Menu
Menu

Sudah hari ketujuh/ Keringat Kalanuk belum kering/ setelah enam hari minum mabuk/ sebab botol-botol selalu terisi sopi kepala


Oleh: Mario D. E. Kali |

Lahir di Kinbana, Belu,Timor, NTT pada 31 Mei 1994. Mahasiswa semester bebas di STFK Ledalero, Maumere yang juga alumnus Seminari St. Maria Immaculata Lalian, Atambua, Belu. Saat ini tengah menyiapkan kumpulan puisinya untuk diterbitkan sebagai buku perdana.


Sabtu Pagi Sedih Sekali

Pada suatu Sabtu pagi yang sedih sekali, Bis Kupang su barenti di muka rumah. Mama mau pigi jauh entah ke mana. Mah dia pu muka kek kertas yang baru habis dikucak.

Anak sulung hanya bertekuk diam. Si Bungsu merengek mau ikut Mama. Ayah berusaha membendung air mata dan mulai melipur. “Mama pigi sonde lama, kumpul uang ko katong bangun rumah batu.” Om Agen main mata deng Konjak. Cepat-cepat kas naek Mama pu koper pakaian. Sebelum tarik Mama pu tangan naik ke atas Bis, ia cabut lima ribu dan selembar daun merah dari saku. “Ade pake beli bombom. Ini buat Bapak beli rokok. Mama aman di Om pu tangan!” Sopir Bis tancap gas.

Tiba dua minggu Mama telpon datang pake nomor Malaysia. Ucap selamat, kecup kangen dari jauh, Bapak bujuk anak-anak sambil tarik ingus panjang pendek. Tiga bulan Mama tak telpon, Bapak dan anak-anak dengar kabar siap-siap jemput. Hati riang biarpun mendung.

Pada suatu Sabtu pagi yang sedih sekali, Mama kembali tiba di rumah. Mah kasian bae, Mama pu raut muka su jadi alas setrika bekas.

Mama pu badan su jadi mayat.

(Kupang, November 2019)

Catatan:
Beberapa kata dan frasa dalam bahasa (slang) Kupang bermakna sebagai berikut: Bis = Bus; Su = Sudah; Barenti = Berhenti; Pigi = Pergi; Mah = semacam kata penghubung yang berarti tetapi; Kas Naek = menaikkan; Sonde = Tidak, Pake = Pakai; Mah kasian bae = Tetapi sungguh kasihan.

Bandar Bola Guling

Ama Taek yang kikir
Ceraikan bini kawini bikir
Amal baik pun zikir tak pernah dipeluk
Cabangkan hati tiada pikir hingga berkeluk

Ia Bandar
Si Bandar buntut
Saban hari menuntut ajal yang samar
Mengutuk agar tiada yang luput

Memberhalakan akar-akaran
Ia cabut dari mulut seorang dukun
Menyimpannya ke dalam bun
Peti sakti pemuas perut

Tatkala sepi perjudian
Peti sakti diketuk
Sulut mantra untuk mengutuk
Maut menang atas kehidupan

Tenda dukacita berdiri
Satu anak manusia mengembus napas terakhir
Ama Taek bentang layar dan meja mungil
Angka-angka bertaburan memikat
Tangannya memilin bola kecil
seukuran buah dada bini bikirnya
Para pelayat minta jenazah
bantu tunjuk angka mujur
Bola berguling bola berguling
sampai begadang malam ketiga
Sial! Ama Taek bangkrut, habis sisa napas
Tenda dukacita didirikan di halaman rumahnya.

(Kinbana, 2019)

Ke Ceruk Rantau

Kau pengembara
Ke ceruk rantau, kau melalang
mengais satu per satu keringat yang tercecer
dari bukit kekuatan hingga lembah kelemahan
demi kantongi rezeki mempermak kesusahan

Di kampung halaman namamu tak henti
didaraskan dalam doa yang rosario
dari bibir-bibir pinta orang-orang terkasih
Nyiur melambai tak kuasa mengajak kembali
sebab ini kali rindu tak punya makna kata sifat
Tak miliki hasrat untuk pulang menciumi kaki
kampung halaman bagimu tak lagi dekat.

Ke ceruk rantau, kau lupa jalan pulang
Doa-doa tinggal khusyuk tiada terkabul
Hingga suara anjing melolong menggema ratap
Ayah dan Ibu telah pergi didekap lelap
Kkau tergial, tapi tak terkekeh. Kau menangis
dengan nada harapan yang paling pupus
Hasil keringatmu hanya mampu membikin lunas
sebidang tanah bagi nisan orang tuamu?

(Inerie, November 2019)

Hari Tuhan Bagi Kalanuk

Sudah hari ketujuh
Keringat Kalanuk belum kering
setelah enam hari minum mabuk
sebab botol-botol selalu terisi sopi kepala
Di atas meja, ayam panggang hasil curian jadi pelengkap
yang membikin lupa pada konsekrasi di Bait Suci

“Mabuk adalah ora et labora,” prinsipnya bergema
tatkala lonceng kapel memanggil kawanan.

“Domba-domba, hati serigala!” ejeknya
tatkala kawanan berbaris melintas.

Sudah hari ketujuh
Hati Kalanuk kian tegar
Budi bebal
Urat malu kebal

“Kepada siapa kau beriman?” tuding si Cilik,
tepat di batang hidungnya.
Terkekeh-kekeh merasa remeh
Anak kecil belum bisa kencing sendiri,
Saya punya Tuhan dalam botol sopi kepala.”

Dititipnya selembar daun merah
pada si Cilik
buat derma bagi kawanan.

(Kinbana, 2019)

Catatan:
Kalanuk (bahasa Tetun) artinya pemabuk, orang yang suka minum sopi sampai mabuk.
Sopi kepala adalah jenis minuman keras yang diproduksi dari hasil sulingan lontar yang pertama.


Ilustrasi: Photo by Matheus Bertelli from Pexels

Kirim PUISI dan CERPEN terbaik kamu ke: [email protected]. Baca juga CERPEN TERJEMAHAN dan PUISI TERJEMAHAN kami.

Senang membaca? Mari simak artikel menarik ini: MINAT BACA KITA DI MESIN PENCARI.

Komentar Anda?