Menu
Menu

Bagaimana janji mengepulkan doa yang tahir? Sehasta Cerita di Sisi Api


Oleh: Lolik Apung | Sehasta Cerita di Sisi Api

Anggota Klub Buku Petra-Ruteng dan tutor di Rumah Belajar Ba Gerak.


1. Di Peot, membentang selengkung bukit: hamparan gubuk yang reot. Pada dadanya anak-anak berlari dan menari, pada lengannya orang-orang dewasa bernyanyi dan berbagi. Mereka sama-sama menyambut purnama, mendaki nama di persimpangan lama yang kian tiada. Hanya tiang-tiang gereja yang berdiri, melawan musim dan dingin hujan. Di beranda gereja, doa tak kedengaran lagi. (Peot, 2019)

2. Tadi-tadi sekali, dua doa dari kenang menjelma kunang-kunang di kepalamu, mengurai sebentang perjalanan dari masa lalu dan menyusun alamat ke masa depan. Ketika hari telah di pinggir pagi, engkau berangkat menuju perigi. Engkau hanya ingin menceburkan diri dan berharap dingin yang tiada usai pada dasar air dapat menyeka sisa umur dan sisi api yang membakar sekelilingmu, sebagaimana doa yang diam-diam kerap kau embuskan di tangan kananmu. (Wairpelit, 2021)

3. Serupa lantunan doa, dongeng kakek terdengar dan melekat di kepala Haruki. Dongeng seberang tentang sebuah negeri jauh yang penduduknya suka berjalan kaki. Ia pun berangkat ke negeri yang diceritakan kakek, dengan perjalanan yang langsung menembusi pantai. Didapatinya nelayan tengah menjuntaikan kakinya di ujung lampara sambil membilang jumlah ikan pada celah jala dan merencanakan nama-nama yang pantas bagi masa depan lautan. Tak ditemukannya cerita kakek. Haruki merasa kakeknya berbohong. Ia langsung menghapus kakek dari ceritanya. Ketika ia pulang, kakeknya tergeletak di lantai, tak bangun lagi. (2019)

4. Bangun dari sebuah mimpi ganjil, si Bisu yang lugu dan layu menghampiri pondok Raja Persia suatu Sabtu. Ratu Gulnare telah lama pergi meninggalkan galau dan sepi di hari Raja. Juru ramal mengira-ngira itulah cara Ratu Gulnare menghindari raja yang terlalu banyak berbicara. Di halaman, bergema kasak-kusuk di antara serdadu kerajaan: Ratu Gulnare jijik pada raja yang suka berjanji. (2019)

5. Bagaimana janji mengepulkan doa yang tahir? Ada sebuah mata air di Po’ong Robo. Setiap pagi mata air itu bangun dan menimba dirinya sendiri. Katanya: Sebentar lagi pelanduk akan duduk dengan batuk yang semakin parah. Ia perlu memulihkan peluh. Ia pernah bertanya tentang pelanduk itu pada cacing yang menempel di dinding kamar. Cacing bilang, pelanduk itu adalah sahabat lamanya yang bermukim di sebelah Po’ong Robo. Ia telah kehilangan banyak udara oleh pengepul-pengepul di jambul bukit. (2019)

6. Menjelang gerbang, daun-daun merebahkan diri meredam kilat pedang kerikil yang gemerutuk gemerincing mengancam udara. Daun-daun mengirim pesan kepada keledai: Jangan kau lupa memakai sepatumu besok. (2019)

7. Setelah keledai melewati gerbang, daun-daun mengejarnya dari belakang dan bertanya apakah ia sungguh memakai sepatunya tadi pagi? Tetapi daun-daun tak mempunyai mata: Hanya ada sisa berkas hujan yang sejajar ataupun bertautan pada helai cokelatnya. Lalu keledai menjawab: Saya akan memakan dirimu jika kau bertanya lagi. Saya akan membaca jejak kali yang mengering di suaramu. Namun, tentu saja saya berkelakar seperti manusia yang gemar bicara berlebihan. Tak ada kemarau yang sungguh menghapus sisa akar. Sesungguhnya kaus kaki saya dipinjam seseorang. Ia bersikeras memakainya pada suatu Sabtu yang basah, saat paling rawan untuk mendaki selengkung bukit. (Kisol, 2019)

*** Sehasta Cerita di Sisi Api

Catatan:
Peot adalah sebuah nama tempat di Kota Borong, Manggarai Timur.
Po’ong Robo adalah nama sebuah bukit di wilayah Kisol-Borong, Manggarai Timur. Sehasta Cerita di Sisi Api


Ilustrasi: Foto Kaka Ited

Baca juga:
Berjalan di Tepi Doa | Puisi-puisi Derry Saba
Cara Lain Membaca Sajak Cinta | Puisi-puisi M. Aan Mansyur


 

Komentar Anda?