Menu
Menu

yang kutatap hanya perburuan/ sisa darah mengering/ dan cerita yang tak ingin kukenang Puisi-Puisi Erich Langobelen – Hongi


Oleh: Erich Langobelen |

Penyair dan penggiat budaya dari Yayasan Komunitas Kahe Art Space Maumere. Kini tengah “melaut” keluar NTT.


Ave Maria

pantai mungkin terbuat dari kehilangan:
burung-burung akan kembali dengan kesedihan,
para nelayan terpaksa pulang
dan kesepian menyentuh pohon-pohon.
tetapi lelaki itu percaya:
doa seorang perempuan telah memberi banyak harapan

seperti kepada perahu di pasir dekat sini,
waktu mungkin telah tiba kepadanya
dengan usahanya yang menunda bahagia
tapi apakah waktu jika bahagia hanya ditunda?

pernah seorang pedagang yang singgah
berkata di hadapannya: “Jantung tua ini,”
telunjuknya ia tekan ke dalam dada, “tiada lelah oleh umur.”
seperti perahu di pasir dekat sini,
engkau diam.

sebenarnya engkau menunggu
apa yang ia tambahkan
dan mencoba menyusun percakapan setelahnya.

“sungguh tiada yang selesai
jika engkau telah jatuh cinta, anak muda.
aku pernah mencintai surga
yang datang dari hutan-hutan di kampungmu.
cengkih dan kemiri, madu dan serat kayu
serta wangi dan putih cendana di kepulauanmu
telah menjadi denyut bagi keluargaku
di balik gunung dan laut ini
di balik angin dam musim-musim berlalu
jauh sebelum benteng itu dibangun.”

“tapi bukankah engkau telah mencurinya, pak tua?
engkau dan para penggoda berkulit terang itu
telah mencuri kulit dan buah dari tanah ini
dan menitipkan perang untuk anak cucu kami.
Surga mungkin tak lagi (mudah) dikenal setelah ini.”

Seperti perahu dekat sini,
ia pun diam.

sambil menunjuk ke arah sebuah patung
yang ditemukan 500an tahun lalu,
engkau mengakhiri percakapan
yang menurutmu membosankan itu:

“Kini biarkan kami hidup
dari doa seorang perempuan tak dikenal itu.
Biarkan kami sendirian seperti perahu di dekat sini.”

. Puisi-Puisi Erich Langobelen

Hongi

saat hujan tak datang
dan jagung hanya menjulur
kuning dan kemarau
sekali lagi
yakinkan kami, tuan segala perang

ke arah mana bintang
berhamburan setelah petang
ke alam mana binatang-binatang
berkembang setelah pedang
ke mana lagi harapan
membentang hutan-hutan

yang menetap hanya ilalang
tanah gersang, pohon tumbang
dan angin dari barat

yang kutatap hanya perburuan
sisa darah mengering
dan cerita yang tak ingin kukenang

wangi kopi yang bertaburan dari lembah
manis madu setelah sengat lebah,
dan mabuk cengkih setelah istirah
jadi ingatan yang sungguh terlampau tua untuk lusa

untuk anak cucu ladang ini
ludah merah dari serat sirih
memang tersisa masih
tapi tembakau mulai tersisih

sekali lagi yakinkan kami, saudagar tua
kepada siapa luka tak memilih singgah
kepada apakah hutan-hutan dipenggal sudah

tanah ini tentu saja
bukan milik peta yang kau terima

. Puisi-Puisi Erich Langobelen

Watan

di ceruk kayu yang kau sebut perahu ia lihat cinta ternyata selaut biru.
tiada tenang dan seringkali berbahaya

. Puisi-Puisi Erich Langobelen

Lodovavo Waterfall

: untuk OMK Lewoleba

1/
Tak perlu banyak waktu dan ukuran, tentu saja, untuk memutuskan
manakah yang lebih panjang dan menyenangkan:
seharian pada ranjang atau pelukan setelah pulang?

2/
sebab itu mereka tahu ranjang kerap kali adalah perhentian
yang terbuat dari rayuan terutama tipuan.
tetapi pulang adalah perjalanan dan sesekali penemuan
pulang adalah usaha menjemput apa pun yang pernah hilang
entah sepasang lengan paling peluk bagi yang patah hati
atau seikat lelucon paling konyol bagi kesedihan dari masa lalu.

3/
tak perlu banyak waktu dan ukuran, memang.
persahabatan telah menjadikan mereka seikat cerita
yang mudah sepakat ke mana harus berangkat
dan pada tepian mana perasaan-perasaan yang terlupa dan terluka
harus rehat.

4/
pernah, pada suatu pendakian, seekor ular paling hijau
melilit mereka dengan ketakutan dan rasa cemas.
pernah, pada sebuah genangan, seorang dari mereka jatuh
setelah salah memilih pijakan.
dan pernah, pada sebuah hubungan,
seorang dari mereka dipagut kehilangan setelah begitu percaya pada
ciuman.

5/
tapi dari tebing paling curam itu
sepasang air yang jatuh
tiap kali mengingatkan bahwa hidup
tak melulu ditentukan oleh seorang kekasih.
sebab persahabatan dan petualangan
adalah kamar masa kecil dan rumah masa depan
yang teduh menunggu di tengah pedesaan

6/
pelan-pelan, ketika hari mulai gelap,
setiap mereka membisikkan pertanyaan yang sama
di tengah debu dan bising kendaraan.
“Kapan kita ke mana lagi?”

. Puisi-Puisi Erich Langobelen

Suara, 2

setelah Ekaristi kudus dipersembahkan di bawah matahari
engkau menyadari bahwa hari masih beranjak dari pagi yang dingin

kepergian dan kepulangan hanyalah arah angin
mengembusmu ke tepi laut,
sementara rindu dan usaha untuk bertemu
adalah perasaan-perasaan yang keras kepala
ketika sebuah perahu yang lain seakan ingin disandarkan
ke hati kekasihmu

pernah engkau mendengarnya,
“mencintaimu memang semudah melepas sepatu
tenggelam ke dasar waktu.
tapi melupakanmu… melupakanmu tentu
lebih berat dari semua usaha untuk
menarik sauh yang kian jauh…”

tapi suara yang menyentuhmu di masa lalu
kini tumbuh dan menjadi firman.

Ia akan menuntunmu ke sebuah cuaca,
ke sebuah dermaga yang sulit dipercaya.
engkau akan diumpamakan sebagai seorang
yang berbahagia dengan ikan dalam jala
dinubuatkan pula kepadamu sejumlah rahasia
yang tersembunyi di balik wangi rerempah

buih ombak yang pecah,
putih garam di lunas
luas biru yang tak berhingga
adalah samudera adalah rumah
adalah rasa lapang bagi peta di telapak tanganmu

untuk menjaga dan membangunkanmu dari setiap kantuk
ataupun musim yang jatuh terlalu ke dalam palung,
sebuah doa akan Ia sematkan ke telingamu
seperti genderang yang menyelamatkanmu dari perang,
seperti dentang lonceng tua yang memecahkan kesedihanmu,
dan seperti terang yang memisahkan gelap di sisi jendela
sebelum membawamu pulang ke Galilea

sungguh Ia akan menuntunmu
CintaNya tak terbuat dari mimpi
atau percakapan di sisa tidur

. Puisi-Puisi Erich Langobelen


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Adhimas Prasetyo – Kalau Dunia Berakhir
Puisi-Puisi Widya Mareta – Kamar Pengantin
Puisi-Puisi La Ode Gusman Nasiru – Broadcast Hari Raya


Komentar Anda?