setengah dari pohon-pohon di
sekitar kita adalah alat-alat pengintai
yang sengaja ditanam makhluk-makhluk
luar angkasa. Tidak ada yang tahu apa
tujuan mereka. Barangkali persiapan
invasi, atau makhluk-makhluk ini sedang
mencari tahu manusia-manusia macam
apa yang paling cocok dijadikan ternak.
Pemerintah masih terus mempelajari hal
ini, dan tidak ingin ada yang mengetahui
agar kepanikan besar dapat dihindari.

Alat pengintai alat pengintai tahi anjing!
kubilang.

Aku berlalu dan sudah hendak menggeber
motorku saat dia melanjutkan:

Percaya tidak percaya, di Ekuador sana,
orang-orang bahkan sampai menangkap
basah pohon palem yang sedang berjalan.
Sekarang bayangkan saat kau sedang
enak tidur pulas, serombongan pohon,
diam-diam, melangkah mendekat—kian
dekat… kian dekat… kian dekat… kian dek…

Jadi, aku menceritakan kabar ini kepada
pacarku yang lalu menceritakan kabar
ini kepada tetangga kosnya yang lalu
menceritakan kabar ini kepada kakaknya
yang seorang perawat di sebuah rumah
sakit yang lalu menceritakan kabar ini
kepada sahabatnya yang juga seorang
perawat di sebuah rumah sakit yang
lalu cepat-cepat mengangkat gagang
telepon untuk mengabarkan kabar ini
kepada suaminya yang seorang polisi.

2021 – Okta Saputra

.

Saltik/Penyair Rahmat

Setelah tertipu seorang lesser evil,
Rahmat Hidayat pulang ke Lahat
untuk menyulut tekad mengejar
hasrat menjadi seorang penyair.

Di malam kedua di rumah orang
tuanya, Rahmat Hidayat bermimpi
menonton Sapardi membacakan
line-up Persib Bandung—yang dia
yakini sebagai kode mestakung.

Rahmat Hidayat melihat dunia
dalam gerak lambat sejak malam
itu: Lionel Messi di layar TV berlari
selamban bulu babi; jam di dinding
berdetak segontai troli rusak.

Dan Rahmat Hidayat bangkit dari
mangkuk kakus untuk menuliskan
puisi pertamanya:

Di Ballroom

Sebab hidup tahi betul
cara bercha-cha-cha.

2021 – Okta Saputra

.

Penjara

Dia mendengar tangis istrinya pecah
setelah vonis diketuk. Tak apa, katanya,
mencoba menegarkan, meski matanya
mulai ikut berkaca-kaca. Penjaraku tak
jauh, tiga langkah saja dari Dana Umum.

2022 – Okta Saputra

.

Tugas Negara, Bos!

Seorang lelaki menggedor pintu
dan tidur lelap mengubahnya
menjadi rangkaian dentum bom
dalam mimpi Soni Abidin.

Soni Abidin terlonjak dan
membeku sejenak, menebak-
nebak: Tua bangka yang hendak
menagih sewa kos, atau tetangga
kesal oleh sumur kosong setelah
semalam dia sedot diam-diam?

Ini pagi yang panas, dan
kemarau celaka bikin setiap
orang sedang berselera marah-
marah. Soni Abidin cuma ingin
bolos kuliah dan bangun siang-
siang dan mandi dengan tenang.

Tapi seorang lelaki menggedor
pintu dan Soni Abidin tak punya
alibi untuk berlagak tidak peduli.
Selamat pagi! sapa si lelaki saat
Soni Abidin menampakkan diri.

Tiga orang lelaki lain berdiri di
balik punggung lelaki pertama—
salah satunya (yang berkemeja
putih yang bersih dan cerah dan
tinggi gulungan lengannya) Soni
Abidin kenali sebagai Presiden RI.

Alangkah acaknya!

Di perjalanan menuju kota tetangga,
Presiden RI dibuat berbisik dua kali
oleh lengking nyaring sirine patwal.
Saat seorang ajudan bertanya segan-
segan, Presiden RI berbisik sekali lagi:
Kebelet pipis, katanya mengulangi.

Demikian kemudian seorang lelaki
menggedor pintu dan Soni Abidin
mendapati seorang Presiden RI
tengah meminjam toilet kosnya.

Setelah tuntas urusan hajatnya,
Presiden RI keluar dengan senyum
rekah, dan datang mendekat untuk
menjabat erat tangan Soni Abidin
yang disebutnya telah berkontribusi
nyata melancarkan tugas negara,
sebelum mengucap terima kasih
dan bergegas pergi meninggalkan
Soni Abidin (yang masih melongo)
seperti tiada hari esok.

Betapa bangganya!

Soni Abidin merasakan sesuatu
mengembang-mengembang-dan
mengembang dalam dirinya:
sebuah gairah(!)—yang melindas
rasa malas (sebab warga negara
teladan tak mengenal kemalasan),
yang mendorong langkah kaki
(sebab warga negara terpuji
tentu kuliah dengan gigih).

Soni Abidin melangkah perlahan,
dengan wajah cerah dan gagah
meluap di dada, untuk segera
mandi (sebab tiada lagi kata
bolos mulai hari ini). Sebelum
lantas terbengong menatap
bak mandi yang telah kosong,
seperti sumur semalam—yang
isinya dia sedot diam-diam.

2022 – Okta Saputra


Ilustrasi: Foto Kaka Ited (diolah dari sini)

Baca juga:
Puisi-Puisi Lolik Apung – Sehasta Cerita di Sisi Api
Puisi-Puisi Boy Riza Utama – Kepulangan Seorang Martir


 

Komentar Anda?