Menu
Menu

sebuah bukit batu di lembah tak bertanda itu/ mencatat kegamangan lain: …


Oleh: Imam Budiman |

Kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur. Sejumlah karyanya tersebar di berbagai media cetak nasional. Pada tahun 2017 mendapat Penghargaan Student Achievement Award, kategori buku sastra pilihan, dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku kumpulan puisinya: Kampung Halaman (2016) dan Pelajaran Sederhana Mencintai Buku Fiksi (2021). Saat ini, mengabdikan diri sebagai Guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua Tim Perpustakaan-Literasi Pesantren Madrasah Darus-Sunnah Jakarta.


Munajat Lambung Ikan

—samak nun

perahu tiada berselat ketika mualim memisahi daratan
dari kaum bermata gelap—adakah cahaya, sedikit saja
lahir di tahun sebelum siksa ninawa serentak turun.

sebekas luka tidak melindungi dari laut yang murka
tubuh mualim terpaksa dilemparkan dari hasil undian.

adalah lambungku, kau boleh saja bermalam
menyalakan lilin dan menciptakan rasi bintang
yang terbuat dari ingatan tentang mata anakmu.

adalah lambungku, empat puluh hari kasurmu
dalam rasa sunyi—dalam doa lirih pengakuan

2023

. Imam Budiman — Mencatat Kegamangan Lain

Burung Pemusnah Gajah

—tayr ababil

pasukan kecil itu bercicit keras. langit keruh,
udara seketika merah mendidihkan air peluh
__ —batu itu, benar adanya, menjelma
__ petaka lain yang telah dituliskan

semua penduduk kota mengunci rumah
marabahaya api akan menghujani jalan

tiga batu seukuran kacang adas
—satu di paruh, dua di cengkram
menyesat langkah, membuta mata
membakar kulit serta tulang mereka

tiada selamat, selain namamu di sini

2023

. Imam Budiman — Mencatat Kegamangan Lain

Kaifiat Masuk Sarang

—jirsan

sebuah parade jelang tengah hari, di antara
rimba hutan, anak sungai, dilewati bangsa
demit, burung, kuda serta seorang raja

—yang mengerti bahasa angin
bahasa bersirip, bertaring
berkicau, melata, melenguh

satu ratu lain bertangan enam, antena
di kepalanya berderik, mengisyarat
tanda bahaya dari kaki tak berpeta.

ribuan langkah itu akan melantak
rumah-rumah kami, meremuk
tulang dan seisi perut kami.

di sebongkah pohon, ia berseru
sembunyilah ke liang para tuan
rawat tetas telur dan hati tetua
pada sunyi di lubang terakhir.

2023

. Imam Budiman — Mencatat Kegamangan Lain

Lahir dari Batu

—naqatullah

sebuah bukit batu di lembah tak bertanda itu
mencatat kegamangan lain: seekor unta betina
lahir dari sebongkah batu abu, perutnya penuh
mengandung unta tanpa ayah, tiada bersisilah

kantung susunya mengikat lambung kaum itu
leluasa dari jernih mata air, kering rumputan
sebelum lesatan anak panah di betis, sebilah
pedang mengakhiri perjanjian kepada ilah.

2023

. Imam Budiman — Mencatat Kegamangan Lain

Kenangan Hari Tua

—duldul

bagal itu dirawat dari peradaban yang jauh
sebelum diasuh tanah cahaya, sebagai saksi
batu-batu besar mengacaukan barisan hunain

aku membawa tubuh kekasih
ke tempat teraman, ternyaman

ia memekik, pasukan putih dari langit
menyebar—melesat serupa anak panah

baginya bebiji gandum mestilah melunak
sebab geraham telah jatuh sebelum subuh

langit berkabung, nasib telah habis

tetapi kekasih mengikat tali kekang
pada layu jerami kandang sunyi ini

2023

. Imam Budiman — Mencatat Kegamangan Lain

Tiga Ratus Tahun

—kithmir

ia menjulur lidah, menggoyang ekor
beberapa sendi kaki-kakinya terasa linu
nyawa seperti berhenti: adakah selama ini

matahari telah membakar berkali-kali ternyata
tetapi nyenyak yang ganjil merasuki darahnya

tujuh nama lain, disusun dalam kitab
beralih usia pada mimpi berulang

ya, mulut goa telah setia merawatnya
musim ke musim dari basah ke kering
tak ia kenali waktu persembunyian itu

ia pun menimbang surga mana yang bisa
dijadikan rumah terakhir setelah tersesat
mencari jalan pulang dalam tidur panjang

2023


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Prima Yulia Nugraha – Malam Berbintang
Puisi-Puisi Mutia Sukma – Pasar Gede
Puisi-Puisi Gody Usna’at – Semografi


Komentar Anda?