Menu
Menu

Mengemudi waktu Malam-Malam sambil Menyetel Lagu Pop Orba; Membaca Cerpen Budi Darma; Adegan yang Mungkin Terjadi ketika Kau Mendengar Shoegaze; Kalau Dunia Berakhir; Setiap Kau Kangen; Semakin Hari-Hari Pergi; Epilog.


Oleh: Adhimas Prasetyo |

Menulis dan membuat ilustrasi. Menyelesaikan studi magister ilmu sastra di UGM. Karya-karyanya telah dimuat di media cetak dan daring. Buku puisinya adalah Sepersekian Jaz dan Kota yang Murung (Penerbit Buruan, 2020).


Mengemudi waktu Malam-Malam
sambil Menyetel Lagu Pop Orba

kita mulai sepotong adegan,
ketika kamu melesat dalam 80 km/jam.
waktu itu gerimis turun malam-malam.

kamu mau pergi ke segala arah
yang bisa membawamu pergi
dari rasa bersalah,

meski akhirnya kamu cuma melintasi
jalan lingkar di batas kota
sambil memutar memori
yang membuat dadamu nyeri.

waktu itu, baru saja seorang kekasih hati
tega meninggalkanmu sebagai seorang pecundang
yang harusnya menangis dan ditangisi.

meski kamu mau sekali menangis, tapi
selalu ada tapi yang membuatmu
tak bisa menangis sekali lagi,
sebab memang sudah berulang kali
kamu kalah dan mengalah.

maka dalam perjalanan, kamu cuma bisa
meminjam air mata Betharia Sonata.
karena memang, jauh sehabis reformasi
kesedihan semakin jadi begini klise.

kini tidak ada lagi yang bisa melarang
puitika cengeng yang tak memberi apa pun,
seperti juga puisi ini.

sampailah kita pada bait terakhir,
ketika kamu masih melesat dalam 80 km/jam,
dan kamu pikir biar, biarkanlah ada duka
yang lebih panjang dari puisi ini.

2022

.

Membaca Cerpen Budi Darma

terlalu lama kau hidup
sebagai seorang protagonis
dalam cerpen-cerpen Budi Darma.

selama ini, kau selalu menemu
keputus-asaan dari segala keputusan.
kau selalu takut dengan segala mungkin.

kau tak pernah mengerti,
bagaimana semua orang
bergerak di luar dirimu.

terlalu lama kau merindukan suatu
yang tak pernah dan akan kau dapatkan,

sebab seorang protagonis
tak selamanya
menjadi baik
dan mesti baik-baik saja.

2021

.

Adegan yang Mungkin Terjadi
ketika Kau Mendengar Shoegaze

malam-malam seperti ini, keresahan
meraung-raung di ruang kepalamu.

kau menatap dirimu lewat sepasang mata
yang menempel di sebidang cermin.

dari jarak pandang yang kabur, kau tidak
melihat lagi seseorang di ranjang belakang.

seperti sisa harapan yang kau pegang,
kau menutup kedua kelopak matamu.

kini tinggal suara keletak rokok
dan lagu-lagu MBV berlalu, beriring.

kau berpikir, hidup telah jadi rentetan akibat
dari sebab-sebab yang selalu kau sesalkan.

hingga akhirnya kau simpulkan, yang kau inginkan
bukan lagi kematian, tidak pernah kematian.

sementara kesakitan selalu seperti ini,
tak pernah dan bisa terbahasakan.

malam-malam seperti ini,
kau kembali menghadapi kenyataan,

kenyataan yang samar,
kenyataan yang sama.

2022

.

Kalau Dunia Berakhir

kalau dunia benar berakhir,
maksudku berakhir begitu saja,
tanpa gunung meletus, tanpa wabah
tanpa gempa bumi, tanpa tsunami,
dan segala yang hidup tak perlu mati.

kalau dunia berakhir dengan layar berwarna hitam
lalu closing credit naik pelan-pelan,
kamu pikir lagu apa yang cocok jadi soundtrack-nya?

cuma What A Wonderful World Louis Armstrong
yang terpikirkan olehku sekarang.
tapi itu tidak buruk juga,
barangkali itu lagu yang tepat.

2020

.

Setiap Kau Kangen

kau tak pernah mengerti
segala gelap.

kau cuma tahu
bahwa malam tercipta

dari dinding yang dingin,
dari ruang tanpa sekadar lilin,

dari jerit kangen George Harrison:

“Tuan, Tuhanku yang manis,
sejauh mana kau tinggalkan diriku?”

maka waktu malam ini,
sekali lagi,

kau tak pernah mengerti segala gelap,
kau cuma ingin mengerti arti cahaya.

sementara kau tahu, rasa kangen ini
tidak akan lama lagi.

2022

.

Semakin Hari-Hari Pergi

semakin hari-hari
pergi meninggalkanmu,
kau ingin berhenti menerka
apa yang ada di luar bahasa.

kau cuma ingin menjadi
bodoh dan bahagia.

sebab harapan selalu berlari,
sejengkal di depan matamu.

semakin hari-hari pergi,
kau makin merasa
kurang dan berlubang.

2020

.

Epilog

baru kau sadari,
saat ini kau hanya ingin
berada pada bagian akhir
dari novel murahan.

kau ingin
mendapati dirimu
ditulis dengan cara
paling buruk
yang belum pernah
seorang pun
membayangkannya.

hingga tak seorang pembaca
pernah sampai
pada bab terakhir,

pada bab ketika
kau sepenuhnya
selesai.

2020


Ilustrasi: Foto Kaka Ited, diolah dari sini.

Baca juga:
Puisi-Puisi Widya Mareta – Kamar Pengantin
Puisi-Puisi Pradewi Tri Chatami – Variasi Kesendirian


2 thoughts on “Puisi-Puisi Adhimas Prasetyo – Kalau Dunia Berakhir”

  1. Deadflower berkata:

    cool

  2. alienasi berkata:

    puisinya keren sekali

Komentar Anda?