Menu
Menu

Sayap Ilmu adalah klub para pelajar di Sekolah Pelita Harapan Jakarta. Lima tahun terakhir mereka menjalankan misi literasi di Kabupaten Manggarai.


Oleh: Maria Pankratia |

Menyukai buku, musik, film, dan jalan kaki. Sedang berusaha menjadi pembaca dan penonton yang baik. Tinggal di Ruteng dan berusaha berbakti pada deadline.


Suatu ketika, Eugeno Simonet memberi tugas kepada murid-muridnya. Tugas tersebut cukup sulit untuk siswa-siswi usia 12 tahun.

Eugeno meminta anak didiknya memikirkan sebuah ide untuk mengubah dunia. Salah seorang siswa, Trevor McKinney (12), kemudian mencetuskan sebuah pola kebaikan dengan nama “Pay it Forward”. Satu orang melakukan hal baik – bisa apa saja, tergantung pada situasi dan kondisi – kepada satu orang yang lain. Setelahnya, penerima kebaikan itu harus berjanji untuk melakukan kebaikan lain kepada tiga orang berikutnya. Begitu seterusnya hingga tanpa sadar ada hal baik yang begitu besar dampaknya telah dilakukan bersama-sama dan mengubah hidup banyak orang.

Kisah ini kemudian diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama seperti novelnya, Pay it Forward. Dirilis pada tahun 2000 oleh Warner Bros. Pictures.

Kisah Trevor itulah yang pertama kali terlintas dalam pikiran saya ketika berkenalan dengan kawan-kawan dari Sayap Ilmu, sebuah klub para pelajar di Sekolah Pelita Harapan Jakarta yang sekitar lima tahun ini fokus menjalankan misi literasi ke daerah-daerah di Kabupaten Manggarai bersama Wahana Visi Indonesia.

Di suatu hari yang cerah di akhir tahun 2014 gagasan tentang Sayap Ilmu ini mulai dibicarakan. Saat itu Jennifer, salah seorang siswi kelas XI Pelita Harapan, sering mendatangi ruangan kelas Clarasia Kiky untuk mengelola buku-buku hasil donasi. Kala itu, Kiky masih menjadi guru Bahasa Indonesia di Pelita Harapan – Kiky dan anak didiknya melaksanakan suatu program donasi buku ke beberapa daerah di Indonesia.

Di masa itu, Kiky juga banyak berhubungan dengan salah satu rekan SMA yang telah bekerja di Wahana Visi Indonesia Manggarai, Heronimus Heru Adityo. Melalui Heru, Kiky jadi tahu beberapa permasalahan anak-anak di Kabupaten Manggarai yang sekiranya bisa dibantu melalui program-program literasi.

Kiky kemudian menceritakannya pada Jennifer. Menanggapi cerita tersebut dengan semangat, Jennifer kemudian menyampaikan sebuah ide yang lalu diolah bersama-sama dengan Kiky hingga akhirnya terbentuklah sebuah klub yang diberi nama Sayap Ilmu. Jennifer sebagai penggagas (founder) yang kemudian mengajak kawan-kawan dan adik-adik di Sekolah Pelita Harapan untuk terlibat, bekerja didampingi Kiky sebagai guru pengawas (advisor) dan Heru sebagai rekan (partner) yang bekerja sama meneruskan data dari lapangan.

Heru dan tim bekerja sangat tekun untuk memastikan kebutuhan anak-anak di beberapa desa di Kabupaten Manggarai; pihak WVI dan Sayap Ilmu saling bersinergi dengan baik.

Tim melihat ini merupakan sebuah kesempatan yang bagus untuk dua pihak -anak-anak SPH dan anak-anak Flores, untuk saling belajar tentang budaya dengan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasinya. Tujuannya adalah memberdayakan anak-anak Flores dengan keahlian dan pengetahuan yang baru agar mereka bisa mendalami potensi masing-masing. Harapannya, setiap program yang digagas dan dilaksanakan oleh Sayap Ilmu dapat memperluas wawasan dan pandangan anak-anak di Flores.

Bulan Maret 2015, sebelum program pertama dilaksanakan, Jennifer dan Kiky melakukan perjalanan ke Manggarai untuk melakukan survei. Tiga desa yang didatangi antara lain, Desa Beamese, Desa Pinggang, dan Desa Rahong.

Bulan Juni 2015, program perdana Sayap Ilmu dilaksanakan. Beberapa kegiatan dilaksanakan di tiga tempat berbeda, di antaranya melayani Komunitas Anak Santo Antonius Padua di Desa Beamese, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai. Kegiatannya bermacam-macam. Diskusi teks sastra seperti cerpen dan puisi, renovasi perpustakaan (lihat gambar utama di atas), dan memberikan pengetahuan bagaimana merawat perpustakaan secara sederhana.

Tim Sayap Ilmu juga membantu pendirian perpustakaan di SDI Barang, Desa Pinggang, Kecamatan Cibal. Pustakawan Sayap Ilmu yang diajak terjun ke lapangan, memberi materi bagaimana merawat perpustakaan yang baik.

Di kesempatan yang lain, Sayap Ilmu juga membantu Komunitas Anak Perkasa di Rahong. Kegiatan yang sempat dilaksanakan adalah analisis karya sastra secara dalam dan menyenangkan. Melalui buku Bongkar Pasang Negeri 5 Menara, tim Sayap Ilmu dan peserta membedah novel Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi.

Sisa dua hari berikutnya, tim Sayap Ilmu bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia membuat kemah menulis dengan tema jurnalisme. Peserta adalah anak-anak dampingan WVI yang terpilih untuk mengikuti kemah selama dua hari di bawah bimbingan wartawan dari salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Aksi nyatanya adalah membuat koran dinding. Tujuan dari kegiatan kemah menulis ini sebenarnya sangat sederhana, agar anak-anak Flores dapat menyuarakan pendapat dan pandangan mereka kepada masyarakat. Mereka juga diajarkan bagaimana membaca berita dengan saksama dan mengerti konsep bias.[nextpage title=”Anggota Sayap Ilmu Terus Bertambah”]
Di tahun-tahun selanjutnya, anggota Sayap Ilmu terus bertambah. Makin banyak pelajar yang antusias terlibat dan meneruskan misi baik dari klub ini. Bahkan, ada orang tua siswa yang ikut bergabung. Seperti pada kegiatan yang baru selesai dilaksanakan pada bulan Mei 2019 lalu.

sayap ilmu berbagi kebaikan melalui literasi

| Kegiatan Sayap Ilmu di Wae Lengkas, Mei 2019


Berbagai macam lokakarya telah dilaksanakan selama lima tahun ini. Seperti fotografi dan pengenalan profesi di tahun 2016, sistem penomoran perpustakaan, dan cerdas bermedia pada tahun 2017 (peserta belajar tentang jenis-jenis media, membuat berita televisi, membuat iklan layanan masyarakat anti bullying, serta membuat drama).

Di tahun 2018, peserta diajak untuk mengenal dunia jurnalistik, mengelola perpustakaan, dan membuat drama. Di tahun 2019 ada kemah baca tulis, mural, kerajinan tangan, membahas puisi dan teater, serta membuat majalah dinding.

Saat ini, Klub Sayap Ilmu memiliki anggota kurang lebih 15 orang dari berbagai angkatan di kelas VII hingga kelas XII Sekolah Pelita Harapan. Dua Ketua Sayap Ilmu yang sedang aktif bertugas adalah Nisya Salim dan Annette Gisella, dengan bimbingan Lea Setyaningrum selaku guru pengawas (advisor) serta dibantu Sri Utami dan Yoanita Muliawan.

Saya bertemu dengan Ibu Lea dan Ibu Kiky, juga dua guru lainnya, Ibu Tami dan Ibu Yoanita pada akhir Mei yang lalu di Ruteng, ketika saya terlibat pada kegiatan Sayap Ilmu yang dilaksanakan di Rumah Retret Susteran Karmelit Wae Lengkas.

Tiga hari sebelumnya, 27 – 29 Mei 2019, tim Sayap Ilmu dan WVI melakukan kegiatan di beberapa sekolah. Di antaranya, kerajinan tangan membuat celengan dari plastik bekas dan mempelajari puisi di SDK Nul, mempelajari teater dan membuat mading di SDI Lento, permainan membaca untuk anak-anak dan mural di SDI Nggari.

Dua hari selanjutnya, 30 dan 31 Mei 2019, adik-adik dari beberapa sekolah, yaitu siswa/i dari SDK Menge, SDK Nul, SDI Nggari, SDI Lento, SDI Lawir, SMP Satap Lento dan SMPN 7 Poco Ranaka dikumpulkan untuk mengalami proses membaca dan menulis cerita rakyat bersama-sama. Kurang lebih 100 peserta hadir di aula Rumah Retret Wae Lengkas.

Mereka dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok didampingi satu orang siswa atau siswi anggota Sayap Ilmu. Di dalam kelompok, mereka membaca cerita rakyat bersama, mendiskusikannya lalu mencoba menemukan unsur-unsur dasar yang membentuk cerita rakyat tersebut.

Hari terakhir, setiap kelompok menuliskan satu cerita rakyat yang selama ini sudah sering dituturkan oleh orang-orang tua atau ayah dan ibunya di rumah. Cerita tersebut tidak harus persis sama dengan yang pernah dituturkan. Peserta diberi kebebasan untuk mengeksplorasi imajinasi mereka dan dituangkan ke dalam tulisan.

Hasilnya, ada 20 naskah cerita rakyat berupa fabel, mite dan legenda yang kemudian dibaca dan diberi nilai oleh tim juri. Dua hari yang sangat menyenangkan bersama adik-adik peserta kegiatan dan kawan-kawan dari Sayap Ilmu serta Wahana Visi Indonesia.

Hal menarik yang lalu menjadi penting untuk dicermati adalah, inisiatif baik ini datang dari siswa-siswi. Menyusun konsep kegiatan, mendatangi berbagai perusahaan untuk melakukan presentasi demi mendapatkan sponsor. Mereka bahkan rela merogoh koceknya sendiri untuk membiayai tranportasi dan akomodasi selama kegiatan. Seluruh dana yang didapatkan dari sponsor khusus digunakan untuk seluruh kebutuhan selama kegiatan.

Anak-anak Sayap Ilmu membuktikan bahwa melalui kerja berbagi, ada banyak hal yang bisa didapatkan daripada apa yang telah diberikan. Tidak berhenti pada sekadar wacana, mereka mewujudkan misinya dengan tetap di bawah pengawasan para guru pendamping.

Dalam hal ini, tugas guru yang bak pelita penerang dalam gulita terasa sungguh. Guru tak harus menuntun sepanjang jalan kenangan agar tetap dikenang. Terkadang, para murid mesti dibiarkan tergelincir dan merangkak lalu bangkit kembali, sehingga ada proses belajar yang dapat dinikmati di sana, sebelum akhirnya menjadi manusia sebagaimana yang menjadi harapan orang tua dan bangsa.

Di titik ini, saya menarik napas haru sekaligus merasa lega. Dari sekian banyak peristiwa yang pernah dilalui (dan cukup mengkhawatirkan), seperti: mahasiswa dalam sebuah ruangan yang tidak pernah membaca satu buku pun selama setahun selain buku referensi ketika mengerjakan tugas kuliah, atau anak-anak yang terus dimanjakan dengan tontonan dari media-media sosial, masih ada generasi yang serius memikirkan apa yang bisa saya berikan bagi orang lain?

Dan, yang lebih mulia lagi adalah, apa yang bisa saya berikan untuk diri saya sendiri sebagai bekal hidup di kemudian hari?

Pay it forward, membagikan kebahagiaan-kebahagiaan kecil bagi manusia lain di muka bumi ini, hingga di suatu ketika ada hal besar yang patut dirayakan dari kegembiraan-kegembiraan tersebut.

Terima kasih untuk adik-adik dan rekan guru dari Sayap Ilmu; Bu Lea, Bu Tami, Bu Yoanita, Kiky–teman lama yang akhirnya bisa berkolaborasi–Bu Lenny, Mas Ari, dan Mas Boy. Juga Evan Lahur dan kawan-kawan Wahana Visi Indonesia Manggarai. Sampai bertemu pada kolaborasi kreatif selanjutnya. (*)

Komentar Anda?