Menu
Menu

Belajar Aksara; Belajar Matematika; Jenjang; Pesan Berantai; Kutu-Kutu Joni; Tambah Kurang Bagi Kali


Oleh: Julia F. Gerhani Arungan |

Lahir di Lombok, 1982. Menulis puisi, cerita pendek, dan naskah drama. Sejumlah puisinya masuk dalam bunga rampai Seratus Penyair Perempuan (KPPI, 2014), Dari Negeri Poci 5: Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil, 2014), Taman Pitanggang (Akarpohon, 2015), dan Ibu (Antologi Kata, 2019). Menulis antologi puisi tunggal Ibuku Mengajari Bagaimana Mengisi Peluru (CV Halaman Indonesia dan Akarpohon, 2021). Sekarang bermukim di Sandik, Lombok Barat.


Belajar Aksara

Ibu Guru bilang jangan lupa memberi huruf kapital di awal kalimat, sedang Nessi lebih suka huruf kecil-kecil karena teringat butir-butir menir yang tidak ditampi Ibu. Huruf-huruf besar dan kecil bertabrakan di buku, Nessi tidak bisa menjadi polantas untuk menangkapnya. b dan d sama-sama lurus kakinya. Satu buncit di depan dan satu buncit di belakang, maka Nessi membaca bebek sebagai dedek dan mengingat adiknya yang suka mengambil permennya diam-diam. dada menjadi baba, dan Nessi mengingat ayahnya yang tidak pulang-pulang seperti percakapan bisik-bisik yang remang. Ibu Guru bilang jangan lupa memberi tanda titik di akhir kalimat, tapi Nessi suka tanda koma. Ia memberi tanda koma pada setiap akhir kata, untuk mengingatkannya: ada jeda di luka dada sebelum henti yang lama.

. tambah kurang bagi kali

Belajar Matematika

Murid-murid di kelas jadi domba, sedang mereka tak mengerti di mana rimba. Rimba telah lama ditelan singa, sementara perkalian empat, enam, dan tujuh-delapan tak tuntas-tuntas di luar kepala. Domba-domba mengunyah titik-titik koordinat sebelum X and Y axis saling potong di atas kertas. Ibu Guru bilang X axis itu berjalan di tanah datar, sementara Y axis tegak terhunus seperti sayap-sayap Icarus. Jadi, berjalan dulu sebelum terbang, katanya. Tapi murid-murid ingin melayang menjemput elang yang membawa bilangan bulat, positif dan negatif. Mereka lupa merangkak sebelum berjalan dan tersesat di bangun ruang. Kini lihatlah, di dalam vertices mereka terperangkap dan dilahap. Putra Daedalus tak di sana, tak juga di lembar sayap angka-angka. Lantas begitu saja. Domba-domba dimakan singa keras kepala: guru mereka, yang pura-pura mengerti aljabar dan bilangan pangkat tiga.

. tambah kurang bagi kali

Jenjang

Antara guru kulit terang dan guru lokal sawo matang ada jenjang tak kepalang. Gaji guru sawo matang merangkak-rangkak seperti prajurit di bawah kawat berduri bergelung-gelung mendung. Gaji guru kulit terang seperti angkasa, yang silau dan sentosa. Aduh, butter and cheese alangkah mahal di sini, keluh mereka. Bagaimana kalau mereka belajar makan tumis kangkung, ikan peda, dan sambal belacan dengan terasi ekstra. Bukankah gaji dihabiskan surfer di Selong Belanak dan Kuta, lalu coba-coba mini golf just because. Tapi surely kami harus dibayar handsomely, kata mereka. Kami mengajar English, sementara you-you hanya mengucap enggih dan inggih. Perawatan kulit kami harus ekstra, sebab tak tertanggung bila mendapat melanoma. Guru-guru sawo matang belajar memendekkan busana dan meninggalkan kemeja. Guru-guru kulit terang belajar memakai batik dan kadang mengkritik: azan di pagi buta sungguh berisik!

. tambah kurang bagi kali 

Pesan Berantai

I
Mengajarlah yang baik, Ibu dan Bapak Guru, kepala sekolah-kepala sekolah yang sibuk rapat dinas sambil mengecek instagram dan facebook. Klak-klik foto dengan filter dan senyum yang sebisa mungkin menyiarkan wibawa. Jangan lupa berkas-berkas dan dokumentasi harus rapi jali, sambung mereka. Kita tidak mau ada banyak pertanyaan dari pengawas. Nanti tolong bendahara siapkan dana untuk makan siang di lesehan menawan beratap alang-alang. Ibu dan Bapak Guru, rajin-rajinlah update kurikulum. Bukan status whatsapp saja. Siapa pula itu yang berani omong, ‘kurikulum kita sungguh genit karena rajin ganti kulit’. Astagfirullah, tidak boleh begitu. Banyak-banyaklah bersyukur. Ini kesempatan kerja keras dan belajar tanpa batas, sambungnya.

II
Sore-sore, seorang guru honorer merapikan helm hijaunya. Ada pesanan ngojek masuk ke aplikasi. Semoga cukup untuk bayar tunggakan sewa. Besok, dia akan kembali menyemir sepatu sambil berusaha mengingat-ingat lirik lagu: guru digugu dan ditiru.

. tambah kurang bagi kali 

Kutu-Kutu Joni

Tidak ada kutu-kutu hitam di kepala Joni meski ia tetap merasa gatal. Ada kutu-kutu di kepalaku, Ibu Guru, katanya. Kutu-kutu yang harus dihalau karena mereka bangsat kecil pengacau. Kutu-kutu bermain bola di kepala Joni, menendangnya jauh sampai mata kaki, dan Joni berjingkrak geli. Ibu Guru mendampratnya karena Joni tidak bisa diam. Joni harus menulis ‘saya berjanji tidak nakal’ di papan sebanyak seratus kali. Seratus kutu di buku jari-jari mengajaknya menari. Joni tidak bisa diam, Joni tidak bisa diam, teriak kawan-kawannya. Ayolah, Ibu Guru, mohon Joni. Tidak bisakah kau melihat kutu-kutu di kepala, wajah, telinga, mulut, dan dadaku? Ayolah Ibu Guru, geliat Joni. Tidak bisakah kau melihat mereka merayap di otakku, masuk ke singlet rider putih dan menggigit perih, menyusup ke celana dalam dan menderam-deram?

Senin yang sunyi.

Tidak ada lagi kutu-kutu di kepala Joni. Tapi di kepala Ibu Guru, mereka latihan sembunyi.

. tambah kurang bagi kali 

Tambah Kurang Bagi Kali

Satu murid baru datang dari seberang. Diajari pembagian panjang, ia protes. Di seberang, pembagian tidak perlu dilakukan dalam langkah-langkah panjang. Cukup perkalian dibolak-balik. Aku tidak mengerti yang begini, katanya berapi. Gurunya berkata, ini Indunusi. Hal-hal pendek menjadi panjang, dan yang panjang kita pendekkan. Tidakkah kau beruntung, mendapat pelajaran tambah kurang bagi kali dengan dua sistem berbeda? sanggah gurunya. Murid baru mendengus. Sekolah sungguh ajaib, angka-angka dibagi dikurung seperti tentara-tentara yang dikepung. Aku tidak suka ini, pikirnya. Pembagian panjang berbelit, mencekik, dan mencapit.

Sementara di sana, di depan papan tulis, gurunya sibuk memikirkan bunga gadai yang sebentar lagi jatuh tempo. Pelajaran tambah kurang bagi kali adalah berapa sisa gaji yang habis dalam tiga hari. Dikelupas bank, cicilan KPR, sepeda motor, dan perbaikan atap-atap bocor. Ia dan muridnya sama-sama tidak suka pembagian angka-angka.


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Hasan Aspahani – Lorem Ipsum
Puisi-Puisi Triskaidekaman – Gaudeamus Igitur


 

Komentar Anda?